KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Demi menghidupi keluarga, tak jarang mereka yang tinggal di daerah rela mengadu nasib hingga ke luar kota atau bahkan luar negeri. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dikenal sebagai salah satu provinsi penyumbang pekerja perantau terbanyak di Indonesia, khususnya yang keluar negeri. Sebaliknya, tidak sedikit pula yang datang dan kerja di NTT. Para perantau ini paling banyak berada di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar).
Mereka yang bekerja merantau alias jauh dari rumah dan keluarga dipastikan adalah pribadi yang lebih mandiri. Mereka harus siap menghadapi segala sesuatu sendiri.
Pekerja perantau yang datang dari seluruh wilayah NTT ini pun dipandang perlu oleh Program Studi Pastoral Konseling, Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Kupang untuk memberikan penguatan mental terhadap para perantau ini agar dapat bekerja dan mempersiapkan masa depannya secara baik.
Mempersiapkan mental para pekerja perantau tersebut dilakukan melalui program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dalam tema, "Konseling Keluarga sebagai Upaya Peningkatan Kesiapan Diri Bagi Pekerja Dirantau".
PKM tersebut berlangsung di Gedung Gereja Jemaat GMIT Gunung Zalmon Labuan Bajo dipimpin Ketua Tim PKM, Roberto G. Hilly, didampinggi anggota tim, Sonia Nubatonis, Irene Daik, dan Yendri Nenoharan (tenaga kependidikan).
Kegiatan yang berlangsung selama dua hari, terhitung 22 - 23 Mei 2022 tersebut mendapat monitoring dan evaluasi (Monev) langsung oleh Koordinator PKM IAKN Kupang, Dr. Hendrik A.E Lao.
Dr. Hendrik A. E. Lao kepada TIMEX di Kupang, menjelaskan konseling dan mempersiapkan mental para oekerja perantau ada PKB kali ini difokuskan bagi 50 orang.
Dikatakan, PKM tersebut merupakan salah satu Tri Darma dari Perguruan Tinggi yang harus dilaksanakan oleh para dosen. "Maka salah satu kelompok PKM dari IAKN Kupang Prodi Pastoral Konseling memilih lokasi di Labuan Bajo karena Labuan Bajo merupkan salah satu tempat yang memiliki banyak pekerja perantau," katanya.
Dikatakan, melalui kegiatan ini dapat mempersiapkan dan menguatkan mental dari pekerja perantau untuk meningkatkan penyesuaian kerja. "Mereka ini memang sudah mandiri namun kondisi pekerja juga bisa berubah jika dalam keadaan tertekan dan persoalan lain maka bisa berdampak buruk. Disinilah IKAN hadir untuk memberikan penguatan melalui Konseling ini," ujarnya.
Lanjutnya, saat kesempatan monev itu, nampak para pekerja sebagai peserta sangat antusias mengikuti konseling tersebut. Hal positif lainnya dari pekerja perantau adalah berani. Berani mencoba hal baru dan pada akhirnya menjadi berpikiran terbuka.
Dengan bekerja di kota atau bahkan negara orang, lanjut Dr. Hendrik, pekerja yang merantau tetap saja seorang pendatang. Mereka belum tahu kebiasaan atau adat istiadat di suatu tempat. Belum lagi seluk-beluk lokasi yang masih asing dan harus dikuasai.
"Ini bakal bikin orang jadi berani bertanya, berani bergaul, berani berkenalan, dan berani berbaur dengan lingkungan baru. Sikap berani kayak gini akhirnya terimplementasi juga dalam kerjaan. Pekerja perantau biasanya lebih berani memberikan ide, gagasan, dan mengajukan argumen," ungkapnya.
Ia berharap dengan pengabdian tersebut, pekerja perantau biasanya lebih semangat dan termotivasi untuk sukses. Karena mereka membawa nama baik keluarga. "Biasanya pekerja tipe ini adalah tulang punggung keluarga dan kebanggaan keluarga di kampung halaman," tambahnya.
Ia juga berharap agar dosen IAKN terus melakukan berbagai PKM dengan melihat kondisi masyarakat sehingga dapat membangkitkan kondisi masyarakat untuk mampu mengelola kehidupannya ke arah yang lebih baik. (r3)
Editor: Marthen Bana