KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Pemerintah Kota (Pemkot) diminta konsisten menjalani kesepakatan bersama terkait pelaksanaan program bantuan seragam sekolah bagi para siswa SD/SMP di Kota Kupang. Salah satunya adalah kejelasan mengenai pengadaan rompi tenun bagi siswa sebagaimana hasil kesepakatan dan keputusan dalam persidangan anggaran murni tahun 2022.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kupang sebelumnya menetapkan anggaran sebesar Rp 6 miliar lebih untuk pengadaan seragam sekolah bagi siswa di Kota Kupang dalam APBD murni tahun 2022.
Anggota DPRD Kota Kupang, Tellenmark Daud, mengingatkan Pemkot melalui Dinas Pendidikan agar konsisten menjalani keputusan bersama itu. Dewan akan terus mengawal pelaksanaan program ini. “Kita harap Pemkot (Kupang) tetap konsisten. Tidak mengubah kesepakatan sepihak atas pelaksanaan program itu,” kata Tellend saat diwawancarai di kantornya, Jumat (7/1).
Pemkot mengusulkan program bantuan seragam sekolah untuk siswa di Kota Kupang, dan menghendaki agar pembagian seragam sekolah itu bertumpu pada data pokok pendidikan (Dapodik) Dinas Pendidikan.
Terkait hal ini, DPRD Kota Kupang menyarankan agar program itu diperuntukan bagi warga miskin perkotaan saja, tidak menggunakan Dapodik sebagai dasar penyalurannya. Gunakan saja Data Tepadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Dinas Sosial.
Menurut Tellenmark Daud, jika mengacu pada data Dapodik, maka semua siswa wajib mendapat bantuan itu, termasuk siswa dari keluaraga mampu.
Untuk itu, Tellenmark Daud menghendaki bantuan seragam sekolah itu hanya untuk keluarga tidak mampu saja, sehingga mesti mengacu pada DTKS.
“Jika mengacu pada DTKS, maka jelas, ada kelebihan anggarannya, karena hanya warga miskin yang mendapatkan seragam itu dari sebelumnya yang diajukan Pemkot, dimana semua siswa wajib mendapatkannya. Saya sarankan kelebihan anggaran itu, diperuntukan lagi untuk pengadaan rompi tenun,” katanya.
Tellen Daud menyebutkan, pengadaan rompi tenun itu juga sejalan dengan program pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, sebagaimana arahan pemerintah pusat. Dengan rompi tenun itu, sebut Tellend Daud, secara otomatis para penenun di Kota Kupang ikut diberdayakan.
“Yang mendapat keuntungan dari ini (Pengadaan ropi tenun, Red) tentu penenun-penenun kita di Kota Kupang. Daripada uang miliaran rupiah itu harus dibelanjakan di luar Kota Kupang, lebih baik, berputar di sini,” tegas mantan Ketua DPRD Kota Kupang ini.
Untuk itu, Telend kembali memperingatkan pemerintah agra konsisten dengan kesepakatan itu. Pemerintah jangan mengubah secara sepihak. “Ini merupakan keputusan rapat, dan harus dilaksanakan. Kalau tidak itu melanggar aturan, karena APBD itu ditetapkan berdasarkan pembahasan bersama antara DPRD dan pemerintah. Dari hasil pembahasan itu, lahirlah kesepakatan dan dituangkan dalam peraturan daerah,” katanya.
BACA JUGA: Bukan Prioritas, Bantuan Seragam Sekolah Tak Masuk Usulan APBD 2022
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) Kota Kupang, Djumuliahi Djami mengaku masih mempertimbangkan pengadaan rompi untuk para siswa itu, sebab harga rompi, beda tipis dengan seragam sekolah.
Untuk itu, ia sedang berkoordinasi dengan Ketua DPRD Kota Kupang, selanjutnya menyurati Gubernur NTT untuk mempertimbangkan hal itu.
Dumul mengatakan, pengadan seragam sekolah itu, berdasarkan Dokumen Pelakaksana Anggaran (DPA) pada dinas tersebut. Di DPA itu sudah tertera jumlah siswa penerima bantuan itu. “Jadi jumlah penerimanya berapa, sesuai DPA, itu yang kita laksanakan,” katanya.
Dumul mengatakan, tidak bisa mengacu pada DTKS Dinas Sosial karena belum secara jelas menerangkan apakah keluarga tidak mampu itu, memikiki anak yang masih sekolah atau tidak, sehingga tetap berpedoman pada DPA yang ada.
Jumlah penerima bantua seragam, sebagaimana tertera dalam DPA Dinas, jumlah siswa SD penerima bantuan kurang lebih 40 ribu dan SMP sebanyak 4.000 siswa.
Terkait pembelian rompi, Dumul Djami belum secara tegas menyatakan dilaksanakan dan masih berkoordinasi dengan pimpinan dewan agar menyurati gubernur.
Dumul mengakui, kesepakatan bersama DPRD Kota itu memang menghendaki pembelian rompi juga, namun setelah survei lapangan berbeda, dan masih dipertimbangkan. “Kesepakatan memang seperti itu, sebagian seragam dan sebagian rompi. Tapi ketika kita turun lapangan harganya beda,” terangnya.
Harga satu rompi yang paling murah, sebut Dumul, lebih kurang Rp 125 ribu. Sedangkan seragam yang paling mahal pada kisaran Rp 121 ribu. Ini belum termasuk pajak atas pengadaan seragam sekolah itu.
“Kalau harga dasarnya Rp 125 ribu. Berapa pajak? Kemudia berapa keuntungan pengusaha, kan sudah lebih mahal, ini yang kita tidak mampu, kalau kita ikuti arahan mereka (DPRD),” katanya.
Djumul mengaku, setelah mengetahui harganya seragam itu, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Ketua DPRD kota Kupang dan sedang menunggu keputusannya. (r2)