Kasus Korupsi Dana Covid-19, Terungkap Ada Mark Up Harga Oleh Terdakwa

  • Bagikan
SIDANG. Tampak tiga terdakwa sementara mengikuti sidang korupsi dana Covid-19 Kabupaten Flotim di Pengadilan Tipikor, Senin (13/2). (FOTO: IMRAN LIARIAN/TIMEX).

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang kembali menggelar sidang dugaan korupsi dana Covid-19, Kabupaten Flores Timur (Flotim) Tahun 2020.

Sidang dengan agenda mendengar keterangan saksi untuk tiga orang terdakwa masing-masing, Paulus Igo Geroda, Petronela Letek Toda dan Alfonsus Hada Betan dilangsungkan secara virtual, Senin (13/2).

Pada persidangan ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan sebanyak 10 orang saksi yakni Kristina Agustina, Mai Murniati, Fitri Anggriani, Beatrix Paulina Motu Tukan, Martha Letek, Regina Da Silva, Syahban Achmad, Maryam Beleng, Lina Osita dan Simon Ratna Melur.

Sidang yang dipimpin Wari Juniati selaku hakim ketua, didampingi Lizbet Adelina dan Mike Priyantini sebagai anggota hakim itu terungkap fakta Mark up harga sewa hotel, pembelian terpal hingga pembelian makanan.

Jaksa Chornelis Oematan menjelaskan bahwa setelah hasil pemeriksaan SPJ itu ada 1 pembelanjaan di Toko Duta Elektronik. Barang bukti berupa kwitansi Dinas BPBD Flores Timur nomor 101 tanggal 15 April 2020 itu ada pembelanjaan sebesar Rp 16 juta. Terdapat dua kwitansi yaitu pembelanjaan tanpa jumlah dan kwitansi kedua tanpa tanggal.

Sementara berdasarkan keterangan saksi Lina bahwa hanya pembelanjaan sebesar Rp 10.300.000. "Pembelanjaan tidak sampai Rp 16 juta," tegas saksi Lina.

Saksi Simon Ratna Melur, menjelaskan bahwa pada tahun 2020 bekerja sebagai Master Chef (Tukang Masak) di Hotel Fortuna. Ia juga mengaku bahwa benar pada Tahun 2020 BPBD Flotim pernah mengunakan hotel untuk menampung masyarakat yang terpapar Covid-19.

Simon juga membantah adanya kwitansi pembayaran nomor 291 senilai Rp 16.000.000 dengan ditulis tangan dan tertera tanda tangan namun stempel bukan stempel Hotel Fortuna.

"Saya tidak tahu karena saat itu ada pergantian shift dan saya tidak ada ditempat," ujarnya ketika dikonfirmasi terkait kwitansi tersebut oleh jaksa.

Di BAP, saksi Simon mengaku, di buku data piket pihak Hotel menerima pembayaran sebesar Rp 16.000.000, tapi yang diterima hanya Rp 11.000.000. "Total Rp 11 juta ini dilihat dari buku data piket harian," ujar saksi Simon.

Kemudian saksi Syahban Achmad, pemilik kios Komaria mengaku ada 9 kali belanja di Kios Komaria oleh BPBD Kabupaten Flotim. Kwitansi pertama tanggal 9 April 2020 ada pembelanjaan senilai Rp 4.650.000.

Saksi Syahban mengaku dalam kwitansi itu ada tulisan dan tanda tangan, tapi itu bukan ibu (istri saksi) yang tanda tangan. Dalam kwitansi itu tertulis pembelian 10 buah terpal. "Saya jual barang-barang dapur, seperti spon, sprei. Kalau terpal tidak jual," tegas saksi Syahban.

Kwitansi kedua nomor 71 tanggal 9 April itu jumlah pembiayaan Rp 5.650.000. Kwitansi nomor 73 dengan total pembiayaan sebesar Rp 1.500.000. Pembelian Spon dengan harga Rp 750.000. Ini harga spon yang tertulis dalam kwitansi.

Terkait hal tersebut, Saksi Syahban mengaku harga spon itu harganya Rp 200.000 sampai Rp 250.000. "Tulisan dalam kwitansi itu bukan dari Kios Komaria," ujarnya.

Selanjutnya kwitansi nomor 119 tanggal 20 April 2020 itu pembelanjaan spon sejumlah Rp 6.000.000. Terdapat stempel itu memang dari Kios Komaria, tapi kalau yang tanda tangan di kwitansi itu bukan dari Kios Komaria.

Dari sejumlah kwitansi tersebut, Jaksa menyampaikan totalnya sebesar Rp 23.270.000. Sementara berdasarkan BAP saksi itu menjelaskan hanya menerima Rp 12.000.000.

"Yang datang belanja barang itu ibu Bendahara BPBD, Petronela. Ini pembayaran satu kali," ungkap saksi Syahban.

Sedangkan saksi Fitri Anggriani, pemilik Rumah Makan Batu Hiu, menjelaskan bahwa terdapat dua kali pembiayaan oleh BPBD Kabupaten Flotim Tahun 2020. Jumlah pembayaran termuat dalam kwitansi sebesar Rp 8.610.000.

Berdasarkan tulisan dalam kwitansi pembelanjaan sebesar Rp 7.500.000. Untuk kwitansi itu saksi Fitri mengaku tidak tahu dan tulisan dalam kwitansi itu bukan dari pihak Rumah Makan Batu Hiu.

Kemudian nota pembelanjaan 30 ayam bakar harga Rp 30.000 perporsi, total Rp 300.000. Terdapat stempel dalam nota tersebut, Saksi Fitri mengaku memang benar stempel dari Rumah Makan Batu Hiu.

"Ini sesuai dengan nota yang ada stempel sehingga total pembayaran Rp 300.000. Jumlah ini sesuai dengan nota yang ada stempel yang kami akui," ungkap saksi Fitri.

Sementara saksi Regina Da Silva, mengatakan bahwa pemilik usaha Ina Bakery, berdasarkan SPJ ada empat kwitansi pembiayaan di Ina Bakery. Kwitansi pembiayaan sebesar Rp. 5.600.000. Pembelian snack sebesar Rp.7.000.000. Namun dalam kwitansi tersebut namanya tidak jelas.

Dari total pembelanjaan oleh BPBD Kabupaten Flores Timur itu saksi hanya menerima Rp 900.000. Saksi juga mengaku pernah memberikan nota kosong kepada BPBD Kabupaten Flotim. "Berdasarkan nota belanja itu hanya Rp 900.000," tegasnya.

Saksi Mai Murniati, pemilik Rumah Makan Tanjung Raya. Dalam SPJ itu terdapat kwitansi dinas pembelanjaan di Rumah Makan Tanjung Raya.

Kwitansi nomor 50 ada pembelanjaan sebesar Rp. 4.504.000. Belanja makan di Rumah Makan Tanjung Raya. Terdapat stempel yang merupakan milik Rumah Makan Tanjung Raya. Selain itu masih ada beberapa kwitansi yang tidak ada stempel yang tidak diakui oleh saksi.

Kemudian saksi Kristina Agustina, pemilik Tokoh Sejati, terdapat enam kwitansi. Saksi terima uang dari BPBD berdasarkan kwitansi sebesar Rp 4.225.000. Sementara kwitansi dari BPBD Kabupaten Floti itu total belanja di Tokoh Sejati sebesar Rp 7.000.000.

"Saya tetap pada keterangan saya di BAP," jelas saksi Kristina Agustina. (r1)

  • Bagikan