MINGGU Biasa ketiga ditetapkan oleh Paus Fransiskus sebagai Minggu Sabda Allah. Paus Fransiskus menghendaki agar umat beriman kristiani semakin mencintai sabda Allah. Ini sejalan dengan amanat Konsili Vatikan 2 dalam Dei Verbum 25 yang menegaskan bahwa umat beriman kristiani hendaknya mengakrabi Sabda Allah dalam kitab suci.
Konsili juga mengutip apa yang dikatakan Santo Hironimus bahwa siapa tidak mengenal kitab suci, tidak mengenal Kristus.
Dengan merayakan Minggu Sabda Allah, umat beriman diajak untuk menyadari betapa pentingnya hidup dari Sabda Allah. Yesus telah berkata, "Manusia hidup bukan saja dari roti, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Dengan demikian, umat beriman kristiani sebagai pengikut Kristus hendaknya berupaya untuk semakin mencintai Sabda Allah dalam kitab suci.
Pada Hari Minggu Sabda Allah Tahun A, bacaan liturgi diambil dari kitab Nabi Yesaya, Surat pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus dan Injil Matius. Ketiga bacaan ini mengetengahkan satu benang merah bertema sabda Allah sebagai sumber inspirasi bagi hidup orang beriman. Bacaan pertama dari Yes 8:23b-9:3. Perikop ini merupakan nubuat nabi tentang datangnya suatu masa di mana Tuhan mendatangkan terang bagi bangsa-bangsa. Terang itu bersinar menghalau kekelaman dan kegelapan hidup para bangsa. Terang itu mengacu kepada kehadiran Mesias terjanji yang akan datang memberikan pengajaran dan kelepasan bagi Israel. Nubuat ini kemudian terpenuhi dalam diri Yesus. Dia hadir sebagai terang para bangsa dengan membawa pengajaran tentang hidup sejati dalam Tuhan. Itulah sebabnya Matius dalam perikop 4:12-23, menulis dengan jelas tentang terpenuhinya nubuat Yesaya itu, ketika Yesus mewartakan Injil di Wilayah Galilea, yaitu wilayah para yang terbuka kepada para bangsa. Itulah wilayah Zebulon dan Naftali. Bagian kedua perikop ini berisi panggilan para murid perdana. Mereka dipanggil untuk mengikuti Yesus. Mereka dibentuk untuk menjadi seorang pewarta sabda. Menjadi pengikut Yesus atau muridNya adalah bersedia untuk dibentuk oleh Yesus menjadi pribadi pendengar dan pelaksana sabda Allah. Melalui sabda para rasul dibentuk untuk menyerupai Yesus Sang Guru. Pikiran, perkataan dan tindakan Yesus menjadi patokan bagi para murid untuk menghayati yang sama. Dengan demikian konfigurasi dengan pribadi Yesus adalah proses menjadi murid sejati. Proses mengikuti cara hidup Yesus. Dengan itu, perutusan Yesus untuk mewartakan Sabda Allah yang berintikan Kerajaan Allah, dapat pula dilaksanakan dan dilanjutkan oleh para murid.
Sebagaimana Yesus menjadi terang para bangsa, yang hadir mewartakan sabda Allah, demikian pula para murid hendaknya menjadi terang yang memberikan kesaksian sabda Allah kepada manusia. Sabda Yesus mengubah hidup para muridNya sehingga mereka menjadi pribadi pendengar dan pelaksana sabda.
Bacaan kedua dari surat pertama Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, 1:10-13.17, berisi tanggapan Paulus atas persoalan perpecahan di kalangan umat Korintus. Ada empat golongan terbentuk: golongan Paulus, Apolos, Kefas atau Petrus dan Kristus. Perpecahan ini tidak sejalan dengan semangat sabda Allah yang mempersatukan. Paulus dengan tegas menyatakan bahwa dia diutus untuk mewartakan Injil. Mewartakan Injil berarti mengajarkan sabda Allah yang mengubah kehidupan.
Sabda Allah mengilhami manusia yang mendengarkan supaya berubah dan menyelaraskan hati-budi dengan hidup Yesus. Jemaat Korintus yang terpecah diajak oleh Paulus melalui pewartaannya supaya mereka menyadari kekeliruan dan berbalik kepada persatuan. Perpecahan bertentangan dengan sabda Allah. Persekutuan hidup kristiani selaras dengan sabda Allah. Maka jemaat Korintus yang terpecah, setelah mendengarkan sabda Allah melalui Paulus, bertobat dari kekeliruan dan mengupayakan hidup baru dalam persekutuan kristiani. Fungsi sabda Allah adalah mengoreksi yang salah, meneguhkan yang benar, mengilhami yang mencari kebaikan. Sabda Allah mengubah hidup pendengarnya.
Dari ketiga bacaan itu, kita menemukan benang merah yang mengikat satu tema sentral yaitu sabda Allah yang mengubah hidup orang beriman. Sabda Allah penting dalam kehidupan manusia beriman kristiani. Para murid Kristus hidup dari Sabda Allah. Tiada murid tanpa sabda Allah. Secara liturgi, umat beriman Katolik mendapat sajian santapan dari dua meja setiap kali merayakan Ekaristi. Santapan sabda dari mimbar sabda dan santapan Ekaristi dari altar. Santapan sabda Allah memberikan wawasan hidup kristiani kepada umat yang mendengarkan sabda. Dengan mengikuti sabda Allah manusia diubah dengan kekuatan sabda untuk bertumbuh dan berkembang dalam kebajikan kristiani. Sabda Allah mengubah hati manusia. Sabda Allah mengubah hidup manusia.
Santo Ambrosius mengatakan, "Ketika kita berdoa, kita berbicara dan Allah mendengarkan. Ketika kita membaca kitab suci, Allah berbicara dan kita mendengarkan." Marilah kita berusaha agar selalu mendengarkan sabda Allah dalam hidup kita.
Mari memiliki kitab suci, membaca secara teratur berdasarkan kalender liturgi setiap hari. Dengan cara sederhana itu, kita dibentuk menjadi pribadi pendengar sabda Allah. Selanjutnya kitapun akan dibimbing oleh Roh Kudus untuk menghayati isi sabda Allah itu dalam praksis hidup kristiani. (**)
Romo Siprianus Soleman Senda, Pr
Dosen Kitab Suci pada Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang