Baru Terdaftar 300 Ribu Peserta, Perlu Peningkatan Kesadaran BPJS Ketenagakerjaan di NTT

  • Bagikan
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kupang, Christian Natanael Sianturi. (FOTO: Dok. BPJamsostek)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Keikutsertaan masyarakat dalam mengikuti program jaminan sosial masih sangat rendah. Hingga tahun 2023, kepesertaan aktif dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan baru mencapai angka 300 ribu orang dari total jumlah penduduk NTT saat ini.

Salah satu faktor penyebab minimnya jumlah keikutsertaan masyarakat mengikuti program perlindungan jaminan sosial karena rendahnya dukungan pemerintah daerah juga dukungan semua pemangku kepentingan.

Bahkan masih ada keraguan masyarakat terhadap kelanjutan program BPJS Ketenagakerjaan bila suatu saat dapat gagal bayar terhadap hak-hak peserta.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Kupang, Christian Natanael Sianturi, mengakui coverage peserta BPJS Ketenagakerjaan di NTT baru menyentuh di angka 30 persen atau 300 ribu orang dari angkatan kerja.

Menurut Christian, jumlah keanggotaan aktif ini masih sangat rendah. "Sebenarnya ini rapor merah juga buat pemerintah daerah karena masyarakat NTT yang punya jaminan sosial baru 30 persen. Sisanya belum mempunyai jaminan sosial,” ungkap Christian belum lama ini di Kupang.

Christian mengayakan, guna mendongkrak jumlah kepesertaan di tahun 2024, pihaknya menargetkan dua kali lipat dari jumlah anggota aktif saat ini. Salah satu target kelompok peserta yang menjadi sasaran BPJS Ketenagakerjaan yakni pekerja informal atau pekerja bukan penerima upah, seperti petani, pedagang, dan nelayan.

Untuk mendukung taget kepesertaan sektor Informal, lanjutnya, BPJS Ketenagakerjaan siap bergandengan tangan dengan stakeholder lain seperti pemerintah daerah, pemdes, perbankan, koperasi, dan kelompok kategorial seperti rumah rumah ibadah.

”Tahun ini kami lebih ekstra, kami siap lakukan soaialisasi ke peserta termasuk juga menyediakan kanal-kanal pembayaran untuk memudahkan pembayaran. Seperti perbankan, pegadaian, alfamart dan Indomaret. Kami juga punya sistem keagenan sebagai perpanjangan tangan untuk menerima pembayaran dari masyarakat,” bebernya.

Christian menambahkan, program jaminan sosial BPJS Ketenagakerjaan ini sangat bagus dan iurannya sangat murah. Iuran mulai dari Rp 16.800 karena sudah meng-cover dua jaminan sosial, yakni jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian.

Ada juga jaminan tabungan hari tua, peserta hanya menambah iuran Rp 20 ribu. Selain itu, lanjutnya, BPJS Ketenagakerjaan juga menyiapkan beasiswa gratis bagi anak-anak. Saat ini sudah mencapai 1.600 orang yang dibiayai oleh BPJS.

“Sebenarnya masyarakat tidak perlu takut dengan BPJS karena BPJS adalah badan resmi milik negara, tidak sama dengan asuransi komersial. Bahkan BPJS tidak akan pernah gagal bayar dan selalu siap menunaikan kewajibannya membayar hak-hak peserta,” tandasnya.

Christian juga menegaskan manfaat yang diberikan BPJS Ketenagakerjaan tersebut diharapkan mampu menjaga pekerja dan keluarganya tetap dapat hidup layak dan tidak jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

”Semakin banyak daerah dengan jumlah peserta yang punya jaminan sosial maka seharusnya daerah itu makin maju. Karena tidak akan tercipta orang miskin baru,” katanya.

Christian optimis, untuk target sasaran kepesertaan kali ini, BPJS tidak fokus di satu ekosistem saja. Selain fokus pada sektor pekerja informal atau Bukan Penerima Upah serta UMKM, strategi lainnya juga menyasar pada kelompok pekerja rentan.

”Guna mencapai target tersebut, salah satu kampanye yang kami galakan yakni program perlindungan pekerja rentan desa. Misalkan setiap desa bisa beri perlindungan kepada 100 orang pekerja rentan. Biayanya cuma 20 juta untuk 100 orang setahun diambil dari APBDdes,” urainya.

Sebagai badan negara, demikian Christian, BPJS Ketenagakerjaan tidak mengejar keuntungan. Semua hasil iuran masyarakat adalah hak konstitusi seluruh peserta atau calon peserta untuk dilindungi.
Berdasarkan data tahun 2023, BPJS Ketenagakerjaan telah membayar klaim sebesar Rp 500 miliar.
Kendati demikian, iuran yang diterima hanya Rp 190 miliar. ”Ini sebuah konsekuensi. Walau terjadi kemacetan pembayaran, kita masih disubsidi dari daerah lainnya,” tutupnya. (*/aln)

  • Bagikan