Hari Ini Erikh Mela Mulai Diadili

  • Bagikan
IST TERDAKWA. Inilah terdakwa Erikh Benydikta Mella (kiri) dan korban Linda Maria Bernadine Brand (kanan).

Keluarga Linda Maria Bernadine Brand Desak Hakim Tahan Terdakwa

KUPANG, TIMEX– Terdakwa Erikh Benydikta Mella yang tersandung kasus dugaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menyebabkan Linda Maria Bernadine Brand meninggal dunia akan menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Senin (14/4). Sidang perdana dengan agenda mendengarkan dakwan Penuntut Umum dengan nomor perkara 33/Pid.Sus/2025/PN.Kpg ini juga mendapat sorotan tajam dari keluarga korban.

Melalui kuasa hukumnya, Ricky J.D. Brand, S.H., keluarga korban menyampaikan permintaan kepada Majelis Hakim agar menetapkan penahanan terhadap terdakwa Erikh Mella. Pasalnya, sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2019, Erikh tidak pernah ditahan oleh penyidik, bahkan saat berkas perkaranya dinyatakan lengkap (P21) dan dilimpahkan ke kejaksaan pada Maret 2025.

"Keadaan ini sangat melukai perasaan keadilan keluarga korban. Selama hampir 12 tahun, keluarga harus melihat betapa superiornya posisi hukum terdakwa," ujar Ricky Brand dalam suratnya yang ditujukan kepada majelis hakim tertanggal 11 April 2025.

Mengacu pada Pasal 44 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Ricky menyebut bahwa ancaman pidana bagi Erikh mencapai 15 tahun penjara. Oleh karena itu, ia berharap pentingnya penahanan terhadap terdakwa seperti halnya dalam kasus-kasus serupa di PN Kupang karena menghilangkan nyawa manusia.

“Mohon agar majelis hakim karena kewenangannya dan berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) huruf 2 KUHAP menerbitkan Penetapan Penahanan terhadap terdakwa Erikh Benydikta Mella sebagaimana penahanan terhadap Yanuarius Tahu dalam perkara nomor 297/Pid.Sus/2016/PN.Kpg tanggal 27 Februari 2017, Chrisen Deny Agung Baifeto dalam perkara nomor: 137/Pid.Sus/2019/PN.Kp tanggal 10 April 2019 dan Alberth Solo dalam perkara nomor : 195/Pid.Sus/2024/PN.Kpg tanggal 6 Maret 2025, yang menghilangkan nyawa istri mereka,” katanya.

Ricky juga menyinggung sejarah peradilan sebelumnya, di mana pada tahun 2008 Erikh Mella sempat diadili dalam kasus serupa namun diputus bebas oleh Majelis Hakim. Dalam kasus itu, hampir seluruh pemeriksaan saksi dilakukan hanya oleh satu hakim anggota tanpa ketua majelis, yang kala itu sedang cuti. Proses itu dinilai cacat hukum.

"Saat itu, tidak ada satupun pihak baik jaksa penuntut umum maupun penasihat hukum terdakwa yang menyatakan keberatan. Hal ini menunjukkan adanya kelalaian serius dalam proses peradilan," tegas Ricky.

Tak hanya meminta penahanan, Ricky juga telah melayangkan surat kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur, Melki Laka Lena, tembusan Kemendagri dan Ketua DPRD NTT agar membebastugaskan Erikh Mella dari jabatannya sebagai Plt. Kepala Biro Umum Setda Provinsi NTT. Alasannya, selain telah berstatus sebagai terdakwa, tindakan Erikh dianggap mencederai etika publik.

"Dengan status sebagai pejabat publik, seharusnya ia menjadi teladan. Bukan justru terlibat dalam tindakan kekerasan keji terhadap istri dan ibu dari empat anaknya sendiri," kata Ricky.

Dalam surat tersebut juga diungkap bahwa kekerasan terhadap Linda Maria Bernadine Brand telah terjadi sejak tahun 2007 dan kembali berulang pada 2013. Diduga, motif kekerasan dipicu oleh hubungan asmara Erikh dengan seorang ASN bernama Maria Yudith Dewi Hendrayani, yang kini menjadi istrinya setelah mereka menikah pada Desember 2022.

Untuk diketahui, kasus ini berawal pada tanggal 14 April 2013 ketika korban Linda Brand berjalan kaki pulang setelah pelayanan di Gereja bersama dengan mama-mama sepelayanan, mereka melihat korban berjalan pincang lalu menanyakan kondisinya itu dan korban mengaku dianiaya oleh suaminya, Erikh Mella karena adanya wanita idaman lain (WIL). Saat itu Linda menunjukkan luka-luka memar yang terdapat pada beberapa bagian tubuhnya. Ia kemudian disarankan untuk melaporkan kepada polisi tapi ditolak dengan alasan ia minta didoakan saja.

Keesokan harinya 15 April 2013 korban diantar oleh temannya ke rumah doa bapak Ishak Ludji Pau di Manutapen untuk didoakan. Selesai didoakan keduanya pulang, namun 2 hari kemudian kembali lagi ke tempat doa lagi karena suaminya kembali menganiayanya. Kekerasan tersebut terus berlanjut hingga 26 April 2013 yang berujung pada hilangnya nyawa korban.

John O. P. Brand, kakak kandung almarhumah yang melihat adanya luka-luka memar pada tubuh almarhumah ketika kondisi jenazah diperiksa di ruang jenazah oleh dokter RS Bhayangkara Kupang meminta dokter agar jenazah dititipkan di lemari pendingin dan tidak diformalin agar setelah pengajuan laporan polisi bisa diotopsi. Langkah tersebut ditentang oleh suami korban sehingga nyaris terjadi adu fisik.

Setelah John O.P. Brand dan ayah korban ke Polda NTT untuk mengajukan laporan, Erikh menyuruh petugas untuk memformalin jenazah.

Laporan polisi di Polda NTT ditolak tanpa alasan hukum sehingga pada tanggal 28 April 2013 John kemudian mengajukan laporan di Polres Kupang Kota tentang kematian adiknya yang diduga tidak wajar, namun proses hukumnya terkatung-katung selama 6 tahun. Pada bulan Maret 2019, Erikh Mella baru ditetapkan sebagai tersangka atas sangkaan telah melakukan tindak pidana kekerasan fisik terhadap istrinya hingga meninggal dunia dan terancam pidana penjara paling lama 15 tahun.

Meski ancaman hukuman 15 tahun, tersangka Erikh bebas berkeliaran karena tidak ditahan oleh penyidik dengan alasan kemanusiaan. Proses penyidikan baru dituntaskan pada Maret 2025, dilimpahkan ke kejaksaan selanjutnya ke Pengadilan Negeri Kupang untuk disidangkan pada 14 April 2025. Lagi-lagi pejabat negara itu tidak ditahan karena langsung dilimpahkan ke Pengadilan sehingga Kejaksaan tidak memiliki kewenangan untuk menahannya. (cr6/gat)

  • Bagikan