TPS di TTU Rawan Praktik Pemberian Uang

  • Bagikan
RESTI SELI/TIMEX BERI KETERANGAN. Anggota Bawaslu Provinsi NTT ketika memberikan keterangan di hotel Neo Kupang, Senin (12/2).

SBD Paling Banyak Miliki TPS Riwayat Terjadi Kekerasan

KUPANG, TIMEX.FAJAR.CO.ID - Hari pemungutan suara pemilihan umum (pemilu) 2024 sudah di depan mata. Rakyat Indonesia akan menggunakan hak pilihnya untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPD RI, DPRD provinsi serta DPRD kabupaten/kota besok, 14 Februari 2024.

Bertepatan dengan itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi NTT melaksanakan pengawasan yang ketat. Dimulai dari adanya 945 orang Panwascam yang tersebar di 315 kecamatan, 3.442 pengawas kelurahan/desa (PKD) dan 16.746 pengawas TPS yang telah mengikuti bimbingan teknis (bimtek) dan siap melakukan pengawasan pemungutan dan penghitungan suara pemilu 2024.

Jelang pemungutan suara, Bawaslu NTT juga telah mengidentifikasi tempat pemungutan suara (TPS) yang dikategorikan rawan.

Ketua Bawaslu Provinsi NTT, Nonato da Purificacao Sarmento mengatakan, TPS rawan adalah TPS yang didalamnya terdapat hal-hal yang berpotensi mengganggu atau menghambat proses pemilu demokratis. Pemetaan TPS rawan di NTT ditetapkan berdasarkan tujuh dimensi dan 22 indikator yang berada di 21 kabupaten. Dari indikator tersebut, Kabupaten TTU memiliki paling banyak TPS rawan.

“Dari dimensi kampanye, jumlah TPS yang terdapat praktik pemberian uang atau barang pada masa kampanye dan masa tenang di sekitar lokasi TPS sebanyak 183. Terbanyak di Kabupaten TTU 46 TPS,” ungkap Nonato di Kupang, Senin (12/2).

Selain itu, di TTU juga terdapat praktik menghina/menghasut diantara pemilih terkait isu agama, suku, ras sebanyak 43 TPS.

Dari dimensi netralitas lainnya, TTU kembali menjadi kabupaten dengan 34 TPS terbanyak adanya petugas KPPS yang berkampanye untuk peserta pemilu. Selanjutnya, jumlah TPS yang terdapat ASN, TNI, Polri, kepala desa dan perangkat desa melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu terbanyak di TTU sebanyak 35 TPS.

“Dari dimensi logistik pun begitu, TPS yang memiliki riwayat kerusakan logistik pada saat pemilu paling banyak ada di TTU sebanyak 35 TPS,” sambungnya.

Selanjutnya, TTU juga memiliki riwayat kasus kekurangan, kelebihan atau tidak tersedianya logistik saat pemilu, juga riwayat kasus tertukarnya surat suara saat pemilu.

Nonato menjelaskan, dari dimensi lokasi pun, TTU memiliki TPS yang banyak rawan bencana dan sulit dijangkau serta lokasi TPS yang dekat dengan tim kampanye peserta pemilu.

Sementara itu, untuk TPS yang paling banyak memiliki riwayat terjadi kekerasan ada di Sumba Barat Daya (SBD) sebanyak 80 TPS. Begitu pun juga dengan riwayat intimidasi kepada penyelenggara pemilu, yaitu 71 lokasi.

Untuk dimensi jaringan internet dan listrik, Nonato menyebut, di Kabupaten Lembata terdapat 239 TPS yang rawan terhadap kendala jaringan internet di TPS.

“Ada pun jumlah TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS sebanyak 1.377. Terbanyak di Kabupaten Sumba Timur 503 TPS,” ucap Nonato.

“Bawaslu NTT membuka posko aduan masyarakat untuk menerima informasi dan laporan terkait dugaan pelanggarn pemilu pada tahapan pungut hitung yang dibuka 24 jam di 22 kantor Bawaslu kabupaten/kota dan 315 Sekretariat Panwaslu Kecamatan,” sambungnya.

Untuk mempertegas pengawasan Bawaslu, Bengkel Appek NTT telah mendaftarkan diri sebagai pemantau pungut hitung di empat titik, yakni di Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Kabupaten TTS dan Kabupaten Malaka, sebanyak 22 orang anggota pemantau.

“Kerawanan ini tidak hanya di TTU saja. Tapi, yang rawan itu di luar TPS. Ada proses pembelian suara yang bisa terjadi di luar TPS. Karena itu, pemilih dilarang membawa HP ke dalam bilik suara,” terang Nonato.

Strategi penanganan terhadap TPS rawan sendiri, Nonato menyebut setiap pengawas mengantongi data-data yang sudah dipetakkan, sudah ada pula kode-kode tertentu sehingga proses pengawasan terus berjalan baik.

“Misalnya, kita sudah kode bahwa adanya alih status dari pemilih yang sebelumnya non TNI dan Polri kemudian ketika pemilu sudah menjadi anggota TNI dan Polri, maka yang bersangkutan tidak bisa menggunakan hak pilihnya,” ujar Nonato.

Sehingga, Bawaslu pun telah menyiapkan strategi tertentu untuk mengantisipasi potensi-potensi yang bisa terjadi.

“Contoh berikut TPS yang ada riwayat intimidasi di Sumba, paling minimal kita punya data dan bisa dimiliki oleh pihak keamanan, sehingga tidak lagi terulang,” ucapnya.

Untuk pengawas TPS, Nonato memastikan dapat bekerja dengan baik. Sebab, pengawas TPS telah mengikuti bimbingan teknis (bimtek) sebanyak tiga kali. Selain itu, Bawaslu juga memiliki aplikasi Siwaslu yang dapat membantu kerja pengawasan.

Sementara itu, anggota Bawaslu Provinsi NTT, Melpi Marpaung menyebut, terkait pengawasan tahapan kampanye, Bawaslu telah selesai mengawasi sebanyak 9.745 kampanye dengan rincian kampanye partai politik dengan metode tatap muka sebanyak 5.459 kali dan metode pertemuan terbatas sebanyak 4.060 kali. Kampanye calon anggota DPD dengan metode tatap muka sebanyak 121 kali dan metode pertemuan terbatas 72 kali.

Kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden metode tatap muka sebanyak 12 kali, metode pertemuan terbatas sebanyak 11 kali. Pengawasan kampanye rapat umum sebanyak 10 kali.

“Sejak 11 Februari dan seterusnya tidak ada lagi kampanye dalam bentuk apapun. Begitu pun dengan kampanye media sosial (medsos),” jelas Melpi. (cr1/ays)

  • Bagikan