Survei Konsumen BI, IKK Melemah

  • Bagikan
ilustrasi

Muncul Risiko akibat Kejelasan Program Pemerintah yang Terbatas

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID–Keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi menurun. Begitu pula keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan. Hanya saja, optimisme terhadap kondisi ekonomi saat ini meningkat. Sejalan dengan memasuki momen Ramadhan dan Lebaran.

Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Februari menunjukkan indeks keyakinan konsumen (IKK) melemah dari 127,2 di bulan sebelumnya menjadi 126,4. Meski masih dalam level optimistis (>100). Penurunan optimisme konsumen hampir terjadi di seluruh kelompok pengeluaran.

Penurunan terbesar terjadi pada konsumen kelompok pengeluaran Rp 2,1 juta sampai Rp 3 juta per bulan dari 126,6 menjadi 123,4. Kemudian kelompok pengeluaran Rp 4,1 juta hingga Rp 5 juta per bulan yang turun 3 poin menjadi 128,8. Hanya konsumen dengan pengeluaran Rp 3,1 juta sampai Rp 4 juta yang naik tipis dari 125,9 menjadi 126.

Terhadap kondisi ekonomi saat ini, keyakinan konsumen masih tumbuh. Berdasar komponennya, peningkatan bersumber dari indeks pembelian barang tahan lama (durable goods) dan indeks penghasilan saat ini yang naik masing-masing 3,4 poin dan 0,1 poin menjadi 113,7 dan 122,7. Meski, harus diakui indeks ketersediaan lapangan kerja merosot 1,5 poin menjadi 106,2.

”Beberapa kota mencatatkan peningkatan IKE, terbesar di kota Bandung diikuti DKI Jakarta dan Pontianak,” kata Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso.

Ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi enam bulan ke depan masih dalam zona optimis. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Tercermin dari indeks ekspektasi konsumen (IEK) Februari 2025 sebesar 138,7. Turun dari 140,8.

Sementara itu, Senior Economist DBS Bank Radhika Rao menyatakan, pertumbuhan ekonomi akan menghadapi kekuatan dua arah di paruh pertama 2025. Secara rutin, triwulan II merupakan periode yang kuat untuk pertumbuhan ekonomi karena ada Ramadhan dan Idul Fitri.

Pada saat yang sama, kebijakan pemerintah mengenai kesejahteraan, keringanan makroprudensial untuk beberapa sektor, kenaikan upah minimum, dan pertumbuhan upah riil yang lebih baik diharapkan dapat mendukung pertumbuhan.

Bersamaan dengan itu, pemotongan belanja cenderung memberikan dorongan fiskal yang negatif, mengurangi kepercayaan, dan menunda partisipasi pemain sektor swasta atas kelangsungan proyek. Perdagangan barang kemungkinan akan menghadapi surplus yang lebih sempit karena moderasi pertumbuhan di tempat lain.

”Dengan mengandalkan pemulihan di paruh kedua, DBS Group Research memproyeksi pertumbuhan sebesar 5,1 persen secara tahunan untuk 2025,” ujar Radhika.

Pada Februari, inflasi Indonesia -0,1 perden secara tahunan. Angka negatif pertama dalam lebih dari dua dekade terakhir. Penurunan ini tidak terjadi begitu saja, melainkan didorong oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kontraksi rata-rata 0,6 persen secara bulanan di Januari dan Februari. Salah satu pemicunya adalah diskon tarif listrik pemerintah untuk pelanggan tertentu yang berakhir bulan lalu.

Inflasi inti melampaui inflasi umum yang naik 2,5 persen secara tahunan. Radhika memperkirakan inflasi umum akan kembali turun, kembali ke target BI sebesar 1,5-3,5 persen. Awal yang lemah pada inflasi tahun ini dan asumsi bahwa inflasi akan kembali ke target mengharuskan DBS Group Research untuk merevisi ke bawah perkiraan tahunan menjadi 1,2 persen secara tahunan.

Radhika juga memperkirakan defisit 2025 adalah -2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB). Bertumpu pada pendapatan yang lebih tinggi untuk mendanai program-program kesejahteraan dan belanja sosial.

Pemerintahan Prabowo Subianto telah menerapkan pendekatan yang berpusat pada kesejahteraan melalui program makan bergizi gratis (MBG), pemeriksaan kesehatan gratis, pemotongan tarif listrik, stimulus perumahan, hingga bantuan pangan.

"Risiko-risiko pun bermunculan terdapat kejelasan yang terbatas mengenai pendanaan program-program ini. Pemangkasan belanja senilai Rp 307 triliun (8-9 persen dari total pengeluaran), yang dilaporkan menargetkan pengeluaran yang tidak produktif dan boros, telah diumumkan dan mengundang kritik dan kehati-hatian," ujar Radhika. (jpc/thi/dek)

  • Bagikan

Exit mobile version