Kerugian Keuangan Negara Tidak Bisa Ditafsir

  • Bagikan
IMRAN LIARIAN/TIMEX SIDANG. Empat orang terdakwa dalam perkara Tipikor pemanfaatan aset tanah Pemprov NTT di Labuan Bajo mengikuti jalannya sidang di Pengadilan Tipikor yang digelar Jumat (15/3).

Sidang Pemanfaatan Aset Tanah Milik Pemprov NTT di Labuan Bajo

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Dalam menghitung kerugian keuangan negara tidak bisa ditafsir. Artinya, kerugian keuangan negara harus nyata dan pasti dan perhitungannya harus dilakukan secara objektif. Dalam konteks hukum administrasi negara, perhitungan kerugian keuangan negara harus dilakukan oleh yang berwenang.

"Jadi, jika tidak dilakukan oleh yang berwenang maka tidak memiliki nilai pembuktian," kata Hendry Julian Noor dari Departemen Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.

Penjelasan Hendry tersebut disampaikan ketika dirinya selaku Ahli Hukum Administrasi Negara diminta untuk memberikan keterangan dalam sidang perkara Tipikor pemanfaatan aset tanah milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT di Pantai Pede, Labuan Bajo.

Jalannya sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Kupang, Jumat (15/3) itu dipimpin Hakim Ketua Sarlota Marselina Suek, didampingi hakim anggota Lizbet Adelina dan Mike Priyantini.

Terkait dengan lembaga mana yang berwenang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara, ahli berpendapat bahwa lembaga yang berhak adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Merujuk pada Pasal 23E UUD 1945, kemudian Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 jelas menyatakan bahwa instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan.

Apakah lembaga lain boleh melakukan penghitungan kerugian keuangan negara, ahli menyebutkan bahwa boleh saja asalkan selama mendapatkan penugasan dari BPK. Pada kesempatan sidang itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) juga menanyakan terkait dengan proses lelang BGS (Bangun Guna Serah) itu apakah berlaku untuk satu Tahun Anggaran saja?

Atas pertanyaan itu, ahli meminta JPU untuk memperjelas lagi pertanyaan tersebut. Sebab, jika berkaitan dengan BGS maka menurut pandangan ahli itu tidak ada anggaran dari pemerintah tapi dari anggaran sendirinya dari pihak swasta yang mana nantinya akan memberikan kontribusi kepada pemerintah.

"Ini yang ahli pahami," ujarnya.

Untuk diketahui, dalam persidangan juga hadir Karina Dwi Nugrahati selaku Ahli hukum Bisnis dan Korporasi dari UGM. Sidang perkara Tipikor pemanfaatan aset tanah Pemprov NTT di Pantai Pede Labuan Bajo itu juga dihadiri JPU Kejati NTT, Hery Franklin serta rekannya.

Hadir juga para terdakwa yakni Thelma Bana, selaku mantan Kepala Bidang Pemanfaatan Aset Dinas Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT, Heri Pranyoto, selaku Direktur PT SIM, Lydia Chrisanty Sunaryo selaku Direktur PT Sarana Wisata Internusa (SWI) dan terdakwa Bahasili Papan selaku Pemegang Saham Tidak Langsung PT. SIM dan Pemegang Saham PT. SWI.

Para terdakwa didampingi kuasa hukumnya, Yanto Ekon, Khresna Guntarto beserta rekannya. Oleh majelis hakim, didang lanjutan dijadwalkan digelar kembali Selasa (19/3) dengan agenda keterangan ahli yang meringankan dari para terdakwa dan keterangan terdakwa sebagai saksi mahkota serta sebagai alat bukti. (r1/gat)

  • Bagikan