Tanduk Kerbau Hiasi Kerucut Gendang Leleng, Begini Penjelasan Tokoh Adat Dominikus Adol

  • Bagikan
TRADISI BUDAYA. Pemasangan tanduk kerbau pada kerucut atap bangunan rumah adat oleh komunitas adat kampung Leleng-Cekalikang, Matim, Rabu (31/8). (FOTO: FANSI RUNGGAT/TIMEX)

BORONG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sebagai wujud kekuatan, daya juang, dan etos kerja yang tinggi, konstruksi atap rumah adat atau "Mbaru Gendang" Leleng-Cekalikang, di Kelurahan Bangka Leleng, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), dipasangi tanduk kerbau, Rabu (31/8). Pemasangan ini dilakukan usai melaksanakan ritus adat.

Dua tanduk kerbau yang ditempel pada sisi kiri-kanan ukiran wajah manusia itu, dipasang pada ujung krucut atap. Tepatnya, bagian ujung atas dari tiang utama atau dengan bahasa setempat "siri bongkok". Pemasangan tanduk kerbau, setelah bangun rumah adat itu tuntas direhab.

"Pekerjaan terakhir dari rumah adat ini, pasang tanduk kerbau pada kerucut bangunan atap. Tidak sekadar pasang, tapi harus melalui ritual adat," jelas Dominikus Adol, salah satu tokoh adat setempat, kepada TIMEX usai upacara pemasangan tanduk kerbau gendang Leleng.

Menurut Dominikus, tanduk kerbau diletakan pada bagian ujung atas tiang utama dari rumah adat menunjukan bahwa kehidupan orang Manggarai selalu tertuju dan terarah kepada Sang Pencipta. Bagi orang Manggarai, hal ini disebut Mori Kraeng. Usai pemasangan tanduk kerbau, malam harinya dilakukan ritual "We'e" atau acara syukuran masuk menempati rumah yang baru selesai dibangun.

"Tanduk kerbau dengan ukiran gambar wajah manusia yang diletakan pada kerucut atap rumah adat menyimbolkan bahwa orang Manggarai memiliki kekuatan, daya juang, dan etos kerja tinggi dalam menjalankan kehidupan dan dalam menghadapi segala persoalan hidup satu kampung," tutur Dominikus.

Selain acara pemasangan tanduk kerbau dan We'e, Dominikus mengaku ada sejumlah rangkaian kegiatan lain yang dilakukan komunitas adat bersama masyarakat Cekalikang atas tuntasnya pembangunan rumah adat, yakni acara pukang, misa syukuran peresmian rumah adat, acara penti, dan atraksi tarian caci.

"Acara adat terakhir itu, yakni penti sebagai wujud syukuran atas segala rezeki yang diterima oleh masyarakat kampung ini. Untuk tarian caci, dilaksanakan dua hari, yakni Kamis (1/9) dan Jumat (2/9)," sebut Dominikus.

Dominikus menambahkan, rumah adat Leleng direhab dengan biaya swadaya dari masyarakat setempat. Dimana setiap kepala keluarga (KK) dibebankan sebesar Rp 1 juta. Rumah adat ini direhab karena bangunan lama yang dibangun tahun 1968 sudah termakan usia.

Bupati Matim, Agas Andreas, pada syukuran peresmian rumah adat Leleng di Cekalikang, Kamis (1/8) mengatakan, kegiatan itu merupakan bagian dari melestarikan budaya. Rumah adat itu dibangun dengan konstruksi dinding bulat, karena filosofinya "Lonto Leok" atau duduk melingkar. Artinya, manusia mempunyai posisi yang sama dan setara.

Bupati Agas mengatakan, kontruksi rumah adat tersebut terdiri dari 9 tiang. Di balik itu semua, tentu memiliki nilai. Dimana dari tiang itu, ada 8 tiang sisi dan 1 tiang utama atau tengah atau dalam bahasa adat setempat disebut "siri bongkok". Dibangun dengan 9 tiang karena mengingat manusia itu ada dikandungan mama selama 9 bulan lamanya. 

"Rumah adat dibangun bulat dengan filosofi Lonto Leok, melambangkan persatuan dan adanya dialog dalam kegiatan musyawarah. Siri bongkok itu lambang seorang perempuan. Dimana perempuan itu mempunyai pengorbanan yang tinggi buat kehidupan," terang Bupati Agas.

Kayu untuk siri bongkok itu, lanjut Bupati Agas, diambil dan dipotong dari hutan. Saat diantar ke kampung, siri bongkok itu diarak dan diterima secara istimewa melalui upacara adat khusus, yang dinamakan "Roko Molas Poco" (mengambil gadis cantik dari hutan). 

"Istilah roko molas poco ini diartikan sebagai mengambil kayu terbaik dari hutan. Sehinggga hutan itu dalam konsep budaya Manggarai sebagai anak rona atau pihak pemberi anak gadis. Anak rona itu kita selalu hargai dan hormati. Jadi hutan itu kita harus jaga. Siri bongkok ini juga diyakini sebagai ibu pembawa kesuburan dan kemakmuran," katanya.

Bupati Agas yang juga bagian dari komunitas adat gendang Leleng, mengatakan, rumah adat itu dibangun memiliki banyak fungsi dalam kehidupan manusia di suatu wilayah kampung. Salah satunya, tempat untuk menyelesaikan persoalan di kampung. Juga dibangun atas berkat gotong royong dari setiap orang dalam satu kampung.

Terpantau, acara misa syukur peresmian rumah adat Leleng itu dipimpin Vikep Borong Keuskupan Ruteng, Romo Simon Nama didampingi sejumlah iman. Hadir dalam misa itu, Istri Bupati yang juga Ketua TP PKK Matim, Theresia Wisang Agas, pimpinan dan anggota DPRD Matim, Staf Khusus Gubernur NTT, Pius Rengka.

Hadir juga pejabat Bank NTT kantor pusat bersama kepala Bank NTT Cabang Borong dan Ruteng, unsur Forkopimda, Sekda Matim, Boni Hasudungan, pimpinan OPD, para camat dan kepala desa, tokoh adat, tokoh agama, para kepala Puskesmas, kepala sekolah, guru, masyarakat setempat, dan undangan lainya. Usai misa, acara dilanjutkan dengan atraksi tarian caci. (*)

Penulis: Fansi Runggat
Editor: Marthen Bana

  • Bagikan