Makna Hari Raya Paskah dalam Perspektif Ilmu Hukum

  • Bagikan
ILUSTRASI. Salib Rayon IX JBK-BB. (FOTO: MARTHEN BANA/TIMEX)

Oleh: Dr. Yanto M. P. Ekon, SH., M.Hum *)

Paskah dapat dimaknai sebagai kebebasan manusia. Kebebasan manusia yang dimaknai dari Paskah ada dua macam, yaitu kebebasan dari perbudakan atau penjajahan dan kebebasan dari dosa. Kebebasan dari perbudakan atau penjajahan sebagai salah satu makna paskah karena bangsa Israel memperingati paskah sebagai momentum perayaan tentang pembebasan bangsa Israel dari penjajahan dan perbudakan di Mesir dengan cara yang ajaib serta diberikan suatu wilayah yang menurut Alkitab penuh dengan susu dan madu.

Demikian pula makna paskah sebagai pembebasan dari dosa karena paskah diyakini atau diimani sebagai momentum karya keselamatan dari Tuhan Yesus untuk menebus dan membebaskan manusia dari dosa melalui kematian dan kebangkitan-Nya.

Paskah yang dimaknai sebagai kebebasan manusia memiliki kaitan erat dengan ilmu hukum sebab pada prinsipnya hukum yang baik selalu memberikan jaminan hidup dan kebebasan kepada manusia sebagai subyek hukum. Namun jaminan kebebasan atau kemerdekaan manusia itu, dibatasi kembali oleh hukum untuk mencegah terjadinya tindakan sewenang-wenang dari penguasa atau tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat yang melanggar hak hidup manusia lain.

Hak hidup dan kebebasan bagi setiap orang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pasal 28I ayat (1) dan (2)  Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menetapkan:

  • Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun;
  • Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Berdasarkan ketentuan Pasal 28I UUD NRI Tahun 1945 tersebut, maka hak hidup dan hak kebebasan sebagai implementasi dari makna paskah merupakan hak konstitusional dari setiap warga negara. Namun hak hidup dan kebebasan itu bukan berarti sebebas-bebasnya melainkan dibatasi oleh hukum.

Pembatasan hukum terhadap hak hidup dan kebebasan ini adalah hak hidup dan kebebasan seseorang dapat dicabut oleh negara apabila orang itu telah melanggar hak hidup dan kebebasan orang lain maupun lingkungan.

Oleh karena itu, meskipun hak hidup dan kebebasan itu merupakan hak asasi dan hak konstitusional setiap warga negara tetapi hukum membatasi hak-hak tersebut dengan mengatur jenis-jenis hukuman bagi para pelanggar hak hidup dan kebebasan orang lain seperti hukuman mati, hukuman penjara, denda, kurungan, ganti kerugian dan lain-lain.

Hukum juga memberikan batasan tentang bilamana seseorang yang melanggar hak hidup dan kebebasan orang lain dijatuhi hukuman mati, penjara, denda atau kurungan. Pembatasan hukuman mati diatur dalam Article 6 paragraf (1) International Covenan Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 yang menetapkan “Every human being has the inherent right to life. This right shall be protected by law. No one shall be arbitrarily deprived of his life”.

Maksudnya setiap manusia berhak untuk hidup yang melekat pada dirinya. Hak ini wajib dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara sewenang-wenang.

Article 6 paragraf (1) ICCPR tersebut memang tidak melarang hukuman mati tetapi menetapkan pembatasan-pembatasan hukuman mati, yakni:

  1. Pidana mati tidak bisa diterapkan kecuali pada kejahatan paling serius dan sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat kejahatan berlangsung;
  2. Keharusan tiadanya perampasan kehidupan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan kovenan, sehingga mestinya ada jaminan pemeriksaan yang adil, tidak ada diskriminasi dalam hukuman berat dan metode eksekusi yang tidak sampai menjadi penyiksaan atau hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat;
  3. Pidana mati hanya bisa dilaksanakan sesuai dengan putusan akhir yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berwenang; 
  4. Siapa saja yang dihukum mati berhak meminta pengampunan atau keringanan hukuman dan bisa diberi amnesti, pengampunan atau keringanan hukum;
  5. Hukuman mati tidak bisa dikenakan pada remaja di bawah umur 18 tahun dan tidak bisa dilaksanakan pada wanita hamil.

Perbuatan pidana yang termasuk tindak pidana serius ((the most serious crime) yang dapat dijatuhi hukuman mati harus memenuhi kriteria, sebagai berikut:

  1. Tindak pidana yang dilakukan merupakan perbuatan yang keji dan kejam, menggoncangkan hati nurani kemanusiaan (deeply shock the conscience of humanity) dan dapat mengancam perdamaian dan keamanan internasional (a threat to international peace and security);
  2. Adanya unsur kesengajaan, terorganisir, sistematis, dan meluas untuk menimbulkan kematian atau akibat-akibat yang sangat serius lainnya (extremely grave consequences).
  3. Akibat yang ditimbulkan dari tindak pidana itu sangat serius terhadap negara atau masyarakat luas seperti mengganggu ketertiban umum, melibatkan jumlah uang yang ekstra besar seperti kejahatan ekonomi, dilakukan dengan cara yang sangat buruk (crimes with extremely heinous methods) dan kejam di luar batas perikemanusiaan serta menimbulkan ancaman atau membahayakan keamanan negara.

Hak hidup dan kebebasan dalam perspektif hukum hak asasi manusia juga merupakan hak asasi generasi pertama. Generasi hak asasi manusia dikemukakan oleh Karel Vazak dalam bukunya Scott Davidson yang telah menggolongkan perkembangan hak asasi manusia berdasarkan slogan Revolusi Prancis yaitu kebebasan (liberti), persamaan (egaliti) dan Persaudaraan (fraternite) dan selanjutnya membagi generasi hak asasi manusia menjadi 3 (tiga) generasi dengan ciri-cirinya masing-masing sebagai berikut:

  1. Generasi I Hak Asasi Manusia adalah hak-hak sipil dan politik, dengan ciri-cirinya:
  2. Tuntutan masyarakat untuk bebas dari kekuasaan yang sewenang-wenang;
  3. Mengutamakan prinsip persamaan di depan hukum dan pemerintahan;
  4. Tidak menginginkan adanya intervensi pemerintah dalam kehidupan politik masyarakat.

2. Generasi II Hak Asasi Manusia adalah hak-hak ekonomi, sosial dan budaya dengan ciri-cirinya:

a. Tuntutan adanya hak atas persamaan ekonomi, sosial dan budaya;

b. Membutuhkan adanya intervensi pemerintah dalam mengurus hak ekonomi masyarakat;

3. Generasi III Hak Asasi Manusia yang dikenal pula sebagai hak solidaritas memiliki ciri mengutamakan persaudaraan antara sesama masyarakat  serta merupakan perpaduan antara generasi I dan II hak asasi manusia.

Oleh karena itu, makna Paskah dalam perspektif ilmu hukum mencakup dua hal yaitu jaminan hidup dan kebebasan atau kemerdekaan manusia sebagai subyek hukum dan pembatasan terhadap kebebasan manusia oleh hukum.

Hak hidup dan hak kebebasan sebagai hak asasi dan hak konstitusional setiap warga negara bukanlah sebebas-bebasnya melainkan dibatasi oleh hukum. Pembatasan hukum terhadap hak hidup dan kebebasan adalah negara dapat mencabut hak hidup dan kebebasan, bilamana seseorang melanggar hak hidup dan kebebasan orang lain melalui penjatuhan hukuman baik hukuman pidana, administrasi negara maupun perdata. Semoga bermanfaat. SELAMAT MERAYAKAN PASKAH, TUHAN MEMBERKATI!  

*) Dosen Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana Kupang

  • Bagikan