JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan agar anggaran wajib atau mandatory spending untuk dana pendidikan sebesar 20 persen yang berasal dari belanja negara dikaji ulang.
Ia menilai, seharusnya anggaran pendidikan itu dialokasikan seusai dengan pendapatan negara, bukan belanja negara. Pasalnya, belanja negara cenderung tidak pasti, tak seperti pendapatan.
"Kami sudah membahasnya di Kementerian Keuangan, ini caranya mengelola APBN tetap comply atau patuh dengan konstitusi, di mana 20 persen setiap pendapatan kita harusnya untuk pendidikan," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen Senayan.
Kalau 20 persen dari belanja, dalam belanja itu banyak ketidakpastian, itu anggaran pendidikan jadi kocak, naik turun gitu," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR pekan lalu, ditulis Kamis (12/9).
Sebagai contoh, Sri Mulyani membeberkan bahwa pada tahun 2020 belanja negara mengalami peningkatan karena subsidi energi. Dia menyebut, kenaikan itu terjadi bukan karena pendapatan negara yang naik, melainkan karena dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia.
Sebagai konsekuensi, kata Bendahara Negara ini, saat belanja semakin besar, maka belanja untuk anggaran pendidikan otomatis meningkat karena disesuaikan dengan total belanja negara. Menurutnya, hal itu pula yang membuat dirinya sulit dalam mengelola keuangan negara.
"Ini yang menyulitkan dalam mengelola keuangan negara. Dalam artian bagaimana APBN tetap terjaga, defisit terjaga di bawah 3 persen, APBN terjaga sustainable. Tapi compliance terhadap 20 persen anggaran pendidikan itu tetap kita jaga," bebernya.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani menilai mandatory spending perlu dikaji ulang agar menteri keuangan selanjutnya bisa bermanuver tetapi tetap patuh pada konstitusi.
"Ini yang menurut saya perlu kita bahas mengenai definisi anggaran pendidikan, terutama sumber untuk menghitung 20 persen itu," ujarnya.
"Kami nanti akan usulkan bagaimana supaya bendahara negara ke depan tetap bisa menjaga APBN itu tetap terjaga sustainable, kredibel, hingga tetap patuh terhadap konstitusi. Ini mungkin nanti yang akan kami usulkan dalam panja perundang-undangan APBN akan kami sampaikan juga," pungkasnya. (jpc/thi/dek)