Menepis Mentalitas Gila Hormat dan Pamrih

  • Bagikan
Rm. Siprianus S. Senda, Pr

Rm. Siprianus Soleman Senda, Pr

Dosen Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang

TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Salah satu kecenderungan manusia adalah ingin mendapat tempat kehormatan. Ada ambisi menduduki tempat terhormat. Ada rasa bangga bila dihormati, dipuji, dan diakui di ruang publik. Maka ambisi ini mendorong orang melakukan pelbagai trik dan cara untuk mendapatkan kehormatan itu. Kerap menghalalkan segala cara. Bersaing dan berebut dengan sesama penggila hormat. Saling menjegal dan menjatuhkan.

Fenomena sosial ini menggambarkan salah satu sisi kejiwaan manusia yang gila hormat dan pamrih. Orang melakukan sesuatu tidak tulus tetapi ada niat pamrih yang dikejar untuk mencari popularitas. Ujung-ujungnya kembali ke gila hormat tadi. Apa yang diperbuatnya berpamrih untuk mendapatkan pujian, kehormatan, popularitas. Niat terselubung ini dibungkus dengan perbuatan yang tampak baik.
Yesus melalui bacaan Injil Luk 14:1.7-14 mengkritik mentalitas gila hormat dan pamrih. Ada dua perumpamaan. Yang pertama tentang undangan. Yang kedua tentang pengundang. Melalui perumpamaan tentang diundang ke pesta perkawinan dan mengadakan perjamuan untuk undangan tertentu, Yesus mengkritisi motif palsu dan menawarkan motif otentik. Kedua perumpamaan itu menyoroti perilaku yang diundang dan yang mengundang. Kedua kelompok manusia ini berbeda dalam tindakan namun sama dalam kecenderungan gila hormat dan pamrih.

Pada bagian perumpamaan tentang yang diundang, Yesus mengkritik sikap undangan tertentu yang berebut tempat kehormatan. Sekaligus Ia mengajarkan sikap yang benar yaitu rendah hati, tulus, apa adanya. Sikap rendah hati dan tulus justeru berbuah kehormatan otentik daripada sikap ambisi berebutan tempat kehormatan namun berbuah kehormatan palsu atau bahkan ketidakhormatan. Sikap rendah hati yang tulus akan berbuah penghomatan otentik dari orang lain. Sikap gila hormat berpamrih malah mendatangkan akibat kehilangan respek orang lain.

Yang kedua tentang yang mengundang. Tindakan mengundang juga dikritik oleh Yesus manakala motif mengundang itu adalah untuk mendapatkan popularitas dan kehormatan palsu. Ini berarti ada pamrih dari tindakan itu karena yang diundang adalah orang-orang yang akan membalasnya dengan kehormatan palsu pula. Yesus sebaliknya mengajarkan sikap otentik bahkan radikal dalam mengundang, yaitu mengundang mereka yang tak kan mampu membalas tindakan mengundang itu.

Melalui kedua perumpamaan ini Yesus mengajarkan sikap otentik yang tulus dalam berbuat baik. Berbuat baik bukan untuk dipuji atau dihormati, tetapi memang sejatinya merupakan ungkapan kasih tulus untuk kebaikan sesama. Jadi orientasinya adalah kebaikan sesama, bukan kehormatan diri yang palsu. Ketulusan itu terarah kepada kebaikan sesama. Kepalsuan itu terarah kepada kesenangan diri sendiri yang egoistik.
Dalam dunia yang penuh dengan konflik ambisi berebutan tempat terhormat dan pamrih kehormatan, ajaran Yesus tentang kerendahan hati, ketulusan hati, kepedulian otentik pada sesama, sungguh relevan dan mengena. Kritikan Yesus menjadi rambu-rambu bagi para murid Kristus untuk menepis mentalitas gila hormat dan pamrih yang bersifat egoistik. Serentak dengan itu, mengupayakan spiritualitas kerendahan hati dan ketulusan hati dalam bersikap dan bertindak kristiani. Spiritualitas ini bersifat otentik dan membawa manusia kristiani kepada penghayatan Injil untuk kebaikan bersama. Tak ada gila hormat dan pamrih popularitas. Yang ada cumalah cinta kasih tulus yang mengalir dari hati yang bebas dari nafsu ingat diri. Perbuatan baik yang keluar dari hati yang tulus itu selalu otentik. Perbuatan itu terarah kepada kebaikan orang lain atau kebaikan umum. Di situ ada pengorbanan tulus. Otentik.

Sebaliknya mentalitas gila hormat dan pamrih lahir dari hati yang ambisius mengejar kepentingan pribadi yang egoistik. Orientasinya melulu untuk diri sendiri. Maka kepalsuan demi kepalsuan akan lahir dan dibungkus dengan perbuatan yang kelihatan baik. Tidak otentik.

Pengajaran Yesus lewat kedua perumpamaan ini di satu sisi mengkritisi mentalitas gila hormat dan pamrih, di lain sisi menginspirasi spiritualitas kerendahan hati dan ketulusan hati dalam bersikap dan bertindak kristiani. Kiranya semua murid Kristus selalu menghayati spiritualitas kerendahan hati dan ketulusan hati. Amin.

  • Bagikan