Ketiga Cawapres Tampil Maksimal

  • Bagikan
SALMAN TOYIBI/JAWA POS DEBAT. Cawapres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar (tengah), cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka (kanan) dan cawapres nomor urut 3 Mahfud MD (kiri) saat mengikuti debat cawarpres di Jakarta Convention Center, Jakarta, Minggu (21/1).

Gibran Sempat Buat Mahfud Emosi

JAKARTA, TIMEX.FAJAR.CO.ID – Tiga calon wakil presiden (cawapres) kembali bertemu dalam panggung debat keempat yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Minggu (21/1) malam.

Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD memperdebatkan sejumlah masalah yang erat kaitannya dengan kerja-kerja pemerintah.

Hal itu sesuai dengan tema debat keempat, yakni pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. Pasangan calon (paslon) kompak hadir dalam acara tersebut. Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengenakan kemeja putih dan celana hitam, sedangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memakai kemeja biru dan celana hitam.

Sementara itu, pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengenakan kostum pencinta alam, yaitu kemeja lengan panjang warna hijau lengkap dengan scarf warna krem. Di bagian dada kiri bertulisan slogan Sat Set dan angka nomor 3 di dada kanan. Kostum yang dirancang social enterprise Sukkhacitta itu disesuaikan dengan tema lingkungan.

Seperti debat sebelumnya, pada segmen pertama, para cawapres memaparkan visi dan misi mereka sesuai dengan tema yang ditetapkan. Muhaimin mendapatkan giliran pertama. Dia memulai pemaparannya dengan mengutip pernyataan pendiri NU KH Hasyim Asy’ari bahwa petani adalah penolong negeri. ”Tapi, negara dan pemerintah abai dengan nasib petani,” ucapnya.

Menurut Muhaimin, hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS) dalam 10 tahun terakhir, jumlah petani gurem mencapai hampir tiga juta. Itu berarti sekitar 16 juta petani memiliki setengah hektare lahan. ”Sementara ada seorang yang memiliki tanah 500 ribu hektare,” bebernya.

Muhaimin juga menyinggung proyek food estate. Menurut dia, proyek itu mengabaikan hak petani dan masyarakat adat, menimbulkan konflik agraria serta merusak lingkungan. Dia mengatakan, proyek tersebut harus dihentikan.

Selanjutnya, Gibran menyampaikan visi-misinya. Menurut dia, Indonesia merupakan negara besar. Negeri ini mempunyai sumber daya alam (SDA) yang sangat banyak. Indonesia juga memiliki cadangan nikel terbesar di dunia. Maka, program hilirisasi harus ditingkatkan. Bukan hanya hilirisasi tambang, tapi juga pertanian, maritim dan hilirisasi digital.

Wali Kota Solo itu menyatakan, Indonesia tidak boleh mengirim barang mentah ke luar negeri. Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi menuju energi hijau dan UMK bisa dikawal, akan terbuka 19 juta lapangan pekerjaan. Lima juta di antaranya adalah green job. ”Green job menjadi tren lapangan kerja masa kini dan masa depan,” paparnya.

Gibran mengatakan, untuk mewujudkan kesejahteraan petani, pihaknya akan mendorong ketersediaan pupuk mudah dan murah. Dia juga akan mendorong peningkatan produktivitas petani. Generasi muda akan didorong terlibat dalam pertanian melalui smart farming.

Berikutnya, Mahfud MD mengatakan, tema debat kali ini sangat penting dan akan menentukan nasib Indonesia. Konstitusi menyatakan bahwa SDA harus dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. SDA memang sangat kaya, tapi pangan belum berdaulat dan lahan pertanian makin sedikit, tapi subsidi pupuk makin besar.

Mahfud juga menyinggung soal kerusakan lingkungan. Dia mengatakan, banyak industri masuk, tapi lingkungan rusak dan rakyat makin menderita. Kemudian memicu sengketa antara pemerintah dan rakyat. Hal itu sesuai dengan pesan ayat Alquran yang menyebutkan bahwa muncul kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena ulah manusia.

Kuncinya ada dua, kata Mahfud, yaitu komitmen dan keberanian. Dalam mengelola alam dan lingkungan, ada empat hal yang menjadi pijakan, yaitu pemanfaatan, pemerataan, partisipasi dan penghormatan terhadap hak yang diwariskan. ”Saya melihat pemerintah tidak menggunakan itu. Jangan, misalnya, food estate yang gagal dan merusak lingkungan. Rugi kita,” tegasnya.

Selanjutnya, cawapres menjawab pertanyaan yang telah disusun para panelis. Pertanyaan pertama ditujukan kepada Gibran. Dia mendapat pertanyaan bagaimana kebijakan untuk mengarusutamakan pembangunan rendah karbon yang berkeadilan. Gibran mengatakan, dirinya akan mendorong transisi terhadap energi hijau.

Namun, ada tantangan yang harus dihadapi, yaitu titik keseimbangan. Pihaknya ingin menggenjot hilirisasi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. ’’Kita ingin genjot sektor maritim, tapi wajib menjaga lingkungan. Amdal wajib, sustainable report juga wajib. Jangan sampai ada alih fungsi yang merugikan,’’ jelasnya.

Mahfud dan Muhaimin pun menanggapi jawaban Gibran. Mahfud mengatakan, saat ini pengelolaan berkelanjutan belum dilakukan. Sebenarnya ada garis-garis haluan semesta berencana yang bisa menjadi rujukan.

Sedangkan Muhaimin menegaskan, pajak karbon bukan satu-satunya solusi. Yang terpenting adalah menyiapkan energi baru terbarukan. ’’Sayangnya, komitmen pemerintah tidak serius,’’ tegas Muhaimin.

Gibran kemudian menanggapi pernyataan Mahfud dan Muhaimin. Gibran mengatakan, masalah insentif karbon sudah berjalan. Misalnya, terhadap proyek pembangkit tenaga surya di Cirata. ’’Ini adalah insentif, sehingga mendorong perusahaan untuk investasi. Menuju negeri hijau memang tidak murah,’’ tuturnya.

Berikutnya, pertanyaan ditujukan kepada Mahfud MD. Pertambangan ilegal dan pembalakan liar marak sehingga terjadi kerusakan ekologi. Bagaimana strategi paslon menanggulangi praktik ilegal itu?

Mahfud menegaskan, penyelesaian masalah SDA harus dilakukan secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Yang jadi masalah adalah keterbukaan informasi agraria, termasuk kehutanan. Hal itu dia rasakan ketika menjadi ketua MK dan menyidangkan kasus SDA. ’’Penyelesaian masalah itu tidak menyeluruh. Kalau mau menyelesaikan, maka data menjadi basis,’’ ujarnya.

Muhaimin menanggapi pernyataan Mahfud. Muhaimin mengatakan, yang jadi masalah adalah tambang ilegal. Menurut data ESDM, ada 2.500 tambang ilegal. Tambang legal saja tidak memberi kesejahteraan, apalagi yang ilegal. Dia juga menyinggung kerusakan lingkungan dan tenaga asing yang mendominasi. Selain itu, dia menyebut hilirisasi yang tidak seimbang dengan kesejahteraan masyarakat. ’’Rakyat tetap miskin. Hilirisasi apa yang mau dilakukan, sementara ilegal terus berlanjut,’’ ujarnya.

Gibran mengatakan, ada cara simpel untuk menyelesaikan masalah tambang ilegal. Yakni, mencabut izin usaha pertambangan (IUP). ’’Simpel saja, harus sesuai dengan UUD dan Pancasila. Kita ingin sumber daya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,’’ tandasnya.

Pertanyaan berikutnya ditujukan kepada Muhaimin. Dia diminta menjelaskan strateginya untuk menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kualitas gizi pangan. Muhaimin mengatakan, para petani harus diberi pupuk yang terjangkau. Sistem irigasi juga harus diatur dengan baik. Jadi, petani tidak boleh dibiarkan sendiri. ’’Kualitas pangan bergantung bagaimana kita menfasilitasi petani agar lebih produktif. Desa kita libatkan dalam pengadaan pangan berkualitas dan hentikan ketergantungan dari luar,’’ katanya.

Gibran menyatakan, produksi pupuk harus digenjot. Selain itu, produksi pupuk harus didekatkan dengan lahan pertanian. Penggunaan teknologi juga penting dalam mengelola lahan pertanian. Misalnya, penggunaan drone dalam penyemprotan pestisida.

Mahfud menanggapi, banyak orang desa yang tidak mau menjadi petani karena justru merugi. Sebab, pupuk subsidi dipersulit dan harus membeli dari tengkulak. Dia mencontohkan upaya Provinsi Jawa Tengah mengatasi persoalan itu. Yakni, membuat 29 badan usaha milik petani. ’’Itu efektif membuat petani saling membantu,’’ ucapnya. (lum/tyo/c18/oni/jpg/ays)

  • Bagikan