Inflasi di NTT Meningkat namun Masih di Bawah Nasional, Catur: APBN Berfungsi Optimal

  • Bagikan
KETERANGAN PERS. Kepala Kanwil DJPb NTT, Catur Ariyanto Widodo (kanan) saat merilis kinerja APBN di NTT dalam konferensi pers di kantor DJPb NTT, Kamis (28/7). (FOTO: FENTI ANIN/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Negara (DJPb) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali merilis kinerja dan progres APBN di Provinsi NTT, Semester 1 Tahun 2022.

Kepala Kantor Wilayah DJPb NTT, Catur Ariyanto Widodo, saat merilis kinerja APBN di NTT dalam konferensi pers di kantor DJPb NTT, Kamis (28/7), menjelaskan, dari beberapa prediksi dan proyeksi, di sejumlah negara telah terjadi resesi.

Di Indonesia, kata Catur, prediksi terjadinya resesi hanya tiga persen. Sementara jika dibandingkan dengan Amerika dan Eropa, resesinya mencapai 40 hingga 50 persen. "Artinya kondisi Indonesia masih sangat baik," ucap Catur.

Catur menyebutkan, proyeksi pertumbuhan ekonomi di beberapa negara turun 1 sampai 1,5 persen, sementara Indonesia masih stabil di tahun 2022 dan diperkirakan tumbuh 5,3 persen dan diperkirakan tumbuh 5,2 persen di tahun 2023.

Secara nasional, lanjut Catur, kinerja APBN Indonesia sangat baik. Kondisi ini didukung oleh pandemi Covid-19 yang mulai terkendali, lalu dari sisi neraca perdagangan Indonesia juga masih surplus.

"Jadi kalau kita lihat selama dua tahun berturut-turut, neraca perdagangan kita menunjukkan surplus, dan khusus bulan Juni 2022, ekspor komoditas terutama kelapa sawit, batu bara, besi, dan baja bertumbuh," beber Catur.

Sementara impor, demikian Catur, masih didominasi bahan baku dari barang dan modal. Kondisi ini sangat bagus karena barang-barang tersebut akan menambah manfaat atau nilai dari barang yang diproduksi di Indonesia.

Catur menyebutkan, dari sisi inflasi domestik juga mengalami tekanan, tetapi jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya, Indonesia masih pada level terkendali. "Jadi kalau diregulasi sudah di angka 7 persen, Indonesia masih di level 3 persen," ujarnya.

Khusus di NTT, jelas Catur, inflasi bulan Juni berada pada angka 0,52 persen. Angka ini meningkat dibanding bulan sebelumnya, yakni Mei dengan 0,23 persen, dan lebih rendah dari angka nasional, yaitu 0,61persen.

Menurut Catur, kelompok transportasi mengalami kenaikan indeks harga terbesar yaitu sebesar 3,21 persen dan memberikan andil terbesar terhadap tingkat inflasi.

Sementara akumulasi neraca perdagangan sampai Juni 2022, terjadi surplus USD18,415 juta dengan surplus bulan Juni USD2,047 juta. Nilai devisa ekspor sampai dengan Juni 2022 naik sebesar 253,02 peesen (yoy) atau sebesar USD14,858 juta, yang didominasi sektor non migas berupa bahan baku.

Kemudian, nilai devisa impor sampai dengan Juni 2022 tumbuh negatif 84,65 persen (yoy), dengan mayoritas impor berasal dari sektor non migas yang didominasi oleh impor barang konsumsi berupa kopra (share 27,12 persen), dan biji-bijan (share 10,46 persen).

Di tengah tekanan inflasi dan pelemahan perekonomian global, kata Catur, APBN berfungsi optimal sebagai shock absorber untuk menjaga perekonomian tetap tumbuh.

Sementara kondisi di NTT, sebut Catur, sampai dengan Juni 2022 relatif lebih tinggi dibandingkan nasional. Jadi secara umum masih terkendali, dan penyebab inflasi di NTT paling banyak dipengaruhi oleh kenaikan aftur sehingga terjadi kenaikan biaya kelompok transportasi.

"Mungkin ini ada kaitannya juga dengan kondisi NTT terdiri dari pulau-pulau, sehingga transportasinya memang dibutuhkan transportasi udara yang saat ini sudah mengalami kenaikan," pungkasnya. (*)

Penulis: Fenti Anin

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan