Mantan Menko Perekonomian RI Sebut Kasus Montara adalah Masalah Bangsa

  • Bagikan
Ketua YPTB, Ferdi Tanoni bersama mantan Menko Perekonomian, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti (Kanan). (FOTO: ISTIMEWA)

Task Force Montara Tetap Berlakukan Moratorium PTTEP

JAKARTA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Mantan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian, Prof (Emeritus) Dorodjatun Kuntjoro-Jakti mengatakan, kasus pencemaran di Laut Timor akibat meledaknya anjungan minyak Montara pada 21 Agustus 2009 silam, bukanlah persoalan masyarakat pesisir Nusa Tenggara Timur (NTT) semata, tetapi merupakan masalah bangsa dan negara Indonesia.

"Kasus ini harus dijadikan sebuah yurisprudensi bagi bangsa Indonesia guna mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari mengingat begitu banyak anjungan minyak dan gas yang bertebaran di seluruh wilayah perairan Indonesia," kata mantan Menko Perekonomian pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri itu di Jakarta, Rabu (21/3).

Terkait masalah tersebut, menurut Prof. Dorodjatun, kompensasi ganti rugi memang penting, akan
tetapi jauh lebih penting adalah kasus pencemaran minyak Montara di Laut Timor harus dijadikan sebagai sebuah "legal precedent" sebagai sebuah warisan bagi anak cucu bangsa Indonesia.

Apa yang disampaikan Dorodjatun ini dibenarkan Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni saat menemui Prof. Dorodjatun di rumahnya di Ciputat, Jakarta pada pekan lalu.

Ferdi Tanoni menemui Dorodjatun dalam kapasitas sebagai Katua YPTB yang selama ini gigih mengadvokasi dan berjuang mencari keadilan bagi masyarakat korban masalah pencemaran Laut Timor ini. Ferdi sendiri juga merupakan salah seorang anggota Task Foerce, sebuah tim yang secara resmi ditunjuk Pemerintah RI sebagai otoritas khusus dalam upaya penyelesaian Kasus pencemaran Laut Timor sejak tahun 2009 hingga saat ini.

"Saat saat ini sedang berada di Jakarta dan menunggu waktu untuk pertemuan bersama Menko Kemaritiman dan Investasi, Bapak Luhut Binsar Pandjaitan guna membicarakan upaya penyelesaian masalah pencemaran di Laut Timor ini," kata Ferdi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/3).

Ferdi mengatakan, pihaknya tetap memperjuangkan keadilan atas kasus Montara ini, apalagi langkah tersebut telah berbuah hasil dengan raihan kemenangan atas gugatan class action yang dilakukan masyarakat Kabupaten Rote dan Kupang terhadap PTTEP, sebuah perusahan minyak yang berbasis di Thailand, di Pengadilan Federal Australia beberapa waktu lalu.

Ferdi mengisahkan, perjuangan ini memang cukup melelahkan, apalagi kasusnya sudah berjalan 15 tahun dan belum tuntas. Karena itu, untuk sebuah keadilan, pihaknya akan terus berjuang hingga seluruh masyarakat korban pencemaran laut di Nusa Tenggara Timur ini mendapatkan kompensasinya.

"Selain menggugat secara class action, kami juga telah mengadukan kasus ini kepada Komisi Hak Asasi Manusia PBB, dan menuntut Pemerintah Federal Australia dan PTTEP di Bangkok, Thailand untuk segera membayarnya," tegas Ferdi.

"Selain mendapat dukungan dari PBB, kami juga mendapat dukungan penuh dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Bapak Luhut Bunsar Pandjatan yang menerbitkan Surat Keputusan the Montara Task Foerce dengan beranggotakan lima orang, dimana salah satunya termasuk saya, Ferdi Tanoni," sambung mantan agen Imigrasi Australia ini.

Terkait tugas Task Foerce Montara, Ferdi mengaku, pihaknya telah menjawab surat dari Kementerian ESDM atas permintaaan Keduataan Besar Thailand tentang pencabutan moratorium atas aktifitas eksplorasi di wilayah Indonesia. "Dalam surat kami ke Kementerian ESDM, kami tegas mengatakan bahwa moratorium yang dikeluarkan pada tahun 2017 oleh Pemerintah RI yang lalu
belum bisa dicabut," jelas Ferdi.

Menurut Ferdi, Task Foerce dalam surat jawaban ke Kementerian ESDM itu, mereka
meminta agar PTTEP-Bangkok dan Duta Besar Thailand untuk Indonesia berkenan datang dan mengadakan pertemuan dengan tim ini untuk segera menyelesaikan urusan kasus Monatra ini.

"Begitu banyak penyakit aneh yang diderita oleh masyarakat pesisir di
kepulauan NTT akibat dampak pencemaran ini. Usaha budidaya rumput laut dan tangkapan nelayan yang menjadi salah satu mata pencaharian rakyat pesisir NTT juga mengalami kehancuran akibat
wilayah perairan budidaya sudah terkontaminasi dengan minyak serta zat kimia beracun lainnya," beber Ferdi. (aln)

  • Bagikan