Bantuan dan Pengembangan UMKM Berkelanjutan di Kota Kupang

  • Bagikan

Oleh : Rikardus Outniel Yunatan

( Pegiat UMKM  )

UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) adalah pilar utama perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, UMKM berkontribusi lebih dari 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Namun, meski perannya sangat signifikan, UMKM, terutama di daerah seperti Kota Kupang, masih menghadapi banyak tantangan, termasuk keterbatasan akses keuangan, rendahnya inovasi, serta kurangnya kemampuan beradaptasi dengan perubahan pasar.Di Kota Kupang pada akhir  Januari 2024 menurut data yang dihimpun, terdapat 12.626 pelaku  UMKM yang bergerak dalam sektor Usaha Perdagangan dan Kuliner, Dimana 12.515 berada dalam “ skala Mikro ” dan hanya 111 di antaranya yang berada pada “ skala Kecil ”. Sedangkan yang tergolong “ skala usaha Menengah ” tidak ada pelaku usaha yang terdata. Jumlah yang besar ini menunjukkan bahwa Kota Kupang sangat bergantung pada UM (Usaha Mikro) atau belum mampu berpindah untuk “naik kelas “ ke skala usaha di atasnya. Mengapa ? Karena para pelaku usaha yang ada masih  memiliki keterbatasan kapasitas dan sumber daya. Hal ini membuat pelaku usaha yang  sangat memerlukan dukungan pemerintah untuk berkembang. Sayangnya, meskipun pemerintah dengan berbagai program dan kegiatannya telah  secara rutin menyalurkan anggaran untuk bantuan UMKM, masih ada banyak masalah dalam penerapan kebijakan ini, terutama terkait transparansi, akuntabilitas, dan efektivitas bantuan.

Proses Penerapan Kebijakan: Lebih dari Sekadar Bantuan Finansial

Selama ini, kebijakan bantuan pemerintah cenderung dinilai dari hasil akhir seperti berapa banyak UMKM yang menerima bantuan atau berapa total dana yang disalurkan. Namun, penilaian ini mengabaikan proses penerapan kebijakan yang sama pentingnya. Apakah bantuan yang disalurkan tepat sasaran?, Apakah proses distribusi bantuan transparan dan akuntabel?, Bagaimana kualitas bantuan tersebut?

Berdasarkan pengamatan di Kota Kupang, “transparansi dan akuntabilitas” dalam proses penerapan kebijakan sering kali dipertanyakan. Banyak pelaku UMKM mengeluh bahwa bantuan yang seharusnya diperuntukkan bagi mereka tidak sampai atau justru diberikan kepada pihak yang tidak memerlukan. Ada kecenderungan bantuan tidak selalu tepat sasaran karena berbagai kepentingan, baik di tingkat lokal maupun pusat. Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah masih perlu terus  untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan, serta melakukan evaluasi yang lebih mendalam mengenai kualitas dan dampak dari bantuan tersebut.

Selain itu, meskipun bantuan seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah menjangkau ribuan UMKM, banyak pelaku usaha di Kupang yang mengatakan  bahwa bantuan finansial saja masih dirasakan tidak cukup. Pelaku UMKM membutuhkan lebih dari sekadar dana, antar lain mereka membutuhkan “ pelatihan yang kreatif dan relevandengan kondisi  lokal, yang bisa membantu mereka memanfaatkan potensi daerah dalam menghadapi tantangan globalisasi.

Kapabilitas Inovasi: Kunci Utama untuk Keberlanjutan UMKM

Selain bantuan finansial,” kapabilitas inovasi ” merupakan faktor kunci yang sering diabaikan dalam pengembangan UMKM. “ Teori kapabilitas ” yang diperkenalkan oleh Amartya Sen dan Martha Nussbaum menekankan bahwa kesejahteraan entitas seperti UMKM tidak hanya diukur dari aspek ekonomi seperti pendapatan atau modal, tetapi juga dari  “ kemampuan berinovasi, beradaptasi, dan memanfaatkan peluang ”.

Di Kota Kupang, sebagian besar pelaku Usaha pada Mikro dan  skala Kecil masih sedang terus berjuang untuk berinovasi. Dari sekian banyak pelaku usaha masih cukup banyak yang belum memanfaatkan teknologi digital dalam operasional bisnis mereka. Hal ini menjadi penghambat dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing mereka di pasar yang semakin kompetitif, baik di tingkat nasional maupun global. “ Inovasi berbasis lokal ” sangat penting di sini karena Kota Kupang memiliki potensi besar dari hasil perikanan, aneka tenunan, kerajinan tangan, kuliner  yang bisa diolah menjadi produk unggulan. Namun, tanpa pelatihan yang tepat dan kreatif, potensi ini sulit dimanfaatkan secara optimal.

Oleh karena itu, pelatihan yang diberikan kepada UMKM harus lebih utamakan “ kreatif ” dan “ disesuaikan dengan potensi lokal “ serta “ berhemat dalam segi proses pelaksanaan “. Pelatihan yang hanya masih  berfokus pada manajemen keuangan atau pemasaran dasar tidak akan cukup pada saat ini, tetapi  Pemerintah perlu memfasilitasi pelatihan yang mengajarkan cara memanfaatkan teknologi, mengembangkan produk berbasis potensi lokal, serta bagaimana memposisikan produk tersebut di pasar global.

Kebijakan Berbasis Kapabilitas untuk Keberlanjutan UMKM

Dengan tantangan yang dihadapi oleh UMKM di Kota Kupang, pemerintah perlu mengubah pendekatan kebijakan dari sekadar menyalurkan bantuan finansial menjadi kebijakan yang lebih berfokus pada “ pengembangan kapabilitas inovasi “ dan  “ adaptasi pasar ”. Kebijakan yang berbasis kapabilitas ini akan membantu UMKM di Kupang tidak hanya bertahan dalam jangka pendek, tetapi juga berkembang dalam jangka panjang.

Beberapa langkah konkret yang dapat diambil sebagai solusi oleh pemerintah meliputi:

Pertama, meningkatkan “ transparansi dan akuntabilitas ” dalam proses penyaluran bantuan. Pemerintah perlu memastikan bahwa bantuan yang diberikan benar-benar sampai kepada pelaku UMKM yang benar - benar membutuhkan, dan tidak jatuh ke tangan pihak yang tidak tepat. Hal ini bisa dilakukan dengan memperkuat sistem audit dan evaluasi kebijakan.

Kedua, meningkatkan ” akses informasi “ tentang program bantuan. Pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh pelaku UMKM, khususnya yang skala mikro, mendapatkan informasi yang cukup tentang program bantuan yang tersedia. Informasi ini harus disebarluaskan dengan cara yang efektif dan menjangkau seluruh pelaku usaha.

Ketiga, memperluas program “ pelatihan inovasi ” Selain memberikan bantuan finansial, pemerintah juga harus menyediakan program pelatihan yang fokus pada pengembangan kapabilitas inovasi, termasuk pemanfaatan teknologi digital, pengembangan produk lokal, dan strategi pemasaran yang lebih efektif.

Keempat, memperkuat evaluasi kebijakan Pemerintah perlu menekankan evaluasi yang lebih ketat terkait “ kualitas bantuan “, bukan hanya berapa banyak dana yang telah disalurkan. Dampak jangka panjang dari bantuan harus dievaluasi, dengan melihat bagaimana bantuan tersebut benar-benar membantu meningkatkan kapabilitas inovasi dan keberlanjutan UMKM.

Akhirnya, UMKM merupakan masa depan perekonomian Indonesia, terutama di daerah seperti Kota Kupang. Namun, tantangan yang dihadapi oleh pelaku usaha skala mikro dan kecil tidak dapat diatasi hanya dengan bantuan finansial atau bantuan tunai saja. Tetapi perlu suatu terobosan Kebijakan yang berbasis pada “ penguatan kapabilitas inovasi,  penguatan akses informasi, transparansi, dan akuntabilitas serta penguatan pada evaluasi sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan UMKM. Dengan langkah-langkah ini, UMKM di Kupang akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan, menjadi lebih inovatif, dan mampu bersaing di pasar yang semakin kompetitif. SALAM SUKSES UMKM.***

  • Bagikan