Harga Beras Bertahan Tinggi, Pemerintah Harus Atur Distribusi dan Intervensi Pasar

  • Bagikan
ANTRE. Sejumlah warga yang tidak mendapatkan kupon tetap antre untuk mendapatkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kantor Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (20/2/2024). (IMAM HUSEIN/JAWA POS)

JAKARTA,TIMEX.FAJAR,CO.ID- Kenaikan harga beras diprediksi masih bakal berlanjut. Apalagi, sebentar lagi memasuki momen bulan puasa. Harga beras yang cenderung tinggi setidaknya bertahan sampai masa panen dimulai pada akhir Maret.

Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengatakan, kenaikan harga beras yang cukup signifikan tidak terlepas dari faktor pemilu. Meski pesta demokrasi sudah selesai, imbas penyaluran bantuan sosial (bansos) berupa beras yang jor-joran, tengkulak menaikkan harga.

”Penyaluran bansos beras meningkat tidak hanya oleh pemerintah, tapi juga para calon legislatif yang kemudian dibagikan ke masyarakat. Itu akan memengaruhi harga,” kata Media kepada Jawa Pos kemarin (2/3). Di level pedagang yang menjual ke konsumen, lanjut dia, juga tidak serta-merta menurunkan harga beras.

Faktor berikutnya, masa panen beras yang mundur. Terutama di daerah lumbung padi nasional seperti di Jogjakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur. Kelangkaan stok itu membuat harga beras juga naik ketika kebutuhan juga tinggi.

Apalagi, fenomena tersebut bertepatan dengan menjelang Ramadan.

”Jadi, memang ada banyak faktor yang berkaitan. Momentum ini dimanfaatkan oleh distributor besar yang menahan beras sehingga menimbulkan kenaikan harga,” ungkap Media.

Sebagai mitigasi jangka pendek, mau tidak mau harus ada upaya stabilisasi harga. Memonitor dan mengatur harga beras di sejumlah wilayah kota maupun pedesaan yang kemungkinan besar memicu panic buying. Mengontrol titik-titik wilayah yang harga berasnya sudah tidak masuk akal.

Datanya juga dikumpulkan secara harian. Dilengkapi dengan intervensi di lapangan berupa intervensi pasar maupun pendistribusian ke daerah lain lebih cepat.

Selain itu, jelas Media, penting juga bekerja sama dengan distributor. Memang ada kemungkinan penimbunan dilakukan oleh distributor kecil dan menengah. Hanya, upaya hukum sulit dilakukan kepada pemain kecil dan menengah tersebut. Harus ada upaya persuasif, terutama di level pemerintah daerah, agar tidak terjadi penimbunan.

Untuk distributor besar, tutur Media, diperlukan penegakan hukum jika kedapatan menimbun beras. ”Sebetulnya pemerintah sudah punya datanya dan itu sudah terjadi penimbunan. Sehingga (terjadi) kelangkaan beras gila-gilaan saat ini,” ujar lulusan doktoral University of Manchester tersebut.

Belajar dari pengalaman tahun lalu, lanjut Media, salah satu cara yang cukup ampuh menekan inflasi adalah dengan dana perlindungan sosial dan bansos menjelang Ramadan. Cuma, tahun ini berbeda. Bansos sudah disebar luar biasa besar menjelang pemilu. Khususnya pada Desember 2023 dan Januari 2024. Dengan demikian, inflasi tampaknya kurang signifikan dengan bansos. Sejalan dengan penurunan frekuensi penyaluran.

Di sisi lain, penyaluran bansos dalam jangka panjang juga tidak baik. ”Seperti mengobati sesuatu bukan dengan obat yang seharusnya. Jadi, tidak bisa dikontrol lewat bansos,” ungkapnya. (jpc/thi)

  • Bagikan