Jalan Negara Menyempit di Tengah Kota

  • Bagikan

TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID – WARGA Kota Kupang merasa terganggu dan terancam keselamatannya dengan kondisi jalan di Kota Kupang. Bukan jalan lingkungan tetapi ini jalan negara yang selalu dilintasi pejabat setiap harinya. Namun, bertahun-tahun kondisi jalan yang membahayakan keselamatan itu tidak diperhatikan.

Adalah Jalan Frans Seda sepanjang kurang lebih 700 meter yang menyempit. Mulai dari depan Kantor Nasdem hingga depan Ja’o Cafe. Sejak tahun 2017 ketika jalan negera itu diperlebar hingga saat ini sekitar lima tahun jalan menyempit itu tidak pernah diperbaiki lagi. Seperti dilupakan. Padahal, jalan itu selalu digunakan setiap hari oleh pengambil kebijakan.

Akibatnya, pengguna jalan sangat dirugikan. Baik pengendara maupun pejalan kaki dirugikan karena fasilitas tidak disiapkan dengan baik. Seperti pembangunan trotoar bagi pejalan kaki di sepanjang jalan Frans Seda yang menyempit itu. Karena masih bermasalah sehingga tidak ada kelanjutan pembangunannya.

Hal ini mengakibatkan pejalan kaki harus berjalan melewati bahu jalan yang kemudian sering nyaris diseret pengendara roda dua maupun empat.

Pengaduan tersebut disampaikan Fabrianus Nan (49) warga RT 42/ RW 13, Kelurahan Fatululi, Kacamatan Oebobo, ketika ditemui Timor Express di Jalan Mekar 1, Rabu (23/2).

Ia menyampaikan keresahannya itu ketika hendak melewati dua ruas jalan Frans Seda-El Tari karena sangat sempit. Saking sempitnya jika dibandingkan dengan ruas jalan lainnya di Kota Kupang dengan tingkat kepadatan kendaraan, warga yang hendak melintasi itu penuh kehati-hatian karena takut terseret kendaraan.

“Kami melewati jalan itu saat ke pasar dan saat numpang bemo (mikrolet), tapi kami sangat hati-hati takut ditabrak atau diseret. Kami jalan terpaksa dari atas aspal karena tidak ada trotoar, sedangkan mobil yang melintas sesak dan bisa menyeret pejalan kaki. Belum lagi pengendara motor melajubdengan kecepatan tinggi,” sebutnya.

Ia mengisahkan, pada suatu siang, dirinya selesai berjualan dan hendak kembali ke rumah. Setibanya di belakang kantor Konsulat RI-RDTL nyaris ditabrak oleh sebuah mobil tangki yang melaju kencang.

“Kantong plastik yang saya bawah itu sobek karena diseret mobil. Mobil saat itu berusaha nyalip sepeda motor di sebelah kanan lalu banting stir ke arah kiri. Saya yang berada di posisi kiri posisi jalan balik belakang jadi tidak tau tiba-tiba kantong plastik saya terseret ban dan sobek,” ungkapnya mengisahkan kembali kejadian tersebut.

Dikatakan sejak kejadian tersebut, dirinya dan keluarga ketika melintasi jalan tersebut baik dari arah pasar Oebobo maupun dari arah Crista Jaya sangat hati-hati.

“Kami setiap melewati jalan ini sangat hati-hati karena terlalu sempit,” sebutnya.

Ia mengaku jalan tersebut tak kunjung dibangun karena persoalan lahan namun sebenarnya pemerintah harus mempertimbangkan asas manfaat dan estetika kota ini.

“Pak gubernur jangan hanya ambil kembali aset pemerintah di daerah lain tapi harus bangun jalan ini,” katanya.

“Wajah NTT menurut saya ada di jalan ini karena pengunjung saat turun dari bandara dan hendak ke kantor gubernur harus melewati jalan ini, terus pak gubernur yang dikenal dengan tegas dan berpihak kepada kepentingan masyarakat tidak bisa?” tanyanya.

Ia juga membayangkan jika yang melewati jalan tersebut itu adalah disabilitas, betapa sulitnya mereka ketika berusaha melewati jalan negara yang sempit di tengah kota ini.

“Trotoar saja mereka jalan-jalan bisa tabrak pohon, apalagi ini trotoar putus dan jalan sempit lagi? Tapi anehnya pemerintah terus mensosialisasikan kota ramah disabilitas,” sebutnya sambil menunjuk boulevard yang dibangun pemerintah Kota Kupang.

Ia berharap pemerintah melakukan pendekatan dengan pemilik lahan agar bisa diperlebar jalannya atau kedua ruas jalan tersebut bisa disandingkan agar terlihat lebih indah.

“Masa jalan di belakang Transmart bisa dibangun dua jalur tanpa adanya manfaat kepada masyarakat, pemerintah bangun namun ini untuk kepentingan umum diabaikan. Kami harap pemerintah lebih melihat soal estetika penataan kotanya,” harapnya.

Warga sekitar, Ani (31) mengatakan, dirinya sangat prihatin dengan kondisi jalan raya dengan status nasional namun tanpa trotoar atau badan jalan, karena sangat membahayakan para pejalan kaki.

“Jelas ini sangat membahayakan pejalan kaki, karena banyaknya kendaraan bermotor yang selalu lewat tidak beraturan, apalagi musim penghujan jalananya kenangan air. Pernah kami tanam pohon pisang di depan konsulat,” keluhnya. (r3/ito)

  • Bagikan