PH: Ada Unsur Kesengajaan dari Jaksa untuk Bebaskan TSK Pembunuhan

  • Bagikan
DISKUSI. Ketua Tim PH Paul Hariwijaya Bethan dan tim tengah berdiskusi dengan Kasi Pidum diruang kerjanya, Kamis (12/10).

Perjuangan Mendapatkan Keadilan Oleh Keluarga Nihil

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Kuasa hukum dan keluarga korban pembunuhan Roy Herman Bolle kembali menemui pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Kupang untuk mempertanyakan tentang adanya kejanggalan dalam proses hukum yang tengah berlangsung di tingkat penyidikan.

Kedatangan keluarga dan tim penasehat hukum (PH) ini merupakan yang ketiga kalinya guna mencari dan memastikan letak kejanggalan sehingga tersangka Marthen Soleman Konay alias Teni Konay tidak diperpanjang masa tahanannya.

Keluarga korban diterima Kasi Pidum dan jajaran untuk mendiskusikan apa yang diketahui masyarakat dan alasan tidak diperpanjangnya masa tahanan oleh pihak kejaksaan. 

Diskusi yang berlangsung alot itu, lagi-lagi  tidak mendapat titik temu dan memberikan rasa kepuasan bagi pihak keluarga. Keluarga menilai adanya unsur kesengajaan dan pembiaran dalam pemeriksaan berkas dengan tujuan tersangka dibebaskan.

Hal ini disampaikan PH, Paul Hariwijaya Bethan, yang didampingi Matias Kayun dan Dicky Ndun usai pertemuan di Aula Lantai II Kejari Kota Kupang, Kamis (12/10).

"Tujuan kami ke kejaksaan untuk mengawal proses hukum kasus pembunuhan terhadap saudara kami," katanya.

Dikatakan, perjuangan keluarga hingga saat ini belum mendapat hasil apapun karena pihak kejaksaan masih tetap pada jawaban mereka. Padahal tugas dan fungsi koordinasi tidak dilakukan pihak kejaksaan. 

"Alasan penolakan perpanjangan masa tahanan tersangka Marthen Soleman Konay dengan alasan tidak dicantumkannya nama tersangka di SPDP. Memang tidak dicantumkan tapi ada surat pemberitahuan penetapan tersangka dan penahanan dikirim ke Kejaksaan. Kejaksaan mengakui adanya pemberitahuan tersebut," katanya.

"Pertanyaannya, kenapa setelah menerima pemberitahuan dari penyidik, saat itu juga atau beberapa hari berselang tidak memberikan petunjuk oleh jaksa untuk melengkapi kekurangan pada SPDP sehingga mengantisipasi adanya perpanjangan masa tahanan?. Ini artinya ada praktek pembiaran atau ada unsur kesengajaan yang dilakukan jaksa," ungkap Paul menambahkan.

Lanjut Paul, keluarga sangat menyayangkan sikap kejaksaan tersebut sehingga terkesan membiarkan seorang tersangka pembunuh harus bebas demi hukum.

"Sejak awal dan penetapan tersangka oleh penyidik, tentu sudah mengantongi dua alat bukti yang cukup. Ini merupakan cerminan penegakan hukum yang sangat menyedihkan bagi keluarga korban," sebutnya.

Paul Hariwijaya Bethan menambahkan, bagaimana seorang terduga pelaku pembunuhan yang sudah memenuhi syarat materil bisa dibebaskan dengan mudah.

Ia menyebut, sikap penekanan hukum ini tentu tidak diterima keluarga maka akan diambil langkah-langkah hukum yang relevan dan sesuai aturan guna terus mencari keadilan.

"Kami akan menyurati Kepala Kejaksaan Agung tentang proses hukum ini karena sangat jangal," katanya.

Dicky Ndun, tim PH mpertanyakan tugas dari seorang Jaksa. Dikatakan dalam penyidikan suatu kasus, jaksa menjadi alat kontrol untuk memeriksa dan memberikan petunjuk guna lengkapnya suatu berkas perkara.

"Nah, ini malam sengaja dibiarkan kekurangan yang ada lalu pada saat masa tahanan berakhir dibeberkan," ungkapnya dengan nada kesal.

Ditegaskan bahwa alasan pihak kejaksaan sangat tidak mempertimbangkan dan mengabaikan fungsi koordinasi antar instansi penegakan hukum.

Sebelumnya, Plt Kajari Kota Kupang, Shirley Manutede mengatakan pihak Kejari Kota Kupang tidak memiliki dasar hukum untuk menerbitkan surat perpanjangan penahanan untuk tersangka Marthen Soleman Konay. 

"Kami jaksa dalam memberi perpanjangan penahanan mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku sehingga kami sudah menyampaikan alasan penolakan pemberian perpanjangan penahanan tersangka tersebut karena kami tidak menerima SPDP atas tersangka Marthen Soleman Konay," katanya.

Ditegaskan, kasus tersebut hanya terdapat tujuh SPDP untuk delapan orang tersangka dan didalam SPDP tersebut tidak tercantum tersangka atas nama Marthen Soleman Konay.

Terkait penjelasan penyidik dari pihak kepolisian bahwa SPDP atas nama tersangka Marthen Soleman Konay digandeng dengan SPDP untuk tersangka Donny Konay ternyata tidaklah benar (tidak ada).

"Setelah kami cek di SPDP Donny Konay hanya tunggal atas nama Donny Konay tanpa ada nama Marthen Soleman Konay maupun kata Cs atau Dkk tidak ada," tegas Shirley Manutede.

Menurut Shirley Manutede, sejumlah alasan jaksa sehingga tidak mengeluarkan perpanjangan penahanan terhadap tersangka Marthen Soleman Konay diantaranya, pada ketentuan Pasal 24 ayat (2) KUHAP bahwa permintaan perpanjangan penahanan dapat diberikan paling lama 40 hari guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai. 

"Faktanya, hingga 5 Oktober 2023, Kejari Kota Kupang tidak ada atau menerima SPDP atau SPRINDIK atas nama tersangka Marthen Soleman Konay," ujarnya.

Lanjut mantan Kajari Oelamasi ini, mengacu pada pedoman Nomor 20 Tahun 2020 tentang pedoman penanganan perkara pidana umum bahwa pengiriman SPDP sesuai putusan MK Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017 penyidik wajib menyerahkan dan memberitahukan SPDP kepada penuntut umum dalam waktu paling lambat 7 hari setelah terbit surat perintah penyidikan.

Selanjutnya, mengacu pada Pasal 14 ayat (1) peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019, tentang perubahan peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang penyidikan tindak pidana, surat permintaan perpanjangan penahanan yang diajukan tanpa adanya SPDP dan surat perintah penyidikan sehingga bertentangan dengan Pasal 14 ayat (1) PERKAP Nomor 6 Tahun 2019 tentang penyidikan pidana.

Kapolresta Kupang Kota Kombes Pol Rishian Krisna Budhiaswanto diberikan sebelumnya mengatakan pihaknya telah mengajukan permohonan perpanjangan masa tahanan terhadap para tersangka sesuai SPDP yang ada. 

Dari permohonan tersebut terdapat delapan tersangka sudah diperpanjang namun tersangka Teni Konay belum diperpanjang masa tahanannya.

"SPDP ini adalah dasar dimulainya penyidikan. Definisi penyelidikan sendiri adalah serangkaian tindakan penyidik untuk menemukan alat bukti sehingga bisa menentukan siapa tersangkanya," jelas mantan Kabid Humas Polda NTT itu.

Terhadap alasan belum diperpanjangnya masa tahanan, dirinya menyarankan untuk melakukan konfirmasi langsung kepada pihak kejaksaan. "Kita lihat saja. Kalau kejaksaan tidak mengeluarkan perpanjangan ya apa boleh buat, terpaksa dikeluarkan," katanya.

Ia menegaskan bahwa dalam penanganan perkara jika ditemukan alat bukti yang cukup terhadap adanya keterlibatan pelaku lain maka pihaknya tidak segan-segan untuk menetapkan tersangka agar kasus pembunuhan tersebut dapat dituntaskan.  

Sesuai informasi yang diperoleh, pihak Kepolisian Polresta Kupang Kota akan menggelar konferensi pers untuk menjelaskan semua rangkaian proses hukum yang tengah ditangani.

Sedangkan, sejumlah mahasiswa juga berencana untuk mengadakan aksi demonstrasi di Kantor Kejari Kota Kupang, Kamis (13/10).

Untuk diketahui, masa tahanan Teni Konay akan berakhir pada tanggal 16 Oktober 2023 mendatang atau masih menyisakan lima hari lagi. Sedangkan delapan tersangka lain telah diperpanjang masa tahanannya selama 40 hari kedepan.

Para terduga pelaku yang berhasil diungkap dan ditetapkan sebagai tersangka yakni MA alias Tejo, Ito, Valen alias VX, ES alias Bocor, JM alias Johan, SEK alias Stevye, MSK alias Teny, DLK alias Dony dan RL alias Ama. (r3)

  • Bagikan