KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sebanyak enam mahasiswa magang program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM) Semester VII, Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi, Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, menggelar Talkshow, Sabtu (22/10).
Talkshow yang berlangsung di ruang rapat lantai 2 Graha Pena Timor Express, Jalan Piet A. Tallo, Kelurahan Liliba, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTTT) itu bertajuk “Bijak Menyikapi Berita Hoax dan Membangun Literasi Digital Bagi Mahasiswa/Pelajar.“
Ketua Panitia Pelaksana, Angga Huan kepada TIMEX Sabtu (22/10) menjelaskan, kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID. Dan pemilihan tema ini setelah melalui proses diskusi, bagaimana generasi muda bisa melihat situasi lewat membaca dan menulis dengan cara rasional sehingga informasi yang diberikan maupun diterima bukan hanya sekadar embel-embel sebuah berita, tetapi ada fakta yang terkandung dalam berita tersebut.
“Tanpa disadari berita hoax menjelma menjadi berita viral, kini orang tidak lagi menikmati hasil sebuah informasi tetapi dari hasil sebuah sensasi yang dipaparkan berita hoax,“ katanya.
Angga menjelaskan bahwa Talkshow ini merupakan salah satu ide yang dicanangkan sebagai penunjang proker (program kerja) magang di Timor Express. Dan sasaran peserta dalam Talkshow ini adalah siswa-siswi SMAK Sint Carolus Penfui dan sejumlah mahasiswa Undana, baik dari Jurusan Ilmu Komunikasi, Ilmu Manajemen, dan Pendidikan Bahasa Inggris.
Antusias peserta sangat baik, energi positif dari narasumber dan pemandu Talkshow mampu ditularkan. Beragam pernyataan pun di lontarkan peserta dan sigap dijawab para narasumber.
Talkshow ini menghadirkan narasumber dosen Ilmu Komunikasi Fisip Undana, Maria V. D. Pabha Swan, S.Sos., M.Med.Kom, Pemimpin Redaksi TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID, Marthen Bana, S.Pd., M.IKom, dan Mahasiswi Ilmu Komunikasi Undana, Tari Rahmaniar Ismail.
Marthen Bana dalam kesempatan itu menekankan lima hal yang harus diperhatikan untuk tidak terjebak dalam penyebaran berita-berita atau informasi hoax. Pertama, kata Marthen, adalah tidak boleh mudah percaya terhadap informasi yang diterima. "Kita harus pastikan bahwa informasi atau berita yang kita terima itu didapat dari media-media terpecaya," pesan Marthen.
Kedua, lanjut Marthen, mengerti sisi hukumnya. Artinya, masyarakat perlu tahu bahwa ada UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sehingga tidak mudah terjerat hukum. Ketiga, harus sadar untuk tidak dimanipulasi oleh para penyebar hoax. "Keempat, kita harus jaga jejak digital kita dengan tidak menjadi agen yang turut memprovokasi orang lain," tegasnya.
Kelima, perlu memegang etika dalam berinternet. Artinya dalam mengonsumsi berita/informasi, usahakan dari situs-situs yang terpercaya atau dapat dipercaya. "Intinya, bijaklah kita dalam menerima dan mengirim informasi. Saring dulu baru sharing," pungkas Marthen.
Sementara itu, akademisi Maria Swan dalam paparannya menekankan kepada para peserta Talkshow untuk tidak mudah percaya terhadap apapun bentuk informasi yang beredar. "Di sini saya lebih mempertegas lagi, jangan mudah percaya atas apapun bentuk informasi yang beredar. Caranya cukup sederhana, kita bisa meng-klik di media mainstream, liat apakah TIMEX juga sudah memuat berita ini tidak? Karena saya yakin dan percaya TIMEX bekerja dengan kode etik dalam memuat sebuah berita," kata dosen Ilmu Komunikasi yang akrab disapa Rossi ini.
Rossi menyatakan bahwa, perlu mengenai ciri berita hoax. "Kita tahu dan bisa kenali bahwa berita hoax itu mudah menimbulkan emosi, sumber berita tidak jelas, tidak berimbang, bahkan menciptakan fanatisme yang berlebihan," beber Rossi.
Rossi bahkan dalam kesempatan itu memberi tips bagi para peserta Talkshow bagaimana cara mengetahui sebuah berita atau informasi dikatakan hoax atau tidak benar.
Tari Rahmaniar Ismail yang mendapat kesempatan terakhir berbicara lebih menyoroti Berita Hoax dan Literasi Digital dari perspektif mahasiswa. Tari menjelaskan bahwa mahasiswa adalah agent of change yang tentunya harus mampu berpikir kritis dan inovatif dalam menjalani dunia literasi digital. "Dan hal yang paling penting adalah tetap memperhatikan etika digital,” pesan Tari.
Virny Ugur, siswai SMAK Carolus Penfui yang hadir dalam Talkshow itu menyampaikan terima kasih karena mendapat kesempatan hadir dalam kegiatan ini. “Sebagai seorang siswa, saya banyak belajar dan mengetahui cara menanggapi serta membedakan berita hoax dan berita baik atau benar,” tutur Virny.
Demikian pula dengan Armelia Pati Raja. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, FKIP Undana ini mengaku, Talkshow ini ikut mengasah kemampuannya dalam menangkap dan memahami informasi dari bacaan entah itu dari media sosial, majalah, maupun koran. (*)
Penulis: Nita Sari
Editor: Marthen Bana