Kesehatan dan Kesetaraan Gender Masih Jadi Tantangan Perempuan Indonesia

  • Bagikan
BERIKAN ARAHAN. Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan RI Maria Endang Sumiwi dalam Women National Conference. (Istimewa).

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, perempuan Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam mencapai kesetaraan gender dan kesejahteraan yang optimal.

Indeks Pembangunan Gender (Gender Development Index/GDI) Indonesia masih berada di angka 0,94 dari skala 0 hingga 1, yang menunjukkan kesenjangan yang perlu segera diatasi.

Selain itu, data terbaru dari Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 mengungkap bahwa 1 dari 4 perempuan berusia 15–64 tahun di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual.

Terkait hal itu, Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan RI Maria Endang Sumiwi mengatakan dalam Women National Conference bertema “Perempuan Sehat dan Berdaya, Menuju Kesetaraan Global" bahwa data menunjukkan tantangan perempuan dalam hal kesehatan.

"Data menyatakan bahwa kita masih menghadapi berbagai tantangan untuk memenuhi hak dasar perempuan, mulai dari pemenuhan gizi, risiko penyakit tidak menular, kesehatan reproduksi, kematian ibu, hingga permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya di acara konfrensi yang digelar Farid Nila Moeloek (FNM) Society bersama United Nations Population Fund (UNFPA), dengan dukungan Takeda itu, Rabu (12/3).

Maria menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor diperlukan untuk memastikan pemenuhan hak kesehatan perempuan dan mendukung kesetaraan gender.

Selain tantangan kesehatan, kesenjangan dalam akses pendidikan, pekerjaan yang layak, serta perlindungan dari kekerasan juga menjadi sorotan utama dalam konferensi ini.

Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Veronica Tan, menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi perempuan agar dapat berkembang dan berkontribusi di berbagai sektor.

“Kami percaya bahwa melalui kolaborasi yang erat dan langkah-langkah konkret, kita dapat mencapai perubahan yang signifikan dan berkelanjutan dalam kehidupan perempuan Indonesia,” ungkapnya.

Ketimpangan gender yang masih terjadi juga berdampak pada kesehatan reproduksi dan kesejahteraan perempuan. Hassan Mohtashami, UNFPA Indonesia Representative, menyoroti pentingnya akses layanan kesehatan reproduksi yang aman dan berkualitas sebagai bagian dari upaya mencapai kesetaraan gender.

“Semakin sejahtera perempuan dan anak perempuan, begitu pula dengan keluarga, komunitas, dan dunia secara keseluruhan,” katanya.

Akiko Amakawa, Corporate Strategy Officer & CEO Chief of Staff Takeda Pharmaceuticals, menambahkan bahwa perusahaan telah lama menerapkan prinsip keberagaman, kesetaraan, dan inklusi, dengan lebih dari 60% kepemimpinan di Takeda Indonesia dipegang oleh perempuan.

Selain itu, Takeda juga mendukung program Women at the Centre: Rising Up Against the Pandemic of Violence Against Women yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan dan melindungi mereka dari kekerasan.

Terakhir, Ketua FNM Society, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, Sp.M(K), menekankan bahwa tantangan yang dihadapi perempuan Indonesia membutuhkan kerja sama semua pihak.

“Pemberdayaan perempuan bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau organisasi tertentu—ini adalah tugas kita bersama. Saat kita bergerak, kita membawa perubahan bagi lingkungan kita, komunitas kita, dan pada akhirnya, bagi bangsa ini,” tegasnya.

Konferensi ini diharapkan menjadi titik awal bagi upaya berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan perempuan di Indonesia. Dengan mengatasi tantangan kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan perlindungan, perempuan Indonesia dapat lebih berdaya dan berkontribusi secara maksimal dalam pembangunan bangsa. (jpc/thi/dek)

  • Bagikan