Valentine Vote di Tahun 2024

  • Bagikan

Komisi II DPR RI bersama Pemerintah (Diwakili Mendagri), KPU, dan Bawaslu telah menyepakati tanggal pemungutan suara Pemilu 2024, yakni 14 Februari 2024. Kesepakatan ini tercapai pada Rapat Kerja Komisi II DPR, Senin (24/1/2022). Jika dihitung, maka pelaksanaan pemungutan suara kurang lebih dua tahun lagi. Secara proses dan normatif, kita tahu bersama bahwa pemungutan suara hanya salah satu dari sekian banyak tahapan dalam setiap penyelenggaraan Pemilu.

Mengapa Pemungutan suara adalah salah satu tahapan yang penting? Karena dalam tahapan ini, pada setiap TPS, seluruh pihak bertemu di waktu dan tempat yang sama. Semua dengan kepentingannya masing-masing. Tidak kurang dari penyelenggara (KPPS dan Pengawas TPS), pemilih, calon/pasangan calon beserta Saksi masing-masing, dan aparat keamanan. Belum lagi pemantau Pemilu dan awak media yang meliput. Bahkan, pemungutan suara harus dilanjutkan dengan penghitungan suara tingkat TPS, yang harus selesai pada hari itu juga.

Di sisi lain, penghitungan suara di TPS juga menyedot perhatian lebih berbagai pihak ketimbang proses pemungutan suara. Karena dari penghitungan suara inilah diketahui siapa calon/pasangan calon yang unggul di TPS. Inilah momen yang ditunggu-tunggu. Kesalahan penghitungan satu suara saja bisa rumit akibatnya. Tidak hanya Saksi calon/pasangan calon dan Pengawas TPS yang mengawasi setiap proses yang berlangsung karena masyarakat pemilih serta pemantau juga memelototi semuanya, sekalipun tidak memiliki hak bicara layaknya Saksi dan Pengawas TPS.

Karena begitu pentingnya tahapan pemungutan dan penghitungan suara di TPS, menjadi lumrah di masyarakat bahwa Pemilu adalah pemungutan suara. Begitupun sebaliknya. Sehingga tanggal pemungutan suara sering dimaknai sebagai tanggal Pemilu. Padahal pemungutan suara hanyalah salah satu tahapan dalam Pemilu, yang seluruh rangkaiannya memakan waktu hingga berbulan-bulan. Sebagai contohnya adalah Valentino Rossi, mantan juara dunia MotoGP, hanyalah salah satu (mantan) pembalap MotoGP. Tapi tidak jarang orang ketika menonton kejuaraan balap motor tersebut sering menyebut nonton Rossi bukan nonton MotoGP.

Sebab itu, pemungutan dan penghitungan suara di TPS kadung dianggap sebagai yang paling utama atau magnet dalam Pemilu. Tidak heran jika istilah serangan fajar melekat pada subuh hari pemungutan suara. Karena pada hari itu kita bisa melihat siapa pemenang di tingkat TPS. Namun sekali lagi, pemungutan dan penghitungan suara hanya satu dari sekian tahapan yang harus dijalani dalam setiap Pemilu. Ia merupakan bagian integral dari tahapan Pemilu itu sendiri.

Pemungutan dan penghitungan suara memang memiliki pesonanya tersendiri. Mempunyai daya magis yang membuat setiap orang tertarik untuk datang ke TPS. Bukan hanya untuk menyalurkan hak pilih ataupun menjalankan tugas sebagai penyelenggara, aparat keamanan maupun pemantau. Bahkan sekadar untuk menonton proses penghitungan suara untuk mengetahui jagoannya menang atau tidak. Semuanya terjadi di TPS. Dengan telah disepakatinya tanggal pemungutan suara, selanjutnya menjadi tugas KPU untuk menyusun rancangan tahapan, program, dan jadwal Pemilu. Termasuk di dalamnya tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Tahapan, program, dan jadwal yang disusun melalui Peraturan KPU akan menjadi acuan dalam menyelenggarakan setiap tahapan. Agar tahapan dapat berjalan dengan baik, perlu berkaca pada tahapan Pemilu tahun 2019. Peraturan KPU yang nantinya dihasilkan hendaknya menjawab permasalahan yang terjadi pada Pemilu sebelumnya. Juga harus mampu mengantisipasi potensi masalah baru yang bisa saja muncul pada Pemilu tahun 2024. Salah satu yang berbeda dengan Pemilu terakhir adalah penyesuaian terhadap situasi COVID-19 yang justru belakangan mulai menanjak lagi grafiknya.

Berkaca pada Pemilihan Tahun 2020, bangsa Indonesia juga termasuk bangsa spartan selain Korea Selatan dan negara lainnya yang mampu melaksanakan pemilihan dalam situasi penyebaran COVID-19. Kepatuhan pada protokol kesehatan selama berlangsungnya Pilkada tahun 2020 perlu dijadikan rujukan sambil terus menyesuaikan dengan pola mutasi virus yang selalu memunculkan varian baru. Tentu munculnya varian baru mengharuskan penyesuaian pola penanganan, agar Pemilu tidak menjadi klaster penyebaran COVID-19. Pengaturan seperti ini harus masuk dalam norma teknis penyelenggaraan Pemilu, agar menjadi standar bersama bagi seluruh pihak yang terlibat di dalamnya.

Salah satu tahapan yang rawan terhadap COVID-19 dalam hal ini tentu adalah pemungutan dan penghitungan suara. Dilemanya adalah, di satu sisi perlu diatur agar keselamatan bersama tidak dikesampingkan, sementara di sisi lain lamanya waktu pemungutan dan penghitungan suara menjadi cacatan negatif pada Pemilu 2019. Sebagai catatan, Pemilu tahun 2019 tidak berlangsung dalam situasi COVID19. Namun pemungutan dan penghitungan suara di TPS memakan waktu yang begitu panjang, sampai melampaui aturan teknis, karena berlangsung hingga lebih dari satu hari. Apalagi nanti tahun 2024. Jika berlangsung dengan protokol kesehatan yang ketat, maka dibutuhkan terobosan agar yang terjadi pada tahun 2019 tidak terulang.

Sebenarnya yang menyebabkan pemungutan maupun penghitungan suara di TPS menyedot waktu panjang adalah surat suara. Lima jenis surat suara untuk lima jenis pemilihan (Presidan dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) sepintas kelihatannya biasa saja, tidak ada masalah. Namun dalam pelaksanaannya, kita saksikan sendiri pada Pemilu 2019 begitu luas dampaknya bahkan sampai merenggut ratusan nyawa penyelenggara. Sadar akan hal ini, wacana penyederhanaan surat suara adalah solusi konkret yang perlu dimasukkan dalam Peraturan KPU yang sedang disusun.

Rakyat ketika melaksanakan hak politik, prosedurnya haruslah tidak membuat repot dan bingung. Namun inilah yang terjadi pada Pemilu tahun 2019. Lima jenis surat suara dalam wujud kertas berukuran besar harus dicoblos dengan hati-hati, agar tidak terjadi salah coblos. Lima surat suara ini juga harus dipastikan dalam keadaan baik, baru dicoblos satu per satu, kemudian dilipat kembali dan dimasukkan ke lima kotak suara berbeda. Ini saja sudah cukup menyita waktu pemilih.

Lebih lagi pada saat penghitungan suara. Proses ini menyedot waktu hingga berjamjam dikarenakan harus melakukan penghitungan suara untuk lima jenis pemilihan dengan lima lembar surat suara yang berbeda pada Pemilu tahun 2019. Inilah yang harus diantisipasi pada Pemilu tahun 2024. Jika lima jenis pemilihan ini bisa dipadatkan ke dalam satu atau dua lembar surat suara saja, akan sangat menghemat waktu pemungutan dan penghitungan suara. Apabila menjadi satu lembar surat suara tidak memungkinkan, setidaknya dua lembar surat suara sudah cukup menghemat waktu pemungutan dan penghitungan suara. Terutama untuk penghitungan suara. Satu lembar memuat dua sampai tiga jenis pemilihan (lembar pertama untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, dan DP; sedangkan lembar kedua untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/kota). Belum lagi pasca penghitungan suara, penyelenggara KPPS disibukkan pula dengan menyalin C1-Plano secara manual (C-Salinan) untuk diberikan kepada Pengawas TPS maupun saksi yang berada dalam TPS. Proses yang cukup menyita waktu dan Pemilu tahun 2019 menjadi cerita bagi penyelenggara dan semua pihak untuk dapat mengevaluasi proses dan berbenah secara baik dalam pelaksanaan Pemilu tahun 2014 maupun pemilihan Kepala Daerah pada bulan November tahun 2024.

Yang menarik juga untuk ditunggu adalah bagaimana peran KPU dalam pemanfaatan teknologi informasi yang akan digunakan baik di pemilihan umum maupun pemilihan kepala daerah di tahun 2024. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi tentu menjadi penting untuk dapat diterapkan secara tepat. Hal ini perlu dilakukan agar dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja KPU dalam memberikan fasilitas dan pelayanan, baik kepada pemilih maupun kepada peserta pemilu pada saat penyelenggaraan tahapan terkhususnya tahapan pemungutan dan penghitungan suara.

Dalam pemilu serentak 2019 yang lalu, KPU telah memanfaatkan teknologi informasi dalam sejumlah aplikasi seperti Sistem Informasi Partai Politik (Sipol), Sistem Informasi Pendaftaran Pemilih (Sidalih), Sistem Informasi Perhitungan Suara (Situng) dan sejumlah sistem aplikasi-aplikasi lainnya. Pada saat pemilihan serentak 2020 KPU juga melakukan terobosan dengan menerapkan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Walaupun demikian, masih terdapat beberapa kendala dan kelemahan dalam pelaksanaan terhadap seluruh aplikasi milik KPU tersebut. Apalagi daerah –daerah terpencil yang memiliki kendala jaringan dan listrik. Sebagai contohnya, penggunaan Sirekap di Pilkada 2020 saja masih banyak mengalami kendala dan kekurangan. Tantangan yang terbesar sebetulnya juga untuk tahun 2024. Penggunaan Sirekap di dalam Pilkada jauh lebih sederhana daripada kebutuhan penggunaan Sirekap/Situng di Pemilu 2024 yang akan ada pemilihan Presiden, DPR, DPD dan DPRD Provinsi/Kabupaten secara serentak.

KPU perlu melakukan evaluasi dan perbaikan serta pengembangan atas seluruh sistem informasi teknologi melalui inovasi dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan. Tentunya pengembangan melalui inovasi teknologi informasi tidak mengabaikan proses sebelumnya yang telah berjalan dengan baik. KPU musti memikirkan tentang perlunya Master Plan teknologi informasi yang mumpuni dengan juga melibatkan para ahli IT maupun peran dunia kampus serta peran Pemerintah terhadap kendala listrik dan jaringan pada daerah terpencil.

Penyesuaian juga perlu dilakukan di tahapan kampanye. Wacana untuk mempersingkat masa kampanye juga perlu menjadi perhatian. Waktu 45-60 hari sepertinya sudah cukup bagi para calon/pasangan calon. Apalagi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, kampanye secara digital lebih praktis dan efisien dibanding metode konvensional seperti pertemuan terbatas/pertemuan tatap muka/rapat umum. Ini juga lebih sesuai dengan penerapan protokol kesehatan apabila pandemi COVID-19 masih terus muncul dengan varian-varian baru hingga tahun 2024. Sehingga di saat yang sama agenda politik dan agenda kesehatan bisa berjalan beriringan. Ini juga tentunya bisa menekan ongkos politik bagi para calon/pasangan calon.

Tanggal pemungutan suara telah ditetapkan. Penetapan ini dicapai setelah melalui proses musyawarah yang cukup panjang. Bahkan sempat diselingi dengan isu penundaan. Tanggal pemungutan suara ditetapkan atas dasar kesepakatan berbagai pihak yang terlibat. Ini mesti menjadi pertanda, bahwa mengurus Pemilu bukan urusan kewajiban penyelenggara saja. Bukan pula kepentingan para politisi untuk meraih kekuasaan semata. Ini adalah kepentingan segenap rakyat Indonesia. Karena Pemilu adalah bagian dari proses demokrasi proedural dan sarana kedaulatan rakyat untuk memilih pemimpinnya, agar mengemban amanat dan mengabdi kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan itu sendiri.

Besar harapan kita agar KPU dalam menyusun tahapan, program, dan jadwal Pemilu membuka ruang diskursus seluas-luasnya bagi para pemangku kepentingan. Sehingga dapat mengakomodir kepentingan seluruh pihak. Tidak hanya kepentingan, penyelenggara ataupun peserta. Tetapi yang lebih utama, kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Dalam penyelenggaraan Pemilu perlu dibangun kesepahaman bersama, bahwa ini adalah cara untuk melayani hak asasi manusia. Ya, hak untuk memilih dan dipilih. Terlebih lagi, tanggal pemungutan suara 14 Februari 2024 adalah tanggal istimewa.

Karena setiap tanggal 14 Februari selalu diperingati sebagai hari kasih sayang, dan dirayakan dengan penuh sukacita. Seluruh dunia berbagi kasih pada tanggal tersebut. Maka ketika pemungutan dan penghitungan suara berlangsung tanggal 14 Februari 2024 nanti, hendaknya kasih sayang itu juga terpancar dan menyebar di setiap TPS seluruh Indonesia. Ini dapat terwujud bila sedari jauh hari semuanya telah dipersiapkan dengan baik. Inilah saatnya kita mempersiapkan semuanya, sehingga ketika tahapan dimulai, baik personel penyelenggara maupun regulasi teknis sudah dalam kondisi siap. Koordinasi dan sosialisasi kepada pihak terkait juga harus selalu dilakukan, untuk meminimalisir potensi konflik, baik antarpeserta maupun konflik horizontal di tingkat masyarakat. Dan pada akhirnya benar-benar terwujud Valentine Vote pada 14 Februari 2024. (*)

*) Komisioner Bawaslu TTU, Koordiv. Pengawasan, Humas dan Hubungan Antar Lembaga

  • Bagikan