Kemiskinan Ekstrem dan Stunting jadi PR Serius

  • Bagikan
RESTI SELI/TIMEX BERI KETERANGAN. Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake (tengah) bersama Sekda NTT, Kosmas Lana dan Staf Khusus Pj Gubernur, Alo Liliweri di aula Dinas Kominfo NTT, Senin (22/1).

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake menyampaikan kondisi terkini terkait isu yang menjadi prioritas pembangunan NTT. Salah satunya terkait kemiskinan ekstrem dan stunting.

Ayodhia menjelaskan, persentase penduduk miskin di Provinsi NTT per Maret 2023 sebesar 19,96 persen atau turun 0,27 persen terhadap kondisi September 2022 dan turun 0,09 persen terhadap Maret 2022.

Kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi, yakni Sumba Tengah (31,78 persen), Sumba Timur (28,08 persen) dan Sabu Raijua (28,37 persen). Sementara, kabupaten dengan tingkat kemiskinan terendah yakni Kota Kupang (8,61 persen), Flores Timur (11,77 persen) dan Ngada (12,06 persen).

Dijelaskan, jumlah penduduk miskin Provinsi NTT per Maret 2023 sebanyak 1,14 juta orang. Hal ini turun 8,06 ribu orang terhadap September 2022. Namun, naik sebanyak 9,49 ribu orang terhadap Maret 2022.

Sementara untuk kabupaten dengan jumlah penduduk miskin tinggi, yakni TTS (119,51 ribu), Sumba Barat Daya (101,40 ribu) dan Kabupaten Kupang (90,23 ribu). Sementara kabupaten dengan jumlah penduduk miskin rendah yakni Nagekeo (18,57 ribu), Ngada (20,57 ribu) dan Sumba Tengah (24,24 ribu).

"Tingkat kemiskinan ekstrem Provinsi NTT tahun 2023 sebesar 3,93 persen, mengalami penurunan sebesar 2,63 persen terhadap kondisi tahun 2022," terang Ayodhia, di aula Dinas Kominfo NTT, Senin (22/1).

Sementara itu, tiga kabupaten dengan persentase terendah yakni Nagekeo (1,47 persen), Flores Timur (2,10 persen) dan Alor (2,38 persen).

"Strategi yang dilakukan untuk menurunkan angka kemiskinan dan kemiskinan ekstrem tahun 2024, yaitu menurunkan beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan dan meminimalkan kantong kemiskinan," jelasnya.

Hal tersebut telah dilakukan oleh dinas terkait sesuai fungsi dan tanggung jawabnya masing-masing. Misalnya, di Dinas Sosial Provinsi NTT, ada Program Keluarga Harapan (PKH) yang terdaftar sebagai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di NTT sebanyak 1.040.000 KK/sekitar 3.000.000 jiwa.

"Kemensos yang berwenang memvalidasi data. Data DTKS ini yang menjadi data dasar untuk berbagai jenis bantuan, seperti bantuan untuk ibu hamil, ibu menyusui, anak, sekolah, lansia, stunting," jelasnya.

Selain itu, ada pula bantuan langsung tunai sebesar Rp 600.000/triwulan yang disalurkan langsung dari Kemensos ke masyarakat melalui PT Pos dan bank himbara. Lebih lanjut, ada pula bantuan beras 20 Kg per KK dari Dinas Sosial, di mana pemprov dialokasikan Rp 1,9 miliar (sekitar 173 ton untuk sekitar 8.676 KK).

Isu prioritas yang dihadapi NTT saat ini juga adalah prevelensi balita stunting di NTT. Ayodhia menuturkan, berdasarkan data e-PPGBM tahun 2023, prevelensi stunting di NTT sebesar 15,2 persen.

"Dari data ini dapat dilihat bahwa tren balita stunting mengalami penurunan sebesar 5,7 persen. Untuk pencapaian penurunan stunting tahun 2024, akan dilakukan pengukuran dan penimbangan pada bulan Februari. Hasilnya akan dipublikasikan setelah dikompilasi dari kabupaten/kota se-NTT," kata Ayodhia.

Untuk tahun 2024, pihaknya berfokus dalam mengintervensi balita-T (berat badan tidak naik ataupun turun) agar tidak turun kelas ke kategori gizi buruk.

Jumlah stunting tertinggi berdasarkan data sasaran riil tahun 2023 atau hasil penimbangan Agustus 2023 adalah Kabupaten Sumba Barat Daya 9.762 bayi, Kabupaten TTS 8.924 bayi, Kabupaten TTU 4.555 bayi, Kota Kupang 4.019 bayi, Kabupaten Kupang 3.872 bayi dan Kabupaten Manggarai 3.841 bayi.

Sementara itu, untuk kota dan lima kabupaten dengan jumlah balita-T terbanyak adalah Kota Kupang 9.656 balita, Kabupaten Flores Timur 7.896 balita.

"Di Flores Timur itu kemungkinan akan naik setelah ada erupsi gunung Lewotobi," sebut Ayodhia.

Selanjutnya, ada Kabupaten TTS 7.474 balita, Kabupaten Kupang 7.452 balita, Kabupaten TTU 7.442 balita dan Sumba Timur 6.020 balita.

"Pemerintah Provinsi NTT berkomitmen untuk terus berupaya dalam penanganan stunting melalui pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dengan SK gubernur, sehingga pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif dapat berjalan dengan baik," jelasnya.

Di mana, apabila berjalan baik, hal itu juga akan berdampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia NTT menuju generasi emas NTT. Lanjutnya, Pemprov NTT akan memberikan perhatian khusus kepada kabupaten/kota yang prevalensi stuntingnya masih tinggi.

"Penanganan stunting ini akan dilakukan secara terpadu dengan melibatkan seluruh OPD terkait untuk intervensi sensitif dan intervensi spesifik," jelasnya.

Intervensi penanggulangan stunting berpedoman pada Perpres Nomor 72/2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang terdiri dari 12 indikator dengan kontribusi penurunan sebesar 30 persen dengan kelompok sasaran.

Kelompok sasaran pertama adalah remaja putri yang diberikan tablet tambah darah dan skrining anemia). Kemudian, ibu hamil diberi makanan tambahan dan pemeriksaan ibu hamil.

Kelompok sasaran lainnya ada ibu menyusui yang diberi vitamin A, selanjutnya anak berusia 0-59 bulan untuk ditimbang setiap bulan di posyandu, diberi vitamin A sesuai peruntukkan dan kebutuhan, pemberian makanan tambahan dan pemberian imunisasi dasar lengkap. (cr1/ays)

  • Bagikan