UMP Tahun 2024, Naik Rp 62.832

  • Bagikan

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Pemerintah Provinsi NTT menetapkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2024 sebesar Rp 2.186.826. Upah tersebut mengalami kenaikan dari UMP tahun 2023 yakni Rp 2.123.994.

Dengan demikian, kenaikan UMP sebesar Rp 62.832 atau naik 2,96 persen.

Kenaikan tersebut diumumkan oleh Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Provinsi NTT, Erni Usboko di lantai satu kantor gubernur NTT, Selasa (21/11).

Erni menjelaskan, dasar penetapan UMP dengan memperhatikan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan RI tanggal 15 November 2023 tentang Penyampaian Informasi Tata Cara Penetapan UMP tahun 2024 serta Tata Kondisi Ekonomi dan Ketenagakerjaan untuk Penetapan UMP tahun 2024.

Maka, sesuai formula perhitungan UMP berdasarkan PP Nomor 51/2023, UMP NTT ditetapkan sebesar Rp 2.186.826. Penetapan upah itu ditetapkan dengan keputusan Penjabat Gubernur NTT Nomor: 355/KEP/HK/2023 tanggal 20 November 2023.

"Harapan kami semoga dengan upah ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan secara minimal bagi buruh dan pekerja," ungkap Erni.

Dikatakan, upah itu berlaku sebagai dasar bagi para pekerja yang bekerja di bawah satu tahun.

"Selebihnya akan disesuaikan dengan kemampuan para pengupah. Sehingga, diharapkan semua pengupah memiliki struktur dan skala penetapan upah," lanjutnya.

Sementara, Kepala Dinas Koperasi, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT, Sylvia Peku Djawang mengatakan, apabila melihat rumusan dalam PP Nomor 51/2023 menunjukkan ada kenaikan, sebab tingkat inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Sehingga, semua provinsi mengalami kenaikan, besarannya saja yang berbeda.

"Dasar perhitungannya jelas mengacu pada pertumbuhan ekonomi, inflasi, ketenagakerjaan dan serapan dan semuanya. Tapi tahun ini ada perhitungan variabel yang menjadi pemilihan dari Dewan Pengupahan," jelasnya.

Sementara untuk di upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang mengacu pada PP Nomor 51/2023 batas terakhir penetapan pada 30 November 2023 nanti. Jelasnya, belajar dari tahun sebelumnya, yang menetapkan UMK itu hanya kota. Sementara kabupaten hanya mengikuti dari UMP. Untuk penetapan UMK di kota pun harus lebih dari UMP.

"Makanya selama ini, tahun kemarin provinsi punya (UMP) Rp 2,12 juta. Sementara kota punya sudah Rp 2,2 juta. Dan itu yang benar. Kabupaten belum menetapkan itu, mereka manut ke provinsi," kata Sylvia.

Dijelaskan, UMK yang dibahas akan dianalisa oleh Dewan Pengupahan apakah sesuai dengan PP Nomor 51/2023 atau tidak. Selanjutnya, direkomendasikan ke penjabat gubernur untuk ditetapkan.

Menjawab terkait permintaan serikat pekerja atau buruh yang meminta kenaikan UMP 15 persen, Sylvia  mengatakan harus kembali mengacu pada PP Nomor 51/2023.

"Permintaan dari buruh naik 15 persen. Itu permintaan, tapi dalam PP 51 tidak seperti itu bacaannya dan Dewan Pengupahan itu juga ada serikat buruh didalam," tegasnya.

Menurutnya, penetapan UMP bagi pekerja di bawah setahun perlu memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, daya beli dan sebagainya.

"Paling penting pemerintah itu ada ditengah, menjaga kesejahteraan pekerja sehingga ada jaring pengaman yang menjaga, lalu juga harus menjaga iklim investasi daerah," tuturnya.

Sehingga, apabila ada permintaan tinggi dari buruh, tetapi perusahaan tidak mampu mewujudkannya, kemudian tidak ada investasi, berujung pada bangkrutnya perusahaan.

"Investasi tidak mampu, lalu kemudian gulung tikar dan PHK, jadi pemerintah pusat ikut memastikan di daerah penetapannya mengacu pada PP 51 dan kita tidak boleh keluar dari peraturan pemerintah," tambahnya.

Sylvia melanjutkan, ada pengawas ketenagakerjaan yang mengawasi sistem pengupahan di perusahaan-perusahaan.

"Sistem dan aplikasi yang dilakukan ada namanya Wajib Lapor Ketenagakerjaan Perusahaan (WLKP) didalamnya berisi besaran pengupahan yang diberikan," sambungnya.

Jadi, pemerintah selain mengunjungi perusahaan, juga melakukan pengawasan melalui WLKP. Namun, jika ada perusahaan yang tidak memberi upah sesuai dengan UMP yang ditetapkan atau di perusahaannya tidak ada struktur skala upah, maka bisa melakukan pengaduan ke pemerintah.

"Kami berkoordinasi lewat lembaga Tripartit yang ada serikat pekerja buruh, ada pemerintah juga. Jadi sistem pengawasan juga dilakukan oleh serikat pekerja dan buruh dapat memberi pengaduan kepada dinas," katanya. (cr1/ays)

  • Bagikan