Harus Punya Strategi Kampanye Adaptif

  • Bagikan
Jimmy Nami

Pendatang Baru vs Petahana

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Tersisa 72 hari dari total 75 hari masa kampanye hingga 10 Februari 2024 nanti. Para caleg pun mulai berlomba-lomba memperkenalkan diri ke masyarakat lewat berbagai metode kampanye. Ada yang melalui media sosial, pemasangan alat peraga kampanye (APK), tatap muka langsung dan sebagainya.

Meskipun begitu, belum semua metode kampanye dilaksanakan serempak. Ada yang mendahulukan metode kampanye tertentu, sebab dinilai lebih tepat sasarannya. Tentu, hal itu berkaitan dengan strategi para caleg masing-masing.

Misalnya, caleg DPRD Provinsi NTT dari dapil 1 Kota Kupang, Jimmi Sianto. Ia menargetkan dalam satu minggu pascamasa kampanye dimulai, seluruh APK sudah harus terpasang. Karena itu, rentang waktu satu minggu ini akan dipakainya untuk memastikan APK telah terpasang pada lokasi-lokasi protokol yang strategis.

"Lagi pasang APK keliling dapil. Perkiraan proses pasang APK supaya ada di semua wilayah dapil kurang lebih satu minggu. Maksudnya dalam satu minggu ini di seluruh wilayah kota di 51 kelurahan sudah terpasang," tutur Jimmi ketika ditemui disela-sela aktivitasnya, Rabu (29/11).

Meskipun begitu, Jimmi intens melakukan kampanye door to door atau bertemu langsung dengan masyarakat, terutama dengan tokoh-tokoh masyarakat.

"Kita ketemu dulu dengan tokoh-tokoh masyarakat, setelah itu baru kita jadwalkan ada tatap muka dengan warga. Ada warga yang juga minta pertemuan tatap muka, kita jadwalkan," tegasnya.

Selain itu, ia juga menggalakkan kampanye media sosial (medsos). Dirinya menyebut, ada lima sampai enam akun medsos yang ia daftarkan ke KPU untuk berkampanye.

Disamping itu, menurut Jimmi, kampanye tatap muka dan dialog dengan masyarakat jauh lebih efektif, sebab bisa menyerap langsung aspirasi masyarakat dan juga terbangunnya hubungan emosional yang lebih intens.

Ia menilai, waktu kampanye yang hanya 75 hari tidak jadi masalah. Sebab, dari jauh-jauh hari ia sudah membangun hubungan dengan masyarakat. Apalagi, dirinya merupakan mantan anggota DPRD Provinsi NTT dapil Kota Kupang periode 2009 dan 2014, yang telah memiliki konstituen. Meskipun begitu, dirinya tetap intens berkampanye untuk menggaet masyarakat yang lebih luas.

"Karena dengan pasang APK mungkin ada konstituen yang dimasa kampanye belum sempat kita datangi ya mereka bisa tahu dari situ," katanya.

Sementara itu, caleg anggota DPRD Kota Kupang dapil 2, Mulyono Subroto mengungkapkan, dirinya lebih fokus berkampanye melalui medsos dan menggunakan APK.

Untuk tatap muka sendiri, ia menyebut dilakukan apabila bertemu saja.

"Medsos, alat peraga dan networking saja. Kenalan selama ini dan relasi. Tatap muka belum, hanya pas ketemu saja," kata Mulyono.

Meskipun baru pertama kali mencalonkan diri sebagai caleg, Mulyono mengaku tidak ada kesulitan dalam jangka waktu kampanye 75 hari.

Menanggapi fenomena kampanye, pengamat politik dari Undana, Yohanes Jimmy Nami kepada Timor Express, Rabu (29/11) menilai, strategi kampanye harus adaptif sesuai dengan segmentasi yang hendak disasar. Jadi politikus harus paham klasifikasi masyarakat dapilnya, instrumen kampanye disesuaikan dengan klasifikasi tersebut.

"Kalau ini bisa dikonsolidasikan dengan baik, ya akan ketemu preferensi politik masyarakat dan cenderung lebih mudah dikelompokkan menjadi pasar elektoral," katanya.

Apapun model instrumen yang hendak diaplikasikan harus sesuai dengan lempeng generasinya.

Lanjut Jimmy, jangan sampai keliru mengidentifikasi yang berdampak pada rendahnya respon masyarakat terhadap kehadiran politikus bersangkutan.

"Caleg baru maupun petahana tentu punya tantangan masing-masing. Bagi yang petahana, ya momentum pemilu jadi ruang evaluasi, apakah selama menjabat sudah cukup menjawab ekspektasi publik melalui kerja-kerja politiknya? Kalau akselerasi baik tentu akan lebih mudah untuk menjaga kepercayaan publik dan terpilih kembali," terangnya.

Demikian juga sebaliknya jika tidak fungsional pasti akan ditinggal oleh konstituen. Bagi caleg baru, lanjutnya, pemilu menjadi ruang ekspresi politik, menguji portofolio apakah sudah cukup layak menjadi wakil rakyat lewat kerja-kerja konkret dan keberpihakan pada masyarakat. Sebab, pada akhirnya masyarakat yang akan menilai portofolio tersebut.

Sementara, pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang mengatakan, KPU sebagai penyelenggara telah menetapkan masa kampanye pileg dan pilpres selama 75 hari kerja, itu artinya kurang lebih dua setengah bulan.

Alokasi waktu itu bagi caleg daerah tentu bukan hal yang sulit karena jarak dan akses relatif terjangkau, karena caleg telah dibatasi dengan daerah pemilihan. Namun, bagi paslon yang bertarung di lingkup yang lebih luas, maka waktu yang tersedia tidak cukup untuk berkeliling.

Karena itu, banyak metode yang digunakan oleh politisi untuk menjangkau konstituen. Politisi dapat menggunakan alat peraga kampanye seperti baliho, spanduk, stiker, baju kaus dan kartu.

"Jika ini yang digunakan, maka para kandidat hanya menggunakan politik visual. Namun ada juga dapat menjual ide dan gagasan melalui audio visual melalui media online. Ini model kampanye publik yang masih bersifat satu arah, karena perlu metode dialog, rapat umum dan kunjungan sebagai wujud mendekatkan politisi dengan pemilih," jelas Ahmad.

Kampanye merupakan panggung bagi politisi untuk memasarkan diri di publik. Maka, tingkat pengenalan sangat tergantung pada pilihan media agar pesan politik sampai. Di sini akan diukur popularitas dan elektabilitas.

Jika dilihat dari aspek ini, maka caleg petahana lebih berpeluang karena mereka telah memiliki basis massa sehingga perlu dipoles secara cerdas. Namun, bagi caleg pendatang baru tentu harus membangun citra untuk meyakinkan kepercayaan publik.

Walaupun begitu, tidak ada rumus yang memastikan jika caleg petahana lebih berpeluang dan caleg pendatang baru tidak punya peluang, tapi semua punya peluang tergantung seni dalam berpolitik. (cr1/ays)

  • Bagikan