Inflasi AS Turun, Harga Emas Cetak Rekor

  • Bagikan
ilustrasi

Permintaan Bank-Bank Sentral Melonjak 24 Persen

JAKARTA,TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID- Harga emas kembali mencetak rekor tertinggi. Baik itu di pasar spot global maupun domestik. Kemarin(11/4), banderol emas batangan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) hampir menyentuh angka Rp 1,9 juta per gram.

Situs resmi Antam mencatat, harga logam mulia per 1 gram mencapai Rp 1.889.000. Angka itu naik hingga Rp 70 ribu dibanding sehari sebelumnya yang mencapai di level Rp 1.819.000 per gram.

Sementara itu, merujuk Trading Economics, emas spot berada di USD 3.215 per ons troi atau naik 0,81 persen pada kemarin (11/4) pukul 11.16 WIB. Sepekan terakhir, harga logam mulia melesat 5,92 persen. Hal itu atas respon pasar terhadap data inflasi Amerika Serikat.

Indeks Harga Konsumen (IHK) Maret Negeri Paman Sam turun menjadi 2,4 persen YoY. Pada bulan sebelumnya di angka 2,8 persen, dan lebih rendah dari perkiraan pasar sebesar 2,6 persen. Penurunan inflasi itu memberikan ruang bagi bank sentral AS Federal Reserve (The Fed) tetap mempertahankan suku bunga, meskipun tekanan geopolitik tetap menjadi fokus utama pasar.

Analis Dupoin Indonesia Andy Nugraha menyebutkan bahwa meskipun ekspektasi penurunan suku bunga The Fed mulai berkurang, pasar tetap memperkirakan adanya penurunan suku bunga lanjutan pada Juni dengan kemungkinan hingga 1 persen sepanjang tahun ini.

"Sentimen ini menahan laju penguatan dolar AS (USD) dan memperkuat daya tarik emas sebagai lindung nilai terhadap ketidakpastian, " tuturnya.

Laporan terbaru Deutsche Bank menaikkan perkiraan harga emas. Bank investasi dan jasa keuangan asal Jerman itu memproyeksikan harga logam mulia akan mencapai USD 3.350 per ons troy pada kuartal IV 2025.

Deutsche Bank juga menekankan bahwa meskipun terjadi peningkatan volatilitas pasar jangka pendek, logika bullish untuk emas tetap solid. Itu terutama karena permintaan oleh bank sentral melonjak dari 10 persen pada 2022 menjadi 24 persen pada saat ini. Angka itu jauh melebihi demand penerbitan obligasi yang berkisar 7-10.

"Guncangan pada rantai pasok yang dipicu oleh kebijakan tarif dapat berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi AS. Nilai emas pun sebagai alat safe haven utama sedang dinilai ulang," ujar Carsten Menke, Kepala Riset Komoditas di Julius Baer. (dee/han/dio/thi/dek)

  • Bagikan