Target Pendapatan Pajak di NTT Rp 3 Triliun, Transfer Pemerintah Pusat Capai Rp 34 Triliun

  • Bagikan
Pimpinan Kanwil DJPb saat menyampaikan keterangan pers bertajuk "APBN KITA", di Kantor DJPb Provinsi NTT, pekan kemarin. (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb) Nusa Tenggara Timur (NTT), Mochamad Taufiq, mengatakan, target pendapatan pajak yang diharapkan di NTT hingga akhir tahun mencapai Rp 3 triliun.

Taufiq menyatakan hanya Rp 3 triliun karena jika dibandingkan dengan belanja negara dari pemerintah pusat yang diberikan kepada NTT, termasuk dana desa, totalnya mencapai Rp 34 triliun lebih.

"Jadi kalau dirasiokan, pendapatan pajak dari Provinsi NTT itu hanya 8,4 persen, relatif kecil dibanding transfer atau pemberian dari pemerintah pusat kepada Provinsi NTT," katanya saat memberikan keterangan pers APBN KITA, di Kantor DJPb Provinsi NTT, pekan kemarin.

Taufiq mengaku, penerimaan sampai dengan bulan Mei 2022 telah mencapai 28,91 persen dari target, dan mengalami pertumbuhan negatif sebesar 1,09 persen. Hal ini dikarenakan, pada Januari 2022 tidak ada penerimaan yang carry over dari Desember 2021. Sementara pada Januari 2021 terdapat penerimaan carry over dari Desember 2020 yang cukup signifikan.

Taufiq menjelaskan, pendapatan pajak dari realisasi penyerapan DIPA, khususnya belanja barang dan modal, yang terdapat potensi pajak sampai dengan Mei 2022, belum setinggi pendapatan pajak dari penyerapan DIPA pada periode yang sama tahun 2021. "Ini juga karena adanya kenaikan restitusi PPN sampai dengan Mei 2022 dari sektor konstruksi," sebutnya.

Selain itu, lanjut Taufiq, PPh mengalami pertumbuhan positif sebesar 8,72 persen. Ini terjadi karena adanya kenaikan PPh yang berasal dari PPh Pasal 21 atas Tunjangan Hari Raya (THR). Selain itu, adanya kenaikan pembayaran PPh Pasal 29 oleh Wajib Pajak (WP) pada saat melakukan pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2021 yang dilakukan oleh WP orang pribadi pada Maret 2022 dan WP badan pada April 2022.

PPN dan PPnBM mengalami pertumbuhan negatif sebesar 18,20 persen karena, pendapatan PPN dari realisasi penyerapan DIPA, khususnya belanja barang dan modal yang terdapat potensi PPN sampai dengan Mei 2022, belum setinggi pendapatan PPN dari penyerapan DIPA pada periode yang sama tahun 2021.

"Selain itu karena adanya kenaikan restitusi PPN sampai dengan Mei 2022 dari sektor konstruksi. Sementara PBB mengalami pertumbuhan positif karena ada peningkatan pembayaran ketetapan PBB di Manggarai," paparnya.

Taufiq menjelaskan, pajak lainnya mengalami pertumbuhan negatif di pendapatan bea meterai sehubungan dengan masih rendahnya aktivitas ekonomi masyarakat yang dikenakan bea meterai.

Taufiq menambahkan, DJPb juga terus mensosialisasikan tentang Program Pengungkapan Sukarela (PPS), di mana telah berakhir pada 30 Juni. Ini menjadi bagian dari amanah Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan. "Jadi semakin ke sini, program PPS ini berjalan cukup baik," pungkasnya. (r2)

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan