BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Dalam upaya meningkatkan kinerja desa wisata di Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) setempat melatih 55 orang penggerak pariwisata dari 12 desa wisata, Senin (23/5). Pelatihan ini dilakukan karena selama ini, pengelolaan desa wisata masih rendah.
Pelatihan tersebut berlangsung di Gereja Lerang, Desa Golo Loni, Kecamatan Rana Mese. Dibuka oleh Kepala Disparbud Matim, Albertus Rangkak. Hadir Kepala Bidang (Kabid) Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Falerianus Ramli, dan staf Disparbud. Panitia juga hadirkan dua pemateri dari Universitas Udayana, I Gede Gian Saputra, dan Dr. I Made Bayu Ariwangsa.
"Harus diakui bahwa, kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang bergerak di bidang pariwisata selama ini, khususnya yang berhubungan dengan Pengelolaan Desa Wisata di Kabupaten Matim masih rendah," ujar Kadisparbud, Albertus.
Penyebab rendahnya pengelolaan desa wisata, menurut Albertus, karena pola pikir masyarakat di sekitar daya tarik wisata mengganggap bahwa urusan kepariwisataan ada di Kabupaten Matim. Desa wisata yang ada di Matim belum memberikan dampak ekonomi yang signifikan, bahkan belum menjajikan sebagai salah satu sumber pendapatan. Sehingga, pelatihan ini sebagai salah satu upaya dan dukungan dari Disparbud dalam menyiapkan SDM pengelola desa wisata.
Menurut Albertus, pengembangan pariwisata berbasis masyarakat melalui pengembangan desa wisata di Kabupaten Matim, bertujuan memaksimalkan berbagai potensi yang ada di desa. Baik potensi alam, budaya maupun potensi pertanian. Kegiatan wisata di desa-desa wisata merupakan salah satu aktivitas pariwisata yang diprediksi akan menjadi trend baru yang diminati wisatawan pasca pandemi Covid- 19.
"Hal itu karena pilihan aktivitas pariwisata tersebut bersifat terbatas, individual maupun kelompok kecil yang memprioritaskan kenyamanan, keamanan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan," katanya.
Masih menurut Albertus, selain itu, wisata pedesaan menawarkan pengalaman yang bernilai, karena aktivitas pariwisata difokusakan pada interaksi antara wisatawan dengan masyarakat di desa. Serta terlibat langsung dalam keseharaian warga desa. Sehingga, guna menyiapkan itu, Albertus sangat mengharapkan keseriusan peserta dalam mengikuti pelatihan itu.
"Pelatihan yang saudara-saudari ikuti ini lebih difokuskan pada pelatihan pengelolaan desa wisata. Diharapkan dengan pelatihan ini, peserta sekalian dapat memperoleh banyak manfaat. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan serta menambah informasi khususnya yang berhubungan dengan manajemen pengelolaan destinasi," tutur Albertus.
Dia menambahkan, pemilihan peserta dari desa wisata dalam kegiatan pelatihan tersebut bertujuan agar pemerintah desa, kelompok sadar wisata (Pokdarwis), dan BUMDes serta masyrakat, semakin sadar bahwa pembangunan pariwisata akan berjalan dengan baik bila didukung oleh seluruh komponen, baik pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Kabid Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Falerianus Ramli, kepada TIMEX menjelaskan, kegiatan pelatihan pengelolaan desa wisata itu bermaksud untuk mendukung upaya pembinaan, pengembangan, dan peningkatan serta kapabilitas aparatur maupun masyarakat yang terlibat dalam mengelola desa wisata.
"Kegiatan ini tujuanya, untuk meningkatkan kinerja desa wisata. Selain itu tujuanya, merawat komunitas lokal dalam keeratan sosial yang bermartabat dan visioner, serta meningkatkan daya saing pariwisata dengan melestarikan atraksi unik dan membina identitas dan lokalitas," jelas Falerianus.
Menurutnya, kegiatan pelatihan itu berlangsung selama tiga hari, yakni Senin (23/5)-Rabu (25/5). Total pesertanya berjumlah sebanyak 55 orang dari 12 desa wisata yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Matim. Dimana ada 5 desa wisata yang ditetapkan pada tahun 2020 lalu, dan ada 7 desa yang ditetapkan 2022.
Kelima desa wisata yang ditetapkan tahun 2020, yakni Desa Colol, Desa Golo Loni, Desa Bamo, Desa Compang Ndejing, dan Desa Nanga Mbaur. Sementara tahun 2022 yang ditetapkan tujuh desa, yakni Desa Rana Kulan, Desa Ulu wae, dan Desa Langga Sai, Desa Tengku Leda, Desa Golo Lijun, Desa Satar Padut, dan Desa Mbengan.
"Kita semua berharap desa yang telah ditetapkan menjadi desa wisata berupaya maksimal dalam mengembangkan berbagai potensi desa yang dimilkinya menjadi daya tarik wisata. Juga diharapkan menjadi pelopor dalam pengembangan desa wisata lain di Kabupaten Matim," ujar Falerianus.
Falerianus juga mengatakan, pelatihan yang dilaksanakan itu lebih ke manjemen pengelolaan desa wisata. Nanti peserta ini menjadi penggerak dan memotivasi di desa wisata. Semua pihak di desa, harus bisa terlibat dalam mengelola desanya sesuai keunikan yang ada di desa masing-masing. (*)
Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana