ENDE, TIMEX KUPANG.FAJAR.CO.ID- Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) kian marak. Banyak warga menjadi korban termasuk di Kabupaten Ende.
Hal ini menjadi perhatian yang serius stakeholder, baik pemerintah, tokoh umat maupun masyarakat.
Seperti yang disaksikan, diawali dengan doa oleh Pastor Vikaris Paroki St Yosef Freinademetz Mautapaga, RD Egi Parera juga fragmen terkait korban TPPO yang dibawakan oleh Orang Muda Katolik dari Paroki St Yosef Freinademetz Mautapaga.
Nampak umat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dengan penuh haru. Terlihat juga umat dari lintas agama.
Kegiatan diikuti oleh Orang Muda Katolik (OMK), Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JP2A), Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), TRuK F, PMKRI, HMI, para santri dan santriwati pesantren Wali Songo serta biarawan-biarawati Katolik.
Penyalaan seribu lilin merupakan rangkaian kegiatan The International Day of Prayer Against Human Trafficking yang digagas Jaringan Perlindungan Perempuan dan Anak (JP2A) serta Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) Flores.
Ditemui disela-sela kegiatan, Br Dominikus Rangga Hayon, SVD yang juga salah seorang pegiat JPIC mengatakan, seribu lilin melambangkan ketulusan hati orang dalam mengorbankan diri. Ini kata dia, seperti filosofi lilin yang mengorbankan diri untuk memberantas TPPO.
"Memberantas isu perdagangan orang butuh ketulusan hati seperti filosofi lilin, yaitu pengorbanan dan harapan," sebut dia.
Dikatakan, banyak pekerja migran yang kembali ke tanah air selama ini menjadi jenazah.
"Pengorbanan mereka demi mengubah nasib hidup dan menyokong ekonomi keluarga. Mereka harus melalui rintangan yang menyakitkan, yaitu menjadi korban perdagangan orang," kata Br Dominikus.
Dia berharap, dengan kegiatan penyalaan seribu lilin, masyarakat bisa tercurah dan mengetahui betapa TPPO harus dihadapi secara bersama.
"Ini juga sebagai bentuk ajakan kepada pemerintah, penegak hukum, para kepala desa, tokoh agama, tokoh masyarakat serta kaum muda agar bahu membahu memberikan penjelasan kepada masyarakat, sehingga tidak terlibat dalam mafia TPPO," ujarnya.
Dia juga berharap, dengan kegiatan seribu lilin, masyarakat diingatkan untuk betah tinggal di kampung halaman. Mencari peluang kerja di kampung sendiri, daripada sengsara ketika merantau.
"Selama ini sudah banyak kasus kekerasan, pelecehan bahkan hingga meregang nyawa. Ini bukti kasus TPPO sudah sangat mencemaskan," katanya.
Ke depannya, JP2A serta Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC) Flores merangkul sumber daya yang ada dan memfasilitasi untuk memberikan pembekalan dan pelatihan serta pemahaman bagi calon pekerja migran Indonesia, agar menempuh cara yang prosedural supaya bisa bekerja di luar negeri secara resmi.
Salah seorang santri, Nur mengatakan mendukung aksi yang digelar dalam rangka memerangi TPPO.
Dia menyatakan, sebagai kaum muda ke depannya para calon migran bisa dibekali dengan keterampilan sebelum bekerja keluar negeri. Selain itu juga harus diberikan pengetahuan yang cukupnya.
"Banyak warga Kabupaten Ende terjebak dengan janji-janji manis oleh oknum-oknum mafia perekrut. Orang nekat pergi tanpa memikirkan risiko. Karena itu, tugas kita untuk beri pengertian," katanya.
Dia berjanji untuk menjelaskan kepada keluarga dan teman-teman agar tidak mudah tergiur dengan tawaran tanpa menghiraukan keselamatan diri. (kr4/ays/dek)