Pemkab Manggarai Gelar Ritual Teing Hang

  • Bagikan
IST RITUAL. Bupati Manggarai didampingi Sekda, pimpinan OPD, bersama tokoh adat saat ritual adat teing hang tutup tahun 2023, Sabtu (30/12).

RUTENG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Jelang tutup tahun 2023, Pemerintah Kabupaten Manggarai menggelar ritual adat teing hang (beri makan) leluhur, Sabtu (30/12) malam. Inti dalam acara itu, penyembelihan seekor ayam jantan putih yang telah didoakan dalam bahasa adat.

Karya spiritual itu sudah menjadi tradisi seluruh masyarakat Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur. Ritual adat teing hang, memberi makna ucapan syukur kepada sang pencipta dan leluhur serta memohon ampun atas segala kesalahan.

Sekaligus juga memohon pertolongan agar kehidupan di tahun baru bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Tidak berbeda yang dilaksanakan oleh Pemkab Manggarai, yakni setidak konteksnya syukur atas segala kelancaran tugas dan kegiatan pemerintahan yang telah dilaksanakan selama kurun waktu tahun 2023.

Ritual adat itu berlangsung di ruangan VIP Nucalale kantor bupati Manggarai di Ruteng. Dipimpin oleh tua adat Titus Ladung dan dihadiri Bupati Manggarai, Herybertus Nabit, Sekretaris Daerah, Fansi Jahang, staf ahli bupati, asisten sekda, pimpinan OPD, para kepala bagian dan pegawai di kantor bupati Manggarai.

Ritual teing hang diawali dengan ritual adat tesi (mohon restu leluhur) di compang atau mezbah. Letaknya di bawah pohon beringin, depan kantor bupati Manggarai. Sekaligus dengan mantra memanggil roh orang-orang yang akan diberi makan. Media utama sirih pinang. Selanjutnya, tua adat melakukan ritual kepok atau sapaan adat kepada bupati dan sekda.

Kemudian dilanjutkan dengan ritual torok (doa adat) melalui seekor ayam jantan putih. Setelah disembelih, terakhir ritual toto urat atau melihat bagian dalam dari ayam itu, khususnya hati, empedu dan usus. Sesi ini sekadar mengetahui apakah doa adat tersebut dikabulkan atau tidak. Bisa juga membaca maksud Tuhan tentang apa yang diperbuat oleh manusia.

"Ritual teing hang ini, ucapan syukur kepada sang pencipta dan leluhur. Serta memohon ampun atas segala kesalahan, sembari memohon pertolongan untuk kehidupan lebih baik di tahun berikutnya," kata salah satu tokoh masyarakat Manggarai, Markus Badus.

Markus menjelaskan, tradisi yang diwariskan oleh para leluhur, pada intinya menyakinkan bahwa leluhur atau keluarga yang telah meninggal, merupakan penyambung atau perantara pesan kepada Tuhan. Ritual untuk tutup tahun itu biasanya dilakukan oleh masing-masing kepala keluarga dengan mengundang tokoh adat sebagai pemandu doa adat (torok).

"Pemandu doa adat ini tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang atau tidak semua orang bisa. Pemandu ini benar-benar orang yang sudah diyakini percaya oleh banyak orang," ujarnya. (kr1/ays)

  • Bagikan