Indeks SPBE NTT Peringkat Tiga Nasional, Wagub Tekankan 3 Hal Penting di Forum Rakor TIK

  • Bagikan
POSE BERSAMA. Wagub NTT, Josef Nae Soi (Seragam Pramuka, tengah) berpose bersama perwakilan pemerintah kabupaten/kota se-NTT dalam Rakor Bidang TIK di Hotel Kristal Kupang, Rabu (22/2). (FOTO: RESTI SELI/TIMEX)

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar Rapat Koordinasi Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (Rakor TIK) se-Provinsi NTT. Rakor dengan tema “Kolaborasi untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan dan Indeks SPBE di Provinsi NTT, Keep Going dan Keep Growing" itu berlangsung di Hotel Kristal Kupang, Rabu (22/2).

Rakor tersebut bertujuan mendorong terbangunnya peningkatan kolaborasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah se-NTT dalam mengakselerasi dan mengimplementasikan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Selain itu, juga untuk mendorong peran dan komitmen kabupaten/kota dalam meningkatkan indeks SPBE tahun 2023.

Kepala Dinas Kominfo NTT, Abraham Maulaka menjelaskan, kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan indeks SPBE di Provinsi NTT.

"Rakor tahun ini akan memberikan motivasi dan spirit untuk mendorong NTT bangkit dalam penyelenggaraan pemerintah berbasis elektronik untuk mewujudkan masyarakat sejahtera di Provinsi NTT," sebut Abraham.

Ketua Panitia Rakor, Lusia F. Tiwe menambahkan, SPBE merupakan penyelenggaraan pemerintahan yang memanfaatkan TIK untuk memberikan layanan kepada pengguna. "Penerapan SPBE diharapkan dapat memperbaiki tata kelola pemerintahan sehingga lebih efisien, efektif dan terintegrasi," ucap Lusia.

Implementasi SPBE berangkat dari berbagai persoalan, dimana sering terjadi pemborosan anggaran. Masing-masing instansi/dinas membangun aplikasinya sendiri, sehingga sulit untuk dilakukan integrasi.

"Karena itu dibutuhkan arsitektur SPBE yang menjadi kerangka kerja dalam mengintegrasi seluruh proses, bisnis data dan informasi, aplikasi keamanan, serta menghasilkan layanan yang terintegrasi," kata Lusia.

Menurut Lusia, tingkat keamanan SPBE Provinsi NTT sendiri masih dalam kategori cukup dan kurang. Namun, terdapat tiga daerah yang masuk dalam kategori baik. "Kami memandang bahwa rakor ini dipandang penting sebagai media membangun kolaborasi, komunikasi dan informasi untuk mewujudkan sinkronisasi program kegiatan bidang Kominfo antara pemerintah pusat dan daerah juga mitra kerja, untuk membangun sistem pemerintahan yang berbasis elektronik," jelasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Kupang, Fahrensy Priestly Funay mengungkapkan, Pemkot Kupang sementara berfokus pada masalah penanganan stunting, inflasi, dan kemiskinan.

Dalam upaya menurunkan stunting, Pemkot melakukan penataan dan menentukan sasaran penangan stunting yang efektif. Di perkirakan akhir April 2023 nanti, sudah dapat memverifikasi data hasil penanganan yang dilaksanakan untuk memperoleh angka prevalensi dan diharapkan Agustus 2024 nanti stunting mengalami penurunan.

Salah satu inovasi yang digunakan dalam menangani stunting adalah memanfaatkan aplikasi SPBE bernama "Sodamolek" untuk pendataan validasi data stunting ditingkat kelurahan yang sementara dikelola Dinas Kominfo Kota Kupang.

"Pemanfaatan aplikasi sistem informasi rujukan terintegrasi nasional Kemenkes untuk penanganan rujukan ibu hamil dan balita dikelola oleh Dinkes," kata Fahrensy.

Sementara untuk penangan inflasi sendiri, per Januari 2023, inflasi di Kota Kupang berada pada angka 7,8 persen. Salah satu penanganannya, Pemkot Kupang mengembangkan aplikasi Sodamolek, salah satu fungsinya sebagai monitoring harga sembako di tiga pasar di Kota Kupang.

"Sodamolek dikembangkan untuk menangani stunting, inflasi dan pelayanan publik lainnya," ucapnya.

Hadir pula dalam rakor tersebut, Wakil Gubernur (Wagub) NTT, Josef A. Nae Soi. Dalam forum itu, Wagub Josef Nae menekankan tiga hal penting, yakni prasarana, sarana, dan sistem. "Prasarana menjadi hal penting yang harus dimiliki. Kedua sarana, apabila ada sinyal kemudian tidak bisa dimanfaatkan bagaimana?" ujar Josef.

Sementara sistem, Josef menyebut pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 39 Tahun 2019 yang telah diperbaharui tahun 2022. Perpres ini menegaskan bahwa data di Indonesia harus satu data.

"Misalnya, survei tentang stunting, data berbeda. Data pusat tidak sama dengan BPS. Data BPS tidak sama dengan yang Pemprov sensus. Data stunting dari Departemen Kemenkes 37 persen, BPS ikut, Kemenkes ikut. Kita Pemprov sensus dan stunting kita 17 persen," jelasnya.

Josef menegaskan agar sistem yang dilakukan sekarang harus tetap bertumbuh dan menghasilkan output maupun outcome yang bermanfaat.

Sebagai informasi, penyelenggaraan SPBE dengan percepatan transformasi digital oleh Kemen PAN-RB setiap tahun melakukan evaluasi terhadap indeks SPBE pada semua Kementerian, Lembaga Pemerintah, dan Pemda.

Evaluasi tahun 2022, NTT mendapat capaian indeks SPBE tertinggi ketiga nasional, dengan angka 3,35 kategori daerah tingkat satu dengan predikat baik. Hal tersebut digagas dengan baik oleh Dinas Kominfo Provinsi NTT.

Selanjutnya, dari 22 kabupaten/kota di NTT, dua kabupaten predikat baik, 11 predikat cukup, dan delapan kurang. Sementara satu tidak mengikuti pemantauan dan evaluasi, yakni Kabupaten Ende.

Berikut peringkat 10 besar indeks SPBE kabupaten/kota se-NTT tahun 2022:

  1. Manggarai Barat (3,01; Predikat Baik)
  2. TTS (2,61; Baik)
  3. Rote Ndao (2,46; Cukup)
  4. Manggarai Timur (2,46; Cukup)
  5. Sumba Timur (2,31; Cukup)
  6. Sumba Barat (2,25; Cukup)
  7. Sabu Raijua (2,14; Cukup)
  8. Kota Kupang (2,05; Cukup)
  9. Malaka (1,99; Cukup
  10. Belu (1,92; Cukup). (*)

Penulis: Resti Seli

Editor: Marthen Bana

  • Bagikan