‘Politik Meja Makan’ sebagai Penenang Sesaat

  • Bagikan
Jimmy Nami

Ruang untuk Bantah Spekulasi Bermain Politik Belah Bambu

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID - Acara makan siang yang digelar Presiden Joko Widodo bersama tiga bakal calon presiden (bacapres), Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan dianggap sebagai penenang sesaat ditengah panasnya suhu politik saat ini.

Belakangan, dinamika politik terus memanasi kontestasi pilpres 2024, mulai dari isu dinasti politik, bermain dua kaki, hingga MK sebagai ‘Mahkamah Keluarga’ yang santer diberitakan membuat seolah-olah Jokowi berada di sisi pihak tertentu. Hal itu membuat netralitas Jokowi pun dipertanyakan.

Menurut pengamat politik dari Unwira Kupang, Urbanus Ola Hurek, 'politik meja makan' yang dimainkan Jokowi hanya sebagai penenang sesaat.

"Politik meja makan ini cuma sekadar membuat penenang sementara isu KKN, dinasti politik dan lainnya yang bergulir di lingkungan istana," sebutnya.

Menurutnya, apa yang dilakukan Jokowi sudah tepat, di mana tiga kandidat bakal calon presiden dihadirkan sebelum terjun ke gelanggang kontestasi pilpres.

Namun, apa yang dilakukan Jokowi  untuk menunjukkan kenetralannya, bisa jadi sulit dipercaya sebab putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka juga maju sebagai bacawapres dari Prabowo.

"Dengan posisi seperti ini sulit dipercaya kenetralan Jokowi. Apalagi sebelum politik meja makan ini sudah viral dan bergulir wacana panas tentang KKN yang marak diplesetkan MK sebagai 'Mahkamah Keluarga', intervensi dan restu Jokowi sendiri dalam penentuan bacawapres Gibran dengan Prabowo," ucap Urbanus.

Menurutnya, bila tak ada putranya yang terlibat dalam kontestasi pilpres, maka politik satu meja ini patut dicontoh dalam membangun pemilu yang sejuk. Namun, faktanya sekarang berbeda, maka sikap netral Jokowi agak sulit.

Sementara itu, pengamat politik dari Undana, Yohanes Jimmy Nami menyampaikan, agenda makan siang tersebut paling tidak bisa sedikit meredam macam-macam isu yang sedang menerpa Jokowi dan keluarga.

"Bahwa posisi Presiden sebagai kepala negara harus hadir dan dipertegas disitu, posisinya harus mengayomi dan milik semua lapisan masyarakat," tegas Jimmy.

Ia menyampaikan, agenda tersebut tentu tidak menghilangkan begitu saja persepsi publik terhadap munculnya putra presiden sebagai salah satu bacawapres yang akan berkontestasi.

"Namun kita bisa memastikan kehadiran negara lewat Presiden untuk menjaga kontestasi 2024 berjalan damai, netral dan berkualitas," katanya.

Menurut Jimmy, Jokowi sebagai kepala negara dan politikus yang putranya ikut berkontestasi, harus ditegaskan garis batasnya.

"Pesan-pesan politiknya harus sampai ke publik, harus dikomunikasikan, macam-macam momen bisa digunakan dan salah satunya agenda makan siang tersebut," tambahnya.

Berbeda dengan itu, menurut pengamat politik dari Unmuh Kupang, Ahmad Atang, makan siang tersebut menunjukan Jokowi memiliki kepentingan terhadap proses alih kekuasaan secara damai dan elegan.

Ahmad menjelaskan, Jokowi ingin menjaga jarak yang sama antara ketiga bacapres, walaupun secara pribadi Jokowi mempunyai pilihan.

Pertemuan itu sebagai ruang untuk membantah spekulasi bahwa Jokowi sedang bermain politik belah bambu.

"Yaitu mengangkat bacapres tertentu dan meniadakan yang lain. Ruang ini bukan saja untuk kepentingan Jokowi akan tetapi untuk penyamaan persepsi diantara ketiga bacapres untuk bersaing secara sehat dan menghindari politik saling serang antarkandidat," kata Ahmad.

Maka, langkah Jokowi mengundang ketiga bacapres perlu diberi apresiasi karena momentum seperti ini belum pernah diciptakan oleh Presiden sebelumnya.

Pada forum tersebut, Jokowi ingin menegaskan posisi politiknya yang akan berada di posisi tengah untuk semua kepentingan dan kekuatan politik walaupun di dalam terdapat anaknya yang ikut kontestasi.

Melalui pertemuan tersebut, Jokowi ingin menegaskan komitmennya untuk mendukung dan menjunjung tinggi suara rakyat. Jadi, siapa yang menang harus didukung untuk menghormati suara rakyat.

"Dinamika politik akan mengalami eskalasi yang tinggi jika Jokowi secara terbuka hanya memberikan dukungan dan keberpihakan pada paslon tertentu. Jika itu yang dilakukan, maka apapun ekses pilpres tentu akan dilihat bahwa Jokowi yang menjadi faktornya dan itu yang tidak dikehendaki olehnya," jelasnya. (cr1/ays)

Editor: Linda Makandoloe

  • Bagikan