Perempuan Harus Berani Tampil di Berbagai Ruang

  • Bagikan
IST SEMINAR. BEM Prodi Ilmu Pemerintahan Unwira ketika menggelar Seminar Hari Kartini di Aula. St. Hendrikus, Selasa (23/4).

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Program Studi Ilmu Pemerintahan menggelar seminar bertajuk

“Mewujudkan Mimpi-mimpi Kartini dengan Menjaga Semangat Kesetaraan, Pendidikan dan Emansipasi Perempuan di Masa Kini” di Aula St. Hendrikus, Selasa (23/4).

Seminar ini dibuat untuk memperingati Hari Kartini yang jatuh pada 21 April lalu.

Seminar yang dimoderasi oleh Emanuel Kosat ini menghadirkan tiga pembicara, antara lain, Theodora Ewalde Taek, anggota DPRD Kota Kupang Periode 2019-2024, Gres Gracelia sebagai aktivis perempuan dan Pater Petrus Tan yang adalah dosen Fakultas Filsafat Unwira.

Theodora Ewalde Taek menerangkan, keterwakilan perempuan di ruang publik saban hari semakin menunjukkan penurunan. Menurutnya, hal tersebut pun dialami dalam dunia politik. Alumni Unwira ini menjelaskan, jumlah anggota DPRD perempuan di Kota Kupang pun mengalami hal yang sama.

Hal tersebut terjadi karena adanya budaya politik yang tidak sehat seperti money politic yang akhir-akhir ini masif terjadi dalam kehidupan masyarakat. Karena itu, menurut Theodora, menjadi politisi perempuan di era sekarang tidaklah mudah karena harus berhadapan dengan aneka kepentingan dan sikap pragmatisme para pemilih.

“Saya adalah politisi perempuan yang tidak berhasil melenggang ke periode ketiga sebagai anggota DPRD Kota Kupang karena masih berpegang teguh pada idealisme. Saya pikir pada periode pertama dan kedua, saya telah berbuat banyak hal secara maksimal bagi masyarakat. Namun ternyata saya tidak berhasil masuk ke dalam ‘ruang’ tersebut,” terangnya.

Lebih lanjut, Pater Peter Tan, SVD menjelaskan tentang bagaimana seorang Kartini pada masa tersebut dapat mengakses ruang publik. Alumnus IFTK Ledalero ini berpendapat, dewasa ini persoalan yang mendera kaum perempuan tidak lagi berpukutat pada persoalan apakah perempuan boleh masuk ke ruang publik atau tidak.

Di era reformasi, perempuan-perempuan Indonesia tampil di berbagai organisasi; baik dalam dunia bisnis, seni, politik dan lain sebagainya.

“Dengan kata lain, masalah kita bukan lagi pada pembagian yang ketat ruang publik dan ruang privat – ruang publik sebagi ruang kaum laki-laki dan ruang privat sebagai ruang sendiri sebagai rumah tangga perempuan. Batas-batas itu sesungguhnya sudah diterobos kaum perempuan,” paparnya. (cr1/thi)

  • Bagikan