BI NTT Proyeksi Ekonomi NTT Tumbuh 2, 74 sampai 3,54 persen

  • Bagikan
KETERANGAN. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur, Agus Sistyo Widjajati, (kiri) memberikan keterangan pers, Jumat (12/1), di Kantor BI NTT

Inflasi Diprediksi 2,5 ± 1 Persen Pada Tahun 2024

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID- Bank Indonesia Provinsi NTT memproyeksikan pertumbuhan ekonomi NTT Tahun 2024, berada pada angka 2, 74 sampai 3,54 persen. "Memang secara nasional kita masih lebih rendah, karena itu harua ada upaya-upaya yang dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi bisa tetap ditingkatkan," kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur, Agus Sistyo Widjajati, Jumat (12/1), di Kantor BI NTT.

Dia mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan III Tahun 2023 mengalami perlambatan dibandingkan dengan Tahun 2022. Pada Triwulan ke II Tahun 2023, tercatat 4,17 persen, sementara pada triwulan III tercatat 2,08 persen.

Demikian juga dari bulan ke bulan atau month to month, juga mengalami perlambatan, dibandingkan data secara Nasional, 4,49 persen, sementara di NTT 2,08 persen sehingga perlambatannya cukup besar.

"Kalau dilihat years on years, penopang pertumbuhan ekonomi masih didominasi oleh sektor pertanian untuk usaha sementara dari sektor konsumsi masih disokong oleh oleh konsumsi swasta," katanya.

Dia mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi di Tahun 2024, diperkirakan pertumbuhan ekonomi tetap bergerak namun tidak sebaik Tahun 2022.

"Kalau kita lihat pada triwulan ketiga sampai dengan bulan September Tahun 2023, pertumbuhan ekonomi terjadi perlambatan, sehingga untuk proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2024 diperkirakan juga akan ada kenaikan tetapi masih melambat atau tidak sebagus Tahun 2022," ungkapnya.

Dua mengatakan, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan, antara lain di sekotor pertanian, konstruksi dan sektor lainnya. "Memang pertumbuhan ekonomi ini tidak seperti yang kita bayangkan sebelumnya yang menunjukan optimisme, faktor yang menghambat pertumbuhan ekonomi NTT antara lain karena masalah cuaca di mana terjadi El Nino sehingga menyebabkan perubahan musim tanam dan musim panen," ungkapnya.

Selain itu akan ada potensi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan adanya masalah kondisi global yang belum stabil, dan adanya kenaikan harga komoditi pangan akibat gangguan pasokan. "Karena NTT masih mengandalkan komoditas-komoditas di luar NTT, sehingga sangat rentan dengan kekurangan pasukan-pasukan dari luar NTT," jelasnya.

Terkait dengan Inflasi, kata dia, inflasi yang terjadi masih memberikan ruang bagi pertumbuhan ekonomi dan masih mampu menjaga stabilisasi harga di NTT. "Pada akhir tahun 2023 masih bisa dijaga stabilisasi harga dengan tingkat inflasi sebesar 2,42 persen, dan penyumbang terbesar adalah Kota Kupang," jelasnya.

Penyumbang inflasi Tahun 2023, demikian Agus, yaitu angkutan udara sebanyak 7 kali dalam satu tahun menjadi penyebab inflasi, juga ada beras dan tomat.

"Sementara untuk komoditi penahan laju inflasi yaitu ikan kembung, ikan tongkol, daging ayam dan kangkung," tambahnya.

Proyeksi inflasi di Tahun 2024 , kata dia, diperkirakan mencapai 2,5 ± 1 persen. Melandainya tekanan inflasi tahunan diperkirakan akan didorong oleh penurunan kelompok Volatile Food (VF) seperti beras, cabai dan bawang seiring dengan lebih stabilnya kondisi cuaca.

" Tekanan harga komoditas beras diperkirakan akan melandai sepanjang 2024, meskipun masih tinggi di awal tahun seiring bergesernya periode panennya juga normalisasi hasil tangkapan laut seiring dengan berakhirnya fenomena El Nino," ungkapnya.

Dia melanjutkan, kelompok administered prices (AP), seiring dengan semakin pulihnya industri penerbangan, dengan berlanjutnya normalisasi tarif angkutan udara, dan kenaikan gradual cukai hasil tembakau sebesar total 10 persen mulai Januari 2024. Dan fluktuasi harga avtur dan peningkatan kunjungan pariwisata seiring dengan pengembangan Labuan Bajo.

Sementara kelompok core inflation (CI) meningkat seiring dengan puncak Pemilu 2024 dan peningkatan UMP yang berpotensi mendorong konsumsi. "Peningkatan upah minimum provinsi sebesar ± 3 persen dan potensi kenaikan pendapatan seiring pemulihan ekonomi berpotensi mendorong peningkatan konsumsi dan potensi berlanjut tren kenaikan harga emas perhiasan," pungkasnya. (thi)

  • Bagikan