Tak Ajukan Praperadilan, Tersangka Tetap Kooperatif

  • Bagikan
PH. Penasehat Hukum Terduga Pelaku, Fransisco Bernando Bessi ketika memberikan keterangan saat menyerahkan empat terduga pelaku di Mapolresta Kupang Kota, Senin (18/9). (FOTO: INTHO HERISON TIHU/TIMEX).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Penanganan kasus dugaan tindak pidana pembunuhan terhadap korban Roy Herman Bolle kini memasuki tahap pemberkasan. Terdapat sembilan tersangka yang ditetapkan sebagai tersangka.

Terhadap penetapan tersangka, para terduga pelaku tidak mengajukan perlawanan melalui pra peradilan namun memilih tetap mengikuti proses hukum yang berlaku serta tetap kooperatif.

Kuasa Hukum TSK, Fransisco Bernando Bessi mengatakan sejak awal pihaknya sangat kooperatif untuk menyelesaikan kasus ini, dengan mengantarkan empat orang terduga pelaku ke Polresta Kupang Kota.

Upaya penyerahan diri tersebut untuk membantu tugas dari penyidik dan termasuk mendampingi semua tersangka saat pemeriksaan.

"Kami tidak melakukan perlawanan atau pra peradilan. Kami tetap mengikuti proses hukum yang kini berlangsung," sebutnya ketika dikonfirmasi terkait upaya perlawanan hukum terhadap status tersangka yang ditetapkan polisi.

Khusus untuk kliennya Marthen Soleman Konay atau Teny Konay yang tengah diperbincangkan oleh publik, masa penahanannya dimulai dari tanggal 26 September 2023 sampai tanggal 15 Oktober 2023 di Rumah Tahanan Polresta Kupang Kota.

Dikatakan bahwa terdapat tiga laporan polisi berbeda yaitu, laporan polisi nomor: LP/B/777/IX/2023/SPKT/Polresta Kupang Kota/Polda NTT, tanggal 15 September 2023, laporan polisi nomor: LP/B/783/IX/2023/ Polres Kupang Kota/Polda NTT, tanggal 16 September 2023 di Kepolisian Resor Kupang dan laporan polisi nomor: LP/B/789/IX/2023/ Polres Kupang Kota/Polda NTT, tanggal 18 September 2023.

Terhadap SPDP yang menjadi persoalan saat ini, kata pengacara kondang kota kupang ini bahwa sesuai Pasal 109 ayat (1) KUHAP mengatur bahwa apabila penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum.

"Salah paham soal SPDP kerap terjadi di publik dalam kaitan status tersangka pihak yang disidik. Padahal, penetapan tersangka dengan terbitnya SPDP adalah dua hal berbeda. Pengiriman SPDP juga seharusnya memang bersifat internal dan tertutup. SPDP adalah bentuk check and balances dalam menjalankan kewenangan penyidikan. Penuntut umum sebagai pemegang kekuasaan penuntutan mempunyai hak menentukan apakah suatu penyidikan telah lengkap atau belum," jelasnya.

Lanjutnya, dalam konteks itulah penyidik memberitahukan melalui surat kepada penuntut dimulainya penyidikan, dalam hal ini penyidik Polresta Kupang Kota ke jaksa pada Kejari Kota Kupang. Oleh sebab itu baik Polresta Kupang Kota dengan Kejari Kota Kupang masing-masing menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku baik itu yang diatur dalam KUHAP dan UU Kepolisian serta UU Kejaksaan dan aturan internal masing-masing instansi.

"Yang perlu di cermati adalah dalam melihat kasus ini secara utuh dimulai dari sebab akibatnya, peristiwa hukum yang terjadi sebelum kejadian, saat kejadian dan setelahnya sehingga harus secara utuh, karena mohon maaf tugas dari Pengacara selain membantu hak-hak Tersangka juga memberikan pencerahan hukum kepada masyarakat," tutupnya. (r3)

  • Bagikan