Bank NTT Berpeluang Turun Kelas Jadi BPR

  • Bagikan
IST RDP. Komisi III DPRD NTT menggelar rapat dengar pendapat dengan Bank NTT, Selasa (16/4).

Pj Gubernur Harus Serius Selamatkan Bank NTT

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Komisi III DPRD Provinsi NTT menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bank NTT, Selasa (16/4) guna membahas modal inti minimum Bank NTT tahun 2024 yang harus mencapai Rp 3 triliun. Namun, hingga saat ini, modal yang dimiliki baru mencapai Rp 2,3 triliun atau tersisa Rp 641 miliar lagi.

Apabila tidak mencapai Rp 3 triliun sebagai syarat yang ditetapkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka Bank NTT berpeluang bisa turun kelas menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Untuk menyelamatkan situasi Bank NTT saat ini, maka satu-satunya jalan adalah bekerja sama dengan Bank DKI.

Wakil Ketua Komisi III DPRD NTT, Leonardus Lelo mengatakan, Bank DKI sebagai induk kelompok usaha bank (KUB) merupakan solusi dari OJK bagi Bank NTT yang belum memenuhi modal minimum Rp 3 triliun hingga akhir 2024.

Penyertaan modal yang kurang lanjutnya, sudah tidak bisa dibantu dengan modal dari 22 kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi lagi. Karena itu, tidak ada solusi lain selain perjanjian kerja sama dengan Bank DKI.

Ia menjelaskan, masalah tersebut sangat urgen, sebab pernyataan modal Bank NTT tidak ada dan malah berkurang dari kesepakatan yang ditetapkan melalui perda untuk Bank NTT yang harusnya mencapai Rp 3 triliun.

"Akibat Covid-19 dan keterbatasan kemampuan keuangan kita, maka pernyataan modal malah berkurang dari kesepakatan yang ditetapkan, sehingga lagi delapan bulan tidak mungkin lagi ada pernyataan modal, sementara kekurangan kita Rp 641 miliar. Solusi terbaik itu saja," jelasnya.

"Untuk mendapatkan kerja sama itu, kita harus menunggu surat persetujuan dari pemegang saham pengendali, yaitu penjabat gubernur. Karena itu, Komisi III merekomendasikan ke penjabat gubernur untuk mengeluarkan persetujuannya supaya kerja sama itu bisa berjalan," tambah Leonardus.

Dirinya meminta keseriusan Penjabat (Pj) Gubernur, Ayodhia Kalake untuk intens mengurus persoalan itu. Sebab, Bank NTT merupakan milik masyarakat NTT. Keseriusan tersebut harus dibuktikan dengan segera mengeluarkan surat persetujuan yang dibutuhkan.

"Sebagai pimpinan Komisi III mengharapkan Pj gubernur harus intens mengurus Bank NTT. Sebagai pemegang saham pengendali harus serius, karena jika tidak, maka ada sanksi dan itu tidak menguntungkan Pemprov NTT. Apalagi, ini juga bank milik masyarakat NTT, maka keseriusan bank itu mau dibawa kemana," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD NTT, Jonas Salean mengatakan, kekhawatiran saat ini adalah Bank DKI memberikan syarat untuk take over atau mengambil alih Bank NTT. Di Bank NTT sendiri ada pemegang saham seri A dan seri B

"Kita khawatir Bank DKI kasih syarat dia mau bantu capai Rp 3 trilun, tapi tidak boleh ada pemegang saham. Itu yang kita takut, apakah orang ini mau lepas sahamnya atau tidak. Sekarang kita butuh persetujuan Pj gubernur dulu, yang lain-lain baru Bank NTT atur," kata Jonas.

Apabila tidak ada kerja sama dengan Bank DKI, maka hal itu berisiko besar. Sebab, daerah pun tidak bisa membantu apalagi, pendapatan asli daerah (PAD) yang tidak tercapai, hanya Rp 1,4 triliun dari target Rp 1,7 triliun. Sehingga yang bisa menyelamatkan hanyalah KUB.

Sementara itu, Direktur Utama Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho mengapresiasi dan berterima kasih kepada Komisi III DPRD NTT yang telah peduli dan berkomitmen terhadap pertumbuhan Bank NTT melalui KUB.

"Kita berterima kasih Komisi III punya komitmen kuat untuk langkah-langkah pemenuhan KUB," tandas Alex. (cr1/ays)

  • Bagikan