Hitungan Kerugian Negara Tidak dengan Pola BGS

  • Bagikan
IMRAN LIARIAN/TIMEX IKUT SIDANG. Empat orang terdakwa mengikuti jalannya sidang perkara Tipikor pemanfaatan aset tanah Pemprov NTT di Labuan Bajo di Pengadilan Tipikor Kupang, Selasa (19/3).

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Pola kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) antara Pemerintah dengan mitra kerja sama dalam hal ini pihak swasta itu tidak ada uang negara. Sebab, tanah milik pemerintah yang awalnya tidak memiliki nilai kontribusi itu lalu pemerintah bekerja sama dengan pihak swasta sehingga hasilnya pemerintah menerima kontribusi atas tanah tersebut.

"Tidak ada formula menghitung kerugian keuangan negara menggunakan pola BGS," kata Sudirman selaku Ahli Konsultan Keuangan Negara saat memberikan keterangan dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi pemanfaatan aset tanah milik Pemerintah Provinsi NTT di Pantai Pede Labuan Bajo.

Sidang ini berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang, Selasa(19/3). Pada kesempatan sidang tersebut, ahli menambahkan bahwa manfaat yang didapat dari konsep kerja sama BGS adalah tanah pemerintah yang tidak produktif kemudian dikerjasamakan ke pihak swasta. Maka, setelah selesai masa kontrak, semua yang berada di atas tanah itu menjadi milik pemerintah.

"Sampai saat ini belum ada peraturan tentang menilai kontribusi BGS. Sewa dan BGS ini yang paling untung adalah konsep kerja sama BGS," jelasnya.

Apakah pola BGS ini bisa untuk menghitung kerugian keuangan negara? Atas pertanyaan itu, ahli mengaku baru kali ini ia menemukan pola seperti itu.

"Saya baru kali ini temukan BGS dijadikan kerugian keuangan negara," ujarnya.

Apakah penilai itu menilai wajar tanah ataukah menilai kontribusi? Ahli mengaku menilai wajar tanah, bukan menilai kontribusi.

Untuk diketahui, jalannya sidang ini dipimpin Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek didampingi dua orang hakim anggota yakni Lizbet Adelina dan Mike Priyantini. Turut hadir JPU Kejati NTT, Herry Franklin didampingi rekannya.

Sementara empat orang terdakwa yakni Thelma Bana, selaku mantan Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Heri Pranyoto selaku Direktur PT SIM, Lydia Chrisanty Sunaryo selaku Direktur PT. Sarana Wisata Internusa (SWI) dan Terdakwa Bahasili Papan selaku Pemegang Saham Tidak Langsung PT. SIM dan Pemegang Saham PT. SWI hadir dipersidangan didampingi kuasa hukumnya Khresna Guntarto beserta rekannya.

Oleh majelis hakim, sidang akan kembali dilanjutkan pada Jumat (22/3) dengan agenda mendengarkan keterangan para terdakwa. (r1/gat)

  • Bagikan