Inflasi Naik, Gubernur NTT Sebut Cara Berpikir Bupati dan Wali Kota Seperti Manusia Purba

  • Bagikan
HLM TPID. Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat saat memimpin HLM Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Kupang, Jumat (12/8). (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan sebesar 1,05 persen pada Juli 2022. Kenaikan ini lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya, yakni 0,52 persen.

Kenaikan ini membuat Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL), merasa malu dan meradang terhadap kepemimpinan pemerintah di daerah.

Gubernur VBL menyebut, pemimpin daerah, yakni bupati dan wali kota dikaruniai otak untuk berpikir lebih luas yang harusnya dapat membaca fenomena ekonomi dan dampaknya terhadap masyarakat.

Terlebih telah ditekankannya berkali-kali dalam kunjungan kerja maupun dalam berbagai pertemuan untuk dapat mempertahankan rantai suplai di daerah dengan potensi komoditas ke daerah yang membutuhkannya.

Namun naiknya inflasi saat meredanya Covid-19 ini membuktikan pemerintah daerah di NTT belum mampu berkoordinasi soal suplai dan penguasaan ekonomi pasar-pasar di daerah. "Pemikiran seperti ini sebagai cara pikir manusia purba," ungkap Gubernur VBL saat memimpin High Level Meeting (HLM) Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) di Kupang, Jumat (12/8). Pertemuan ini mendiskusikan mengenai pengendalian inflasi NTT. "Seperti manusia purba, tidak paham, mata melotot tapi tidak paham," tegas Gubernur VBL dalam forum yang dihadiri para kepala daerah se NTT ini.

Menurutnya, manusia purba adalah orang yang tidak mampu menganalisa fenomena ekonomi yang ada sekarang ini atau tidak mampu menguasai kebutuhan dan kelebihan pasar. "Hati-hati, kepurbaan ini luar biasa dan penyakit paling menular itu bukan Covid-19 tapi kebodohan ini," kata VBL.

Provinsi NTT, lanjutnya, akan celaka karena ada pemimpin yang tidak paham terhadap pertumbuhan ekonomi, dampak inflasi hingga tidak memikirkan langkah ke depan sebagai antisipasi. "Padahal saya sudah sampaikan hal ini ulang-ulang, tapi tidak peka dan pemimpin daerah tidak punya kemampuan mengatur pasar yang baik maka mafia yang bermain di pasar," sebut Gubernur VBL.

Gubernur VBL mengaku menemukan petani di Pulau Timor dapat menghasilkan berbagai komoditas termasuk cabai yang menjadi komoditi inflasi. Sebenarnya, kata dia, kebutuhan cabai di Kota Kupang dapat disuplai dari daerah-daerah lainnya di NTT, tetapi koordinasi terkait ini tidak berjalan. "Kalau tidak paham betul-betul susah kita," tegasnya.

Pemimpin daerah, sambung VBL, terutama di Kota Kupang, Kota Waingapu, dan Kota Maumere perlu berkolaborasi dengan daerah penyangga lainnya di NTT untuk menjaga inflasi.

Ia menegaskan agar kepala dinas terkait sektor kesejahteraan di daerah-daerah perlu bekerja berdasarkan data, problem, dan informasi ekonomi di lapangan. "Kalau tidak mampu ya berhenti saja, jangan lanjutkan tugas kalau tidak mampu," tandasnya.

Bawang putih sendiri memang membutuhkan topografi khusus, berbeda dengan bawang merah, cabai merah atau cabai keriting bisa dapat ditanam dan diatur pasarnya di NTT. Maka, apabila NTT kekurangan pasokan sehingga harga di pasar terhadap cabai melambung, ini adalah hal yang sangat memalukan.

Pasar, dmeikian Gubernur VBL, adalah tempat untuk mengetahui kekurangan seorang pemimpin daerah. Bila inflasi tinggi terjadi pada komoditas yang dapat diberdayakan, maka bupati yang tidak mampu memperhatikan hal ini dan bisa jadi pasar dikuasai oleh pihak lain, bukannya daerah.

Begitu juga minyak curah atau minyak goreng murah termasuk di Flores dengan kelapa yang banyak, tetapi menggunakan minyak goreng curah. "Saya malu soal inflasi yang naik sedangkan lahan di NTT masih banyak untuk dikelola. Nanti di pusat bilang ini gubernur yang tidak mampu urus bawang, cabai," pungkasnya.

Untuk diketahui, sebelumnya Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT, I Nyoman Ariawan Atmaja dalam laporan perkembangan inflasi NTT bulan Juli 2022 menyebutkan adanya kenaikan pada angka 1,05 persen. Inflasi tersebut tercatat lebih tinggi dibanding inflasi bulan sebelumnya, yakni 0,52 persen.

Ariawan menyebutkan, meningkatnya tekanan inflasi pada bulan Juli 2022 disebabkan oleh kelompok volatile food dan administered prices yang mengalami kenaikan dibanding bulan sebelumnya.

Untuk kelompok volatile food, kata Ariawan, bersumber dari beberapa komoditas seperti ikan kembung/kombong, ikan tongkol, ikan selar, ikan cakalang, bawang merah, cabai merah, tomat, dan cabai rawit.

Selanjutnya pada kelompok administered prices, disebabkan oleh masih tingginya tarif angkutan udara seiring masih tingginya harga avtur serta meningkatnya permintaan terhadap angkutan udara. "Ini ditambah lagi penerapan kebijakan fuel surcharge dan kenaikan airport tax yang mendorong kenaikan tarif angkutan udara," beber Ariawan. (r2)

  • Bagikan