Tersangkut Kasus Amoral, Sinode GMIT Putuskan Tak Tahbis SAS sebagai Pendeta

  • Bagikan
Ketua Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon. (FOTO: Istimewa)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Sinode Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) tengah dirundung kabar tak baik. Bagaimana tidak, salah seorang calon pendetanya tersangkut kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur ketika bertugas di salah satu jemaat di Kabupaten Alor.

Menyikapi tindakan tak terpuji yang dilakukan oknum, yang dari hasil penelusuran bernama Supriyanto Ayub Snae alias Yanto Snae alias SAS, Sinode GMIT langsung mengambil sikap menunda dan mempertimbangkan menahbiskan SAS dalam jabatan sebagai pendeta.

Hal ini disampaikan Ketua Majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery L.Y. Kolimon dalam tanggapan tertulis terkait kekerasan seksual yang diduga dilakukan SAS di Alor melalui surat bernomor: 1220/GMIT/I/F/Sep/2022 Kupang, tertanggal 8 September 2022. Surat ini ditandangani Pdt. Mery bersama Sekretaris MS Sinode GMIT, Pdt. Yusuf Nakmofa, M.Th.

Dalam surat tanggapan yang ditujukan kepada seluruh Ketua Majelis Klasis dan Ketua Majelis Jemaat se – GMIT itu terungkap bahwa, MS GMIT berkomitmen sungguh-sungguh untuk mengawal kasus dugaan kekerasan seksual ini demi kepentingan terbaik korban, yang adalah anak-anak.

"Komitmen tersebut telah ditunjukkan dengan menunda dan mempertimbangkan kembali penahbisan pelaku ke dalam jabatan pendeta sambil melakukan penjangkauan kepada para korban untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di lapangan sejak laporan didapat pada 15 Juni 2022," tulis MS GMIT dalam tanggapannya.

MS GMIT, demikian Pdt. Mery menyatakan bahwa sejak menerima laporan, pihaknya telah meminta majelis klasis yang membawahi locus kasus untuk mendampingi terduga korban demi mendapatkan informasi dari pihak korban. "Namun sampai akhir Agustus 2022 belum ada pihak korban yang bersedia terbuka kepada Majelis Klasis," ungkap MS GMIT.

Terkait hal ini, pada poin ketiga surat tanggapan itu, MS GMIT melakukan pendampingan psikologis dan hukum bagi para korban dan keluarga melalui Rumah Harapan RH GMIT (RHG). RHG merupakan salah satu satuan tugas pelayanan MS GMIT yang didirikan tahun 2018 untuk melayani korban kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual. "Bersyukur setelah pengjangkauan oleh Pengurus Rumah Harapan GMIT bersama dua psikolog terhadap anak-anak pada akhir Agustus 2022 lalu, anak-anak bersedia berbicara dan didampingi oleh Rumah Harapan GMIT untuk proses hukum," urai MS GMIT.

Mirisnya, berdasarkan hasil penjangkauan RHG, terungkap bahwa telah terjadi dugaan kekerasan seksual dalam bentuk persetubuhan anak. Oleh sebab itu RHG beserta pimpinan klasis dan jemaat setempat telah mendampingi orang tua korban untuk melaporkan kasus ini ke Polres Alor pada 1 September 2022.

Setelah pelaporan ke pihak kepolisian tersebut, kasus ini mendapat pemberitaan luas media. Sayangnya, pemberitaan sejumlah media terkesan mengabaikan hak-hak korban. Hal ini berdampak pada kondisi psikologis dan kesediaan para korban untuk mengikuti proses hukum. Untuk itu MS GMIT telah mengupayakan advokasi kepada sejumlah media untuk mengubah pemberitaan yang telah mengeksploitasi (dengan informasi tentang identitas) korban.

Pada 4 September 2022, Wakil Sekretaris MS GMIT bersama Ketua Majelis Klasis setempat bertemu para korban, orang tua dan keluarga di Alor. Dalam kesempatan itu, MS GMIT mendengarkan secara langsung suara hati korban dan keluarga.

MS GMIT, demikian Pdt. Mery menyatakan keberpihakan pada korban dan komitmen untuk terus melakukan pemulihan psikis dan pendampingan hukum bagi korban. Dalam kesempatan itu juga dilakukan doa bersama memohon kasih Tuhan untuk pemulihan anak-anak dan pimpinan Tuhan bagi semua proses yang akan berlangsung.

Selanjutnya, pada Kamis (8/9/2022), Tim dari MS GMIT yang terdiri dari Badan Keadilan dan Perdamaian GMIT, Unit Tanggap Bencana Alam dan Kemanusiaan GMIT, dan RHG berangkat ke Alor untuk melakukan sejumlah bentuk pendampingan lanjutan dan koordinasi.

Pendampingan dan koordinasi ini dimaksudkan untuk membangun persepsi bersama tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendampingan lanjutan untuk korban dan keluarga, serta mempersiapkan korban dan keluarga untuk proses hukum mulai dari penyidikan sampai putusan pengadilan.

Mengenai pelaku yang telah menyerahkan diri dan ditahan oleh pihak berwajib pada 5 September 2022, MS GMIT menyatakan mendukung penuh proses hukum untuk memastikan pengungkapan kebenaran mengenai apa yang terjadi dan ditegakkannya keadilan.

Pasal 13 ayat 1 butir c dari Peraturan Vikariat GMIT Tahun 2018 mengatakan: “Bagi Vikaris yang terlibat dalam kasus-kasus pidana dan amoral, maka yang bersangkutan diberhentikan sementara (skorsing) dari masa vikariatnya. Jika yang bersangkutan terbukti bersalah, maka yang bersangkutan diberhentikan dan tidak diterima lagi”.

"Mengacu pada pengakuan korban, laporan polisi, dan pengakuan pelaku, MS menyatakan tidak menahbiskan oknum YAS dalam jabatan pendeta GMIT. Atas semua hal yang terjadi, kami, MS GMIT, meminta maaf kepada anak-anak kami yang terluka dalam peristiwa ini. Peristiwa ini mestinya tidak boleh terjadi. Permohonan maaf juga kami sampaikan kepada orang tua dan keluarga yang pasti sangat disakiti oleh hal yang terjadi. Harusnya ada pengawasan yang lebih baik terhadap pelaksanaan vikariat supaya hal seperti yang dilakukan pelaku tidak berjalan sampai sekian banyak korban tanpa terdeteksi. Kami sadar kata-kata maaf kami tak cukup untuk memulihkan anak-anak kami. Karena itu kami akan melakukan upaya terbaik untuk pemulihan dan pendampingan kepada korban, termasuk pendampingan hukum. Kami juga mohon dukungan doa dari semua jemaat GMIT untuk proses pemulihan bagi korban," tulis MS GMIT dalam tanggapannya.

Sebagaimana ramai diberitakan media, telah terjadi kasus dugaan kekerasan seksual dengan korban anak di bawah umur yang dilakukan seorang calon pendeta bernama Yanto Snae ketika bertugas pada salah satu mata jemaat GMIT di Kabupaten Alor. Para korban merupakan anak remaja, dan jumlah korban yang telah melapor sebanyak enam orang. Informasi lain menyebutkan, korban bahkan lebih dari enam orang.

Terhadap hal ini, dalam sebuah obrolan WA grup, advokat Amos Aleksander Lafu, SH., MH & Rekan (ALR) menyatakan telah menerima kuasa dari terduga pelaku SAS pada tanggal 3 September 2022.

Dalam penjelasannya, Amos Lafu menyatakan bahwa Kantor Advokat ALR berkomitmen untuk mendampingi terduga pelaku secara profesional, jujur dengan tetap menunjukkan empati yang mendalam terhadap para korban.

"Bahwa pada hari ini, Senin, 5 September 2022, klien kami telah tiba di Alor guna memenuhi panggilan penyelidik/penyidik untuk memberikan keterangan, selanjutnya klien kami berjanji akan memberikan keterangan secara jujur, terbuka, tidak berbelit-belit demi membuat terang tindak pidana a quo," kata Amos dalam penjelasan tertulisnya, Senin (5/9).

Amos juga menyampaikan bahwa kliennya secara jujur menyatakan menyesali apa yang telah diperbuat, oleh karena itu permintaan maaf yang tulus disampaikan kepada korban bersama orang tua dan keluarganya, MSH bersama keluarga besar GMIT, keluarga besar GMKI Kupang, dan GMKI Kalabahi serta masyarakat umum. "Selanjutnya klien kami memohon doa dan dukungan dari semua kita untuk menjalani segala proses hukum seusai ketentuan hukum yang berlaku," sebut pengacara muda NTT ini. (aln)

  • Bagikan