Polresta dan Kejaksaan Saling Melempar Kesalahan

  • Bagikan
Ahli Pidana asal Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang, Michael Feka. (ISTIMEWA)

Keluarga Mengharapkan Profesionalisme dalam Proses Hukum

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Persoalan tidak adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang mencantumkan nama tersangka yang mengakibatkan tidak diperpanjang masa tahanan tersangka Marthen Soleman Konay alias Teni Konay dalam kasus dugaan pembunuhan terhadap korban Roy Herman Bolle memanas.

Terhadap proses yang berlangsung, Polresta Kupang Kota dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang terkesan saling melempar kesalahan. Pihak kepolisian polresta mengaku sudah mengirimkan SPDP dan nama tersangka ke kejaksaan untuk memperpanjang masa tahanan yang segera berakhir. Sementara pihak kejaksaan membantah adanya SPDP dengan tersangka Teni Konay bahwa tidak ada dasar hukum untuk memperpanjang masa tahanan tersangka.

"Perkara yang sedang ditangani adalah masalah serius karena ada korban jiwa dan kasus ini sebagai pembelajaran baik bagi pelaku maupun bagi masyarakat sehingga saya harapkan kedua institusi penegak hukum ini dewasa dan bekerja sesuai aturan hukum serta jangan terkesan melempar kesalahan," ujar Akademisi Universitas Widya Mandira (UNWIRA), Mikhael Feka.

Ia menyebut koordinasi antara kedua institusi penegak hukum ini sangat penting jangan sampai mempertontonkan ego institusi akhirnya substansi pokok menjadi kabur karena kurang Koordinasi. 

"Hukum bukan hanya untuk hukum itu sendiri melainkan untuk mengabdi pada manusia sebagai tuan atas hukum," ujarnya.

Terhadap proses hukum yang terjadi, Ahli Hukum Pidana ini menjelaskan SPDP itu sebagai bukti bahwa penyidik telah melakukan penyidikan terhadap suatu tindak pidana. Yang menjadi problem adalah apakah saat SPDP harus disertai dengan nama tersangka?. Terkait perihal tersebut dijelaskan bahwa ada dua kemungkinan di sini yakni apabila saat menerbitkan SPDP sudah ada tersangkanya maka dicantumkan nama tersangka tersebut dan wajib hukumnya sesuai Putusan MK nomor 30 Tahun 2015 untuk disampaikan kepada tersangka selain kepada jaksa dan korban.

Lanjut calon doktor hukum ini, apabila saat penyidikan baru peristiwanya saja yang dinyatakan peristiwa pidana dan belum ada tersangkanya maka tentunya SPDP tersebut tidak akan dicantumkan nama tersangka (dalam sidik) tetapi ketika dalam masa penyidikan kemudian penyidik menetapkan tersangka berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah maka penyidik harus menyampaikan kepada jaksa perihal penetapan tersangka tersebut dengan melampirkan SPDP tersebut. 

“Proses penyidikan tetap sah yang penting mengeluarkan surat ketetapan tentang penetapan tersangka dan melampirkan bersama SPDP awal tanpa nama tersangka tersebut dan disampaikan kepada jaksa maupun kepada tersangka,” katanya.

“Artinya alasan jaksa itu benar. Secara hukum dan apakah penyidik sudah melakukan seperti yang saya sampaikan di atas atau tidak. Jika penyidik belum melakukan seperti pendapat saya maka memang jaksa tidak bisa mengeluarkan perpanjangan tetapi apabila penyidik sudah melakukan seperti yang saya kemukakan maka tidak ada alasan bagi jaksa untuk tidak mengeluarkan perpanjangan," tambahnya.

Ditanya terkait sah atau tidaknya penahan tersebut karena tidak ada SPDP, Mikhael Feka menegaskan bahwa penahanan itu tetap sah karena penahanan itu berdasarkan surat perintah penahanan bukan SPDP. Tentunya seseorang ditahan karena diduga sebagai pelaku tindak pidana berdasarkan alasan subyektif maupun alasan obyektif sebagaimana diatur dalam KUHAP. 

“SPDP fungsinya bagi tersangka adalah untuk mempersiapkan pembelaan,  sedangkan fungsi SPDP untuk jaksa adalah untuk mempersiapkan penuntutan,” pintanya.

Plt Kajari Kota Kupang, Shierly Manutede, SH.,MH. (FOTO: ISTIMEWA).

Plt Kajari Kota Kupang, Shirley Manutede mengatakan pihak Kejari Kota Kupang tidak memiliki dasar hukum untuk menerbitkan surat perpanjangan penahanan untuk tersangka Marthen Soleman Konay. 

"Kami jaksa dalam memberi perpanjangan penahanan mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku sehingga kami sudah menyampaikan alasan penolakan pemberian perpanjangan penahanan tersangka tersebut karena kami tidak menerima SPDP atas tersangka Marthen Soleman Konay," katanya.

Ditegaskan, kasus tersebut hanya terdapat tujuh SPDP untuk delapan orang tersangka dan didalam SPDP tersebut tidak tercantum tersangka atas nama Marthen Soleman Konay.

Terkait penjelasan penyidik dari pihak kepolisian bahwa SPDP atas nama tersangka Marthen Soleman Konay digandeng dengan SPDP untuk tersangka Donny Konay ternyata tidaklah benar (tidak ada).

"Setelah kami cek di SPDP Donny Konay hanya tunggal atas nama Donny Konay tanpa ada nama Marthen Soleman Konay maupun kata Cs atau Dkk tidak ada," tegas Shirley Manutede.

Menurut Shirley Manutede, sejumlah alasan jaksa sehingga tidak mengeluarkan perpanjangan penahanan terhadap tersangka Marthen Soleman Konay diantaranya, pada ketentuan Pasal 24 ayat (2) KUHAP bahwa permintaan perpanjangan penahanan dapat diberikan paling lama 40 hari guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai. 

"Faktanya, hingga 5 Oktober 2023, Kejari Kota Kupang tidak ada atau menerima SPDP atau SPRINDIK atas nama tersangka Marthen Soleman Konay," ujarnya.

Lanjut mantan Kajari Oelamasi ini, mengacu pada pedoman Nomor 20 Tahun 2020 tentang pedoman penanganan perkara pidana umum bahwa pengiriman SPDP sesuai putusan MK Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 penyidik wajib menyerahkan dan memberitahukan SPDP kepada penuntut umum dalam waktu paling lambat 7 hari setelah terbit surat perintah penyidikan.

Selanjutnya, mengacu pada Pasal 14 ayat (1) peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, tentang perubahan peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang penyidikan tindak pidana, surat permintaan perpanjangan penahanan yang diajukan tanpa adanya SPDP dan surat perintah penyidikan sehingga bertentangan dengan Pasal 14 ayat (1) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan pidana.

Kapolresta Kupang Kota, Kombes Pol. Rishian Krisna Budhiaswanto, ketika memberikan keterangan terkait kronologis kejadian dugaan penculikan anak di ruang kerjanya, Selasa (7/2). (INTHO HERISON TIHU TIMEX/TIMEX).

Diberitakan sebelumnya, Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan perpanjangan masa tahanan terhadap para tersangka sesuai SPDP yang ada. 

Dari permohonan tersebut terdapat delapan tersangka sudah diperpanjang namun tersangka Teni Konay belum diperpanjang masa tahanannya.

"SPDP ini adalah dasar dimulainya penyidikan. Definisi penyelidikan sendiri adalah serangkaian tindakan penyidik untuk menemukan alat bukti sehingga bisa menentukan siapa tersangkanya," jelas mantan Kabid Humas Polda NTT itu.

Terhadap alasan belum diperpanjangnya masa tahanan, dirinya menyarankan untuk melakukan konfirmasi langsung kepada pihak kejaksaan. "Kita lihat saja. Kalau kejaksaan tidak mengeluarkan perpanjangan ya apa boleh buat, terpaksa dikeluarkan," katanya.

Ia menegaskan bahwa dalam penanganan perkara jika ditemukan alat bukti yang cukup terhadap adanya keterlibatan pelaku lain maka pihaknya tidak segan-segan untuk menetapkan tersangka agar kasus pembunuhan tersebut dapat dituntaskan.  

BERI KETERANGAN. Kuasa Hukum, Paul Hariwijaya Bethan (tengah) didampingi keluarga memberikan keterangan usai audiens dengan Kapolresta Kupang Kota, Senin (9/10). (FOTO: INTHO HERISON TIHU/TIMEX).

Kuasa Hukum Paul Hariwijaya Bethan mewakili keluarga korban usai melakukan pertemuan dengan Kasi Pidum dan jajarannya terkait dengan tidak diperpanjangnya masa tahanan, mengaku  tidak diatur secara tegas dalam SPDP yang harus mencantumkan secara jelas nama dari tersangka. 

Menurutnya, SPDP adalah salah satu surat yang dimulainya suatu penyidikan. Esensi SPDP itu fungsi koordinasi antara pihak kepolisian dan kejaksaan terkait dengan penyidik sedang melakukan pemeriksaan terhadap suatu dugaan peristiwa yang sedang terjadi.

"Itu esensi saya, sebenarnya SPDP itu lebih ke pihak kepolisian dan kejaksaan dalam berkoordinasi," ungkapnya 

Pihak keluarga korban merasa kecewa dengan apa yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan dan Kepolisian. Pasalnya, kasus ini tidak berjalan sesuai dengan prosedur atau ekspektasi yang ada. 

"Kami selalu korban tentu merasa merasa kecewa. Untuk itu kami berharap profesionalisme dari kedua institusi ini. Jika dalam waktu dekat salah satu tersangka bebas dari tahanan maka kami berharap agar penyidik dari Polresta Kupang Kota bisa memaksimalkan tugas dan fungsinya. Untuk kejaksaan juga perlu meningkatkan ujung koordinasi yang lebih baik," ucapnya.

Untuk diketahui, masa tahanan Teni Konay akan berakhir pada tanggal 16 Oktober 2023 mendatang atau masih menyisakan lima hari lagi. Sedangkan delapan tersangka lain telah diperpanjang masa tahanannya selama 40 hari kedepan.

Para terduga pelaku yang berhasil diungkap dan ditetapkan sebagai tersangka yakni MA alias Tejo, Ito, Valen alias VX, ES alias Bocor, JM alias Johan, SEK alias Stevye, MSK alias Teny, DLK alias Dony dan RL alias Ama. (r3)

  • Bagikan