Timsel Bisa Dinilai Kurang Profesional

  • Bagikan
Ahmad Atang

Pemberhentian Tetap Anggota Bawaslu Lembata

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada anggota Bawaslu Kabupaten Lembata, Fransiskus Xaverius Pole selaku teradu dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) perkara nomor: 132-PKE-DKPP/XI/2023. Sanksi tersebut dibacakan di Jakarta, Jumat (26/1) lalu.

Fransiskus terbukti pernah menjadi pengurus PAC PDIP Kecamatan Lebatukan Kabupaten Lembata, masa bakti 2019-2024. Dalam kurun waktu 2020-2022, Fransiskus diketahui beberapa kali mengikuti kegiatan partai, lengkap dengan memakai atribut partai.

Fransiskus terbukti melanggar Pasal 117 ayat (1) huruf i Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu serta melanggar Pasal 6 ayat (2) huruf a dan d, Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 9 Peraturan DKPP Nomor 2/2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Ketua Bawaslu Provinsi NTT, Nonato da Purificacao Sarmento membenarkan hal tersebut. Dirinya mengatakan, ada pengaduan dari masyarakat kepada DKPP bahwa ada salah satu anggota Bawaslu Lembata yang diduga terlibat dalam partai politik.

Padahal, Fransiskus baru saja dilantik sebagai anggota Bawaslu Lembata periode 2023-2028.

"Oleh tim seleksi (timsel) itu sudah di tracking di SIPOL, tapi tidak ada (keterlibatan dengan partai). Bahkan, pengadu pun baru tahu ketika sudah dilantik menjadi anggota Bawaslu," tegas Nonato kepada Timor Express, Senin (29/1).

Ia mengatakan, dari keputusan tersebut, DKPP memerintahkan kepada Bawaslu untuk menindaklanjuti keputusan tersebut.

"Kami masih menunggu petunjuk dari Bawaslu RI seperti apa, karena itu kan diperintahkan tujuh hari pascaputusan," katanya.

Ia berharap, seluruh penyelenggara dapat bekerja sebagaimana sumpah dan janjinya ketika dilantik. Sehingga, pemilu dapat berlangsung dengan berkualitas.

"Kualitas pemilu ditentukan oleh penyelenggara pemilu yang berintegritas. Karena itu, kami berharap setiap penyelenggara pemilu harus punya nilai integritas yang tinggi, terutama ini mau mendekati masa pemungutan suara," pungkasnya.

Pengadu, Damasus Lodolaleng menjelaskan, nama-nama komisioner Bawaslu Lembata yang dilantik itu ada nama Fransiskus. Padahal, sebelum-sebelumnya, Fransiskus sering berkegiatan bersama PDIP.

"Ada buktinya di postingan FB yang itu dia terlibat. Kami juga ada SK pengurus PDIP, namanya dia itu ada sebagai salah satu pengurus PDIP Lembaga, SK ini keluar tahun 2020," terangnya.

Padahal, salah satu persyaratan untuk maju Bawaslu adalah harus mengeluarkan surat tidak pernah berpartai, bahkan sekurang-kurangnya lima tahun.

"Kalau dihitung dari 2020 sampai 2023 dia maju jadi komisioner. Pengakuan dari mereka yang sama-sama angkatan dengan dia, mereka itu tidak punya kartu tanda anggota, makanya dia lolos dari verifikasi oleh timsel," jelasnya.

Meskipun setelah itu ada SK perubahan pengurus, namun Fransiskus menyebut, tetap saja rentang waktunya tidak sampai lima tahun. Fransiskus sendiri merupakan pengurus PDIP Lembata sebagai Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi.

"Dari situ kami koordinasi dengan DKPP, maka kami buat laporan sesuai prosedur. Kami antar langsung surat ke DKPP," katanya.

Damasus berharap, dengan kejadian tersebut, dapat menjadi pelajaran bagi semua penyelenggara pemilu bahwa apabila ingin pemilu yang jurdil, maka harus dimulai dari penyelenggara.

"Kalau penyelenggara tidak begitu, ya berarti bagaimana dengan lainnya yang mereka awasi? Ini sangat penting, supaya setiap masyarakat tahu," tegasnya.

Menanggapi kasus tersebut, pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang menegaskan, pemecatan anggota Bawaslu Lembata memang pantas dilakukan karena yang bersangkutan memiliki masalah pada integritas.

Dengan pemecatan itu menunjukkan bahwa DKPP mempunyai bukti materil yang cukup valid terhadap yang bersangkutan sebagai anggota partai politik dalam hal ini adalah PDIP.

"Kita mesti berterima kasih kepada publik yang membuka kedok kebohongan bahwa yang bersangkutan bukan anggota partai. Dalam mengisi salah satu format lamaran sebagai anggota Bawaslu, yakni pernyataan bahwa pelamar bukan anggota partai politik dengan materai 10.000. Ini pernyataan resmi sehingga ketika ditemukan bahwa yang bersangkutan adalah pengurus partai yang dibuktikan dengan SK kepengurusan, maka secara sadar, tahu dan mau yang bersangkutan membuat kebohongan publik," ujar Ahmad.

Menurutnya, perilaku ketidakjujuran ini menunjukan betapa integritasnya lemah dan patut diragukan. Atas dasar, maka jika tidak diambil tindakan dan yang bersangkutan masih menjadi komisioner akan mengganggu kerja-kerja pengawasan.

"Dengan kasus ini, kita berharap komisioner Bawaslu dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan harus lebih independen dan ketat agar tidak terjadi pelanggaran, kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan kekuasaan," ujarnya.

Sebagai lembaga etik, maka Bawaslu harus memastikan semua anggota mulai dari level bawah hingga atas merupakan figur yang mengedepankan kepentingan rakyat dan negara bukan kepentingan pragmatis sesaat.

"Ini membutuhkan komisioner yang memiliki integritas tinggi dan tidak mudah untuk dipengaruhi," tutup Ahmad.

Sementara itu, pengamat politik dari Unwira Kupang, Urbanus Ola Hurek mengatakan, keputusan pemberhentian tetap anggota Bawaslu Kabupaten Lembata  oleh  DKPP sangat disesali.

"Sangat disesali karena penyelenggaraan pemilu tinggal menghitung hari dan Bawaslu harus terlibat purna dalam mengawasi  penyelenggaraan pemilu," ungkap Urbanus.

Menurutnya, penetapan tiga atau  lima anggota Bawaslu pada setiap kabupaten/kota dianalisis beban kerja yang harus dipikul. Bilamana salah satu dari tiga anggota Bawaslu diberhentikan, maka otomatis akan kelebihan beban kerja yang akan dipikul anggota Bawaslu Lembata.

"Temuan pelanggaran kode etik anggota Bawaslu hingga berbuntut pemberhentian tetap anggota Bawaslu Lembata oleh DKPP ini patut dijadikan pembelajaran mahal bagi para pihak terkait, yakni peserta seleksi dan timsel," terangnya.

Calon anggota Bawaslu yang melamar mesti jujur pada diri sendiri dan mengedepankan integritas, sehingga tidak mengangkangi syarat yang  dituangkan dalam regulasi. Temuan pelanggaran kode etik ini pun menjadi bagian penilaian tersendiri terhadap timsel.

"Timsel boleh jadi mengatakan bahwa kecolongan karena sikap tidak terpuji pelamar. Namun disisi lain timsel pun bisa dinilai kurang profesional oleh publik dalam menjalankan tugasnya.

Keputusan pemberhentian tetap anggota Bawaslu Kabupaten Lembata oleh DKPP ini pun patut disyukuri," jelasnya.

Lanjutnya, jika tidak ditemukan dan dilapor ke DKPP dan proses seperti ini, maka mencoreng dan menurunkan  kredibilitas Bawaslu Kabupaten Lembata karena disusupi partisan.

Secara organisatoris Bawaslu telah memiliki pula struktur kelembagaan sampai ke tingkat TPS, karena itu dalam waktu yang sangat singkat ini Bawaslu Lembata melakukan koordinasi, membangun sinergi,  merapatkan barisan serta didukung oleh sekretariat Bawaslu agar tugas dan tanggung jawab yang diemban dalam mengawasi tahapan lanjutan pemilu dikawal hingga akhir.

"PAW pun sesungguhnya tidak sulit dilakukan Bawaslu pusat atau dilimpahkan kewenangan pada Bawaslu provinsi. Proses PAW tidak lagi dilakukan seleksi dari awal. PAW dilakukan dengan memverifikasi calon hasil kerja timsel yang sudah diurutkan sehingga setelah diverifikasi, Bawaslu bisa menetapkan dan melantik pengganti. Namun waktu pelaksanaan PAW sudah sangat dekat dengan pelaksanaan pemilu ini lah yang menjadi persoalan," pungkas Urbanus. (cr1/ays)

  • Bagikan