Kolaborasi Pentahelix Tangani Rabies di TTS

  • Bagikan
FGD. Kepala Balai Karantina Pertanian Yulius Umbu Hunggar, Rektor Undana Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc, Kasi Kelautan Dinas Perhubungan NTT Jan Piter Liunome, S.Si.T dan ASDP Cabang Kupang tengah menyampaikan materinya pada FGD yang digelar di The King Kupang, Rabu (28/6).

Balai Karantina Gelar FGD

KUPANG, TIMEXKUPANG FAJAR.CO.ID-Menindaklanjuti Instruksi Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Nomor: 05/Disnak/2023 tentang Penanggulangan Rabies di Pulau Timor, Balai Karantina Pertanian gelar Focus Group Discussion (FGD).

FGD tersebut mengusung tema "Peningkatan Kewaspadaan Rabies melalui Kolaborasi Pentahelix". Kegiatan tersebut berlangsung di The Kings Kupang, Rabu (28/6).

Kegiatan ini melibatkan Dinas Perhubungan Provinsi NTT, Lantamal VII Kupang, Kepala Dinas Peternakan NTT, Polres Kupang, ASDP Cabang Kupang, Korsatpel Bolok, Kesehatan Pelabuhan Bolok, Stasiun Pemantauan Keamanan dan Keselamatan Laut (SPKKL) Kupang Bakamla RI, KP3 Bolok, Polairud Bolok, Fakultas Kedokteran dan Kedokteran Hewan (FKKH) Undana, PDHI NTT dan pers.

FGD kali ini melibatkan empat orang pemateri yakni Kepala Balai (Kabalai) Karantina Pertanian Yulius Umbu Hunggar, Rektor Undana Prof. Dr. drh. Maxs U. E. Sanam, M.Sc, Kasi Kelautan Dinas Perhubungan NTT Jan Piter Liunome, S.Si.T dan Perwakilan Kepala ASDP Cabang Kupang.

Rektor Undana Prof Maxs U. E. Sanam pada kesempatan tersebut mengatakan semua jenis penanganan terhadap penyakit mematikan tersebut sdh dilakukan. Bahkan semua ilmu sudah diterapkan dalam penanganan penyakit rabies.

Meski demikian, hingga saat ini belum mendapat ilmu terkait penanganan kepada pasien rabies yang menunjukkan gejala klinis.

"Tidak ada ilmu yang tidak lengkap lagi dalam menangani rabies hanya belum berkembang ilmu tentang menyelematkan orang atau pasien yang menunjukkan klinis karena 99,9 persen pasien akan meninggal jika sudah gejala klinis," ungkapnya.

Ia menyampaikan apresiasi kepada Balai Karantina Pertanian karena sudah melakukan upaya-upaya pencegahan, sebab penyakit tersebut memiliki tingkat kematian yang tinggi tetap sebenarnya bisa dicegah. 

"Rabies ini merupakan salah satu penyakit yang bisa dicegah. Populasinya di kontrol karena tidak ada obatnya. Anjing-anjing yang diliarkan atau tidak dalam jangkauan pemilik harusnya di kontrol dengan vaksinasi," sebutnya.

Dikatakan disiplin dan kesadaran masyarakat sangatlah beda jika dibandingkan dengan kesadaran masyarakat di negara-negara lainnya yang pernah terpapar rabies seperti di Inggris. Seharusnya anjing bisa dikontrol dan terhindar dari ancaman penyakit.

"Jadi ketika hendak mengantisipasi gigitan anjing, maka penyakit ini dapat dicegah masa ingklubasi rabies hanya beberapa minggu. Maka harusnya anjing sudah diantisipasi," katanya.

Ia juga menegaskan, pihak Undana mulai dari dosen dan mahasiswa tengah di kerahkan untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap bahaya dan bentuk antisipasi yang mesti dilakukan masyarakat.

"Pemberian edukasi terhadap masyarakat bagaimana memelihara anjing sejak dini juga sangat penting meski dianggap biasa," tuturnya.

"Untuk penanganan rabies harus kerja bersama atau kerja kolaborasi dengan semua pihak terutama pada masyarakat," tambah dokter hewan itu  

Kasi Kelautan Dinas Perhubungan NTT Jan Piter Liunome pada kesempatan tersebut juga menyebut Pemerintah Provinsi, pada dasarnya sangat mendukung pencegahan penyebaran rabies.

Disetiap pintu masuk baik darat, udara maupun laut telah ditutup bagi anjing-anjing yang hendak masuk maupun keluar. Selain itu di batas kota/kabupaten juga melakukan hal yang sama.

"Pemerintah sedang dan telah berusaha semaksimal mungkin dengan kebijakannya agar membatasi pergerakan hewan penyebar rabies masuk maupun keluar agar tidak menyebar ke wilayah lainnya," katanya.

Usai kegiatan Kabalai Karantina Pertanian, Yulius Umbu Hunggar mengatakan kerja sama atau pentahelix sudah pernah dilakukan dalam mencegah penyakit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternak sapi.

Dengan kerja pentahelix pihaknya bisa memblokir masuknya penyakit KMK dan menjadikan NTT salah satu provinsi yang bebas dari PMK.

"Berdasar pengalaman ini, kita ingin terapkan kembali pada penanganan rabies. Jadi kita ingin semua terlibat untuk mencegah," ujarnya.

Dari hasil pertemuan tersebut disepakati bersama untuk dilakukan kerja-kerja atau rencana aksi dilapangan secara pentahelix baik dengan pemerintah serta instansi lainnya.

Dikatakan selain pemerintah, ada juga poin kesepakatan untuk bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk referensi dan epidemiologi penyakit tersebut.

"Disamping itu, masyarakat mesti berpartisipasi mengambil bagian dalam hal pencegahan penyebaran penyakit rabies yang lebih meluas. Penyebaran informasi tentang rabies dan kebijakan-kebijakan pemerinta harus diketahui semua masyarakat," pintanya.

"Kekuatiran kita itu, penyebaran ke kabupaten atau pulau -pulau lainnya. Maka kami berharap dengan poin-poin rekomendasi dapat ditindaklanjuti semua pihak," tutupnya. (r3)

  • Bagikan