Konsep Hidupnya, ”Kanan-Kiri Berjalan Beriringan”

  • Bagikan
JAWA POS PENDEKATAN BERBEDA. Anas Fauzie di KUA Sukun, Kota Malang, Selasa (4/3).

Kejenakaan Anas Fauzie, Penghulu yang Juga Doktor, lewat Pesan-pesan di Prosesi Pernikahan

Anas Fauzie mengaku tidak pernah meniatkan dari awal kejenakaan yang terselip dalam pesan-pesan pernikahan yang dia sampaikan. Selain menjadi penghulu, dia juga mengelola pondok dan menjalankan majelis taklim.

ALFATH IMAM AHSAN, Kota Malang

NIKAH dengan siapa anakku,” tanya penghulu Anas Fauzie kepada mempelai pria.

Sang calon pengantin pria kemudian menyebut nama calon istrinya.

”Binti?” tanya Anas lagi.

Sang calon pengantin pria lalu menyebut nama calon mertua lelaki.

”Morotuo ojo njambal (menyebut nama mertua jangan namanya saja),” sahut Anas.

Dengan agak tersipu, calon mempelai pria lalu menambahi ”Pak” di depan nama calon mertua.

”Njambal koyok konco mancing ae, Ji Ji, cacinge Ji (hanya menyebut nama seperti teman mancing saja),” tutur Anas jelang sebuah akad nikah yang dibagikan akun @mahasiswajember di Instagram.

Kontan semua hadirin tergelak.

Beragam Pengalaman

Sudah 15 tahun Anas menjadi penghulu. Telah malang melintang di wilayah Malang Raya, dari Pujon, Ngantang, Poncokusumo, Gondanglegi, Kromengan, Lowokwaru, hingga tempat dinasnya sekarang di KUA Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, sebagai penghulu dan kepala KUA.

Ciri khasnya, menyampaikan pesan-pesan nikah yang sakral secara cair dan jenaka. Video-video pendek berbagai gayanya yang menggelitik dalam memimpin prosesi nikah pun beredar di beragam platform dan membuat namanya dikenal jauh melampaui Malang Raya. Apalagi ketika Yaqut Cholil Qoumas saat masih menjabat menteri agama juga turut membagikan salah satu video pendek tersebut.

Pesan-pesan Anas tak hanya tentang keagamaan, tapi juga sosial. ”Di mana pun nanti tinggal, anakku,” pesan Anas dalam salah satu video prosesi pernikahan, ”di situ ada iuran, bayarlah, Nak”.

Anas mengaku, kejenakaan itu tak pernah diniatkan dari awal. ”Muncul dengan sendirinya karena saya sadar pemuda sekarang tidak ada waktu untuk datang ke majelis. Jadi, saya selipkan sedikit unsur humor biar bisa masuk ke semua kalangan dan alhamdulillah itu diterima,” kata Anas yang juga doktor lulusan Universitas Islam Malang (Unisma) itu kepada Jawa Pos Radar Malang (grup Timex) yang menemuinya di kantor, Selasa (4/3).

Anas mengabdi sebagai ASN sejak 1998. Kariernya sebagai penghulu berawal di Kantor Urusan Agama (KUA) Singosari pada awal 2009. Tentu saja sudah banyak pengalaman yang dia alami, mulai yang menyenangkan sampai yang mengejutkan.

Suatu waktu, tutur ayah tiga anak itu, ada pihak mempelai laki-laki yang terkesan terlalu mengatur acara di pihak perempuan. Calon mertua lelakinya pun sepertinya tersinggung.

Jadilah kemudian bapak si mempelai perempuan tersebut keluar dari rumah sejak pagi dan baru pulang malam di hari di mana sudah dijadwalkan akad nikah. ”Ya sudah, mau tidak mau saya sebagai penghulu juga membatalkan pernikahan ke pengadilan agama karena tidak ada wali perempuan,” ujar Anas.

Dedikasi Pendidikan

Konsep hidup yang dipegang erat Anas adalah ”kiwo-tengen mlaku bareng” atau kanan dan kiri berjalan beriringan. Konsep ini dia jalankan lewat profesionalitasnya sebagai abdi negara dan di sisi lain menjalankan peran sebagai kiai yang juga memikirkan kemaslahatan umat.

Tercatat sejak 2011, Anas menjalankan Majelis Ta’lim Wat-Tadzkir Al-Waqi’ah Was-Syafa’ah (MAWAS) di jalan Jembawan XII, Sawojajar, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang. Dari awalnya hanya untuk warga sekitar, sekarang jemaahnya sudah ratusan.

Dia juga memiliki pondok pesantren Ar-Rozaq di Slamparejo, Jabung, Kabupaten Malang. ”Sejak ada pondok, saya merasa harus lebih berhati-hati dalam bertindak karena saya pengasuhnya, saya yang akan dicontoh santri. Lewat pondok itu juga saya merasa bahwa saya masih terus membutuhkan nasihat, masih terus butuh diingatkan dan masih butuh diasuh dan dibimbing dalam hal agama,” tambahnya.

Dia juga menunjukkan kecintaannya akan ilmu dan dunia pendidikan. Putra pasangan H Nachrowi dan Hj Sakdiah itu tercatat sebagai satu-satunya penghulu yang memiliki gelar doktor. Dia menyelesaikan S3 pendidikan agama Islam multikultural di Kota Malang.

Dengan kesibukan sebagai penghulu sekaligus kiai, Anas mengakui peran penting sang istri. ”Jadi, istri saya ini manajer saya. Mulai jadwal, kebutuhan, hingga kendaraan, dia yang siapkan. Saya seperti pegawai, tinggal jalan saja,” seloroh Anas.

Dengan gayanya, Anas memperlihatkan bagaimana tradisi atau ritual yang sakral tak harus diterapkan secara kaku. Bahwa pesan-pesan luhur juga bisa disampaikan melalui guyonan.

Pesan-pesan yang dibalut kejenakaan pun tak hanya ditujukan kepada mempelai pria. Tapi juga perempuan.

”Ada yang tidak kau suka dari maskawin, anakku,” tanya Anas kepada seorang mempelai perempuan.

”Mboten (tidak), semuanya suka, kiai”.

”Pasti ada yang tidak kau suka”.

”Apa, kiai?”

”Maskawin lagi”. (c19/ttg/jpg/ays/dek)

  • Bagikan