Akademisi Undana: Pengelolaan RTH di Kota Kupang Tanggung Jawab Semua Pihak

  • Bagikan
TALK SHOW. Talk show Radio bertajuk "Bincang-bincang Sore" membahas permasalahan ruang terbuka hijau di Kota Kupang, menghadirkan narasumber akademisi Undana, pejabat Dinas PUPR, jurnalis warga PPNM di Radio Swara Timor 90,1 FM, Rabu (29/6). (FOTO: Dok. Jurnalis Warga)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) menggandeng Radio Swara Timor 90,1 FM menggelar Talk Show, Rabu (29/6). Talk Show bertajuk "Bincang-bincang Sore" ini membahas permasalahan ruang terbuka hijau di Kota Kupang.

Dalam acara Talk Show itu, PPMN menghadirkan Kepala Bidang Penataan Ruang, Dinas PUPR, Mahyudin Efendi Azhari, ST.,MT., Dosen Fakultas Pertanian Undana, Nixon Rammang, S.Hut.,M.Si., dan Jurnalis Warga (JW) "Sasando", Paul Oscar Jonathan Amalo.

Dalam "Bincang-bincang Sore" itu, Paul Amalo sebagai Jurnalis Warga menyatakan bahwa berdasarkan pengamatannya, Pemerintah Kota (Pemkot) Kupang telah melakukan pengembangan dan penataan ruang terbuka hijau di beberapa titik di wilayah Kota Kupang. Namun dalam pemanfaatan dan pemeliharaan RTH itu tampak belum optimal karena kurangnya kerja sama, baik pihak pemerintah dan masyarakat.

"Ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Kupang masuk dalam kategori cukup. Yang menjadi persoalan sekarang adalah bagaimana masyarakat dan pemerintah berkolaborasi guna mengoptimalkan fungsi ruang terbuka hijau tersebut. Tidak saja fungsi ekologi yang dihasilkan, tetapi menghasilkan juga fungsi ekonominya," ujar Paul.

Sementara Dosen Fakultas Pertanian Undana, Nixon Rammang, S.Hut., M.Si, menjelaskan, pengelolaan ruang terbuka hijau harus menjadi tanggung jawab semua pihak. Baik itu pemerintah maupun masyarakat.

Sesuai amanat Undang-undang Tata Ruang, kata Nixon, kebutuhan ruang terbuka hijau harus mencapai 30 persen dari luas wilayah yang ada di kota itu, sehingga untuk mencapai porsi ini, butuh kerja sama semua elemen.

Nixon juga menyoroti soal penanaman batang pohon yang dilakukan pemerintah Kota Kupang. "Jika menanan pohon seperti yang dilakukan Pemerintah Kota Kupang, jangan menanam batang pohon karena top soil dan solum (lapisan tanah) di Kota Kupang tidak mencapai 2-3 meter, berbeda dengan di daerah lain," ujarnya.

Kelemahan penanaman batang pohon adalah tidak terbentuk akar tunggang tetapi akar serabut. Tanaman seperti itu tidak akan kuat saat terjadi badai dan angin kencang dengan kecepatan 49 kilometer per jam.

Dia mencontohkan, sebelum badai Seroja April 2021, terjadi puting beliung di Kota Kupang dan lebih dari 80 persen jenis tanaman yang roboh adalah sepe. "Jangan sampai menanam sepe menjadi bom waktu," ujarnya.

Sedangkan Kepala Bidang Penataan Ruang, Dinas PUPR Kota Kupang, Mahyudin Efendi Azhari mengatakan, ruang terbuka hijau di Kota Kupang tersebar mulai dari bantaran sungai, pantai dan perbatasan wilayah baru mencapai sekitar 20 persen, masih jauh dari aturan yang ditetapkan pemerintah sebesar 30 persen dari luas wilayah.

Menurutnya, ruang terbuka hijau diketahui apabila kita melihat peta. "Kadang warga tidak tahu sehingga membangun atau membeli tanah kapling di situ. Tolonglah, minta informasi dulu ke pemerintah. Walaupun area ruang terbuka hijau tidak berwarna hijau, tetapi di dalam peta ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau, dan telah melalui pertimbangan secara keilmuan," katanya.

Di Kota Kupang, kebanyakan wilayah Kelurahan Fatukoa, Naioni, dan Belo sebagai ruang terbuka hijau karena wilayah itu sebagai daerah tangkapan air.

Dia menyebutkan, selama ini warga hanya menyedot air tanah, tapi tidak pernah melakukan infus air. Jika kondisi ini dibiarkan dalam tempo 10 tahun ke depan warga Kota Kupang akan rasakan dampaknya.

"Mari kita budayakan menanam air minimal 1x1 meter di lingkungan masing-masing. Kalau 200.000 warga menanam air, berarti ada 200 ribu meter kubik air masuk ke tanah. Kami harapkan dukungan dari masyarkat dan dunia usaha untuk mempertahankan ruang terbuka hijau," katanya.

Dia juga mengimbau kepada developer atau pengembang tidak memanfaatkan seluruh lahan untuk membangun rumah, tetapi menyediakan sekitar 40 persen lahan untuk ruang terbuka hijau.

"Pengembang jangan gunakan semua lahan untuk bangun rumah. Kalau ditambah dengan 20 persen ruang terbuka hijau yang disiapkan pemerintah dengan 40% yang disiapkan pengembang, berarti total ruang terbuka hijau 60 persen," katanya.

Dia mengimbau kepada seluruh masyarakat Kota Kupang mendukung semua hal baik yang dilakukan pemerintah, khususnya dalam pengelolaan RTH. Ini agar fungsi dan manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Kota Kupang. (*)

Penulis: Paul Oscar Amalo (Jurnalis Warga)
Editor: Marthen Bana

  • Bagikan