Lahan Pertanian Makin Sempit

  • Bagikan
Caption IST LAHAN PERTANIAN. Inilah lahan pertanian yang ada di Kelurahan Bello. Mayoritas kelurahan di pinggiran Kota Kupang masih punya banyak lahan pertanian ketimbang di pusat Kota Kupang. Diabadikan belum lama ini

Sisa 380 Hektare, Tersebar di Semua Wilayah Kota Kupang

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Lahan pertanian di Kota Kupang makin hari makin berkurang. Kondisi ini diakibatkan oleh karena pesatnya perkembangan dan pembangunan di Kota Kupang.

Banyak lahan pertanian dialihfungsikan untuk pembangunan gedung dam sebagainya. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Kota Kupang hingga saat ini hanya seluas 380 lebih hektare yang terdiri dari banyak spot atau tersebar dan bukan hanya di satu wilayah saja.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertanian Kota Kupang, Rita Lay menjelaskan, dengan perkembangan Kota Kupang akhir-akhir ini maka berdampak juga pada lahan pertanian yang terus berkurang dari waktu ke waktu.

Pasalnya, kata Rita, Kota Kupang yang merupakan ibu kota provinsi NTT merupakan daerah jasa. Kebanyakan yang saat ini digunakan para petani untuk menanam bukan merupakan lahan para petani tersebut melainkan mengelola lahan milik orang lain.

Rita Lay mengatakan, kebanyakan para petani hanya sebagai penggarap saja. Walaupun ada kelompok tani, namun mereka hanya menggunakan lahan milik orang lain.

"Jadi, walaupun para petani ingin mempertahankan mata pencarian mereka, tapi kalau pemilik lahan ingin memanfaatkan lahan tersebut untuk pembangunan gedung, maka pastinya petani itu akan kehilangan mata pencarian," ungkapnya.

Dia mengungkapkan bahwa yang pasti setiap tahun lahan pertanian di Kota Kupang terus berkurang. Karena itu, pemerintah tetap berharap, walau Kota Kupang merupakan daerah jasa, tapi diharapkan masih ada area untuk menanam bagi para petani. Selain itu, jika masih ada lahan kosong maka bisa mendapatkan udara yang segar dengan wilayah yang hijau dipenuhi tanaman.

"Tapi memang harus diakui bahwa lahan pertanian setiap tahun terus berkurang dan yang terjadi di lapangan. Lahan yang awalnya merupakan lahan pertanian ketika tim dari dinas turun ke lokasi wilayah tersebut bukan lagi lahan pertanian tetapi sudah ada bangunan di atasnya," ungkapnya.

Menurutnya, biasanya para pemilik lahan sudah membangun di atas lahan pertanian kurang lebih selama tiga atau empat tahun barulah mereka mengurus surat izin alih fungsi lahan dari dinas pertanian.

"Jadi, kami ketika turun ke lokasi pemanfaatan lahan pertanian sudah berubah sehingga mau tidak mau dinas harus mengeluarkan izin alih fungsi lahan, karena kondisi di lapangan sudah seperti itu, dinas pun tidak mungkin mempertahankannya," jelasnya.

Dia mengatakan, tentang revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Dinas Pertanian pun sudah diinput untuk wilayah pertanian dan diharapkan tetap fokus pada pertanian.

Terpisah, anggota Komisi II DPRD Kota Kupang, Nining Basalamah mendorong pemerintah melalui Dinas Pertanian agar segera membuat dokumen peta pertanian di Kota Kupang.

"Kalau sudah ada peta pertanian itu maka para petani pun akan mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah pusat dengan bantuan-bantuan yang akan diberikan," ujarnya.

Menurut Nining, memang untuk wilayah Kota Kupang memiliki lahan pertanian memang agak sulit. Apalagi kebanyakan petani hanya sebagai penggarap lahan milik orang lain.

"Dan tidak tersebar merata di Kota Kupang. Apalagi hanya penggarap. Jelas tidak ada jaminan bahwa lahan itu akan permanen selamanya karena suatu waktu pasti akan ada pembangunan juga," ungkapnya.

Dia mengatakan, jika pemerintah memiliki peta pertanian, maka akan lebih muda diketahui dan dipetakan daerah mana saja yang menjadi lahan pertanian. Misalnya di Kelurahan Fatukoa dan kelurahan pinggiran lainnya yang masih memiliki lahan yang luas dan bisa digarap untuk dijadikan lahan pertanian, harusnya mulai didata dari sekarang.

"Pemerintah harus pro aktif untuk menerbitkan peta pertanian. Ini untuk memudahkan para petani," pungkasnya. (thi/gat)

  • Bagikan