Bikin Nama Anak Minimal 2 Kata, Dirjen Dukcapil Beber Alasannya

  • Bagikan
Dirjen Dukcapil, Kemendagri, Zudan A. Fakrulloh. (FOTO: Dok. Kemendagri/Antara/JPC)

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), Kementerian Dalam Negeri, Zudan A. Fakrulloh mengimbau kepada seluruh warga Indonesia bahwa, pencatatan nama masyarakat di dokumen kependudukan minimal harus dua kata.

”Ini hanya bersifat imbauan dan namanya tetap bisa dituliskan dalam dokumen kependudukan,” kata Zudan A. Fakrulloh di Jakarta, Senin (23/5).

Alasan minimal dua kata, kata Zudan, adalah untuk lebih dini dan lebih awal memikirkan serta mengedepankan masa depan anak. Contohnya ketika anak mau sekolah atau berencana ke luar negeri, untuk membuat paspor minimal harus dua suku kata. ”Jadi ini nama harus selaras dengan pelayanan publik lain,” tutur Zudan.

Hal itu, lanjut dia, dimaksudkan untuk memudahkan anak dalam pelayanan publik lainnya. Dia memberi contoh hal itu diperlukan saat pendaftaran sekolah, seperti ketika anak diminta guru menyebutkan namanya dalam pembuatan ijazah, paspor, dan lain sebagainya.

”Jika ada nama orang hanya satu kata, disarankan, diimbau untuk minimal dua kata. Namun, jika pemohon bersikeras untuk satu kata, boleh,” terang Zudan.

Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Permendagri Nomor 73/2022 tentang pedoman pencatatan nama pada dokumen kependudukan. Zudan A. Fakrulloh menyampaikan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan perlu diatur sebagai pedoman bagi penduduk dan pejabat yang berwenang melakukan pencatatan untuk memudahkan pelayanan publik.

”Sehingga memberikan manfaat untuk pedoman pencatatan nama, penulisan nama pada dokumen kependudukan, dan meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan,” terang Zudan.

Selain itu, dia menambahkan, pedoman tersebut memudahkan dalam pelayanan administrasi kependudukan, perlindungan hukum, serta pemenuhan hak konstitusional, dan mewujudkan tertib administrasi kependudukan. Pencatatan nama pada dokumen kependudukan mesti sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

”Antara lain syaratnya mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir, jumlah huruf paling banyak 60 karakter termasuk spasi dan nama paling sedikit dua kata,” ucap Zudan. (jpc/jpg)

  • Bagikan