Polisi Penuhi Petunjuk Jaksa Soal Dugaan Korupsi Sanitasi Lingkungan di Belu

  • Bagikan

ATAMBUA, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Tim Penyidik Satreskrim Polres Belu terus bekerja keras demi mengusut tuntas kasus dugaan korupsi proyek sanitasi lingkungan senilai Rp 4,6 miliar tahun anggaran 2017 di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Belu. Proyek yang dibiayai melalui APBD II Kabupaten Belu tersebut diduga dikerjakan asal jadi dan terbangkalai.

Sesuai data yang dihimpun TIMEX dari pihak Polres Belu, kasus dugaan korupsi ini mulai dilidik hingga penyidikan oleh Unit Tipikor, Satreskrim Polres Belu sejak 2020. Kegiatan sanitasi lingkungan tersebut menyasar 10 desa di Belu. Diantaranya Desa Bakustulama, Desa Lookeu, Desa Halimodok, Desa Kabuna, Desa Tulakadi, Desa Mandeu, Desa Toheleten, Desa Rinbesihat, Desa Kenebibi, dan Desa Jenilu.

Kegiatan proyek pembangunan ini dimonopoli oleh tiga perusahaan. Pertama, CV Moris Benedetto misalnya mengasai lima desa, yakni Desa Bakustulama, Desa Lookeu, Desa Halimodok, Desa Kabuna, dan Desa Tulakadi.

Kedua, CV Bhakti Timor Karya menguasai tiga desa, yakni Desa Mandeu, Desa Toheleten, Desa Rinbesihat. Ketiga, CV Megatama Timor menguasai dua desa, yakni Desa Kenebibi dan Desa Jenilu. “Kegiatan ini diawasi oleh CV Geometry Pratama sebagai konsultan pengawas,” ungkap Kasat Reskrim Polres Belu, AKP Sujud Alif Yulamlam kepada TIMEX, Senin (7/2).

Menurutnya, dalam mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut, Penyidik Satreskrim Polres Belu menemukan adanya kerugian keuangan negara senilai Rp 290.637.000. Ini sesuai hasil audit tim ahli Politeknik Negeri Kupang (PNK).

Dari hasil perhitungan kerugian keuangan negara tersebut, demikian Sujud, penyidik menetapkan sebanyak lima orang sebagai tersangka. Mereka diketahui memiliki peranan penting dalam kegiatan sanitasi lingkungan hingga mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara.

Kelima tersangka tersebut, yakni Ronaldus Y. Bone selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Gustarius Giovanni Renhafilio Nobas Parera sebagai Direktur CV Moris Benedetto, Thomas Tse sebagai Direktur CV Timor Bhakti Karya, Pelaksana Lapangan CV Timor Bhakti Karya, Fransiskus Xaverius Padak, dan Siprianus Atok sebagai Konsultan Pengawas CV Geometry Pratama.

Dari hasil penyidikan tersebut, demikian Sujud, penyidik Satreskrim Polres Belu telah melakukan pelimpahan berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Kejaksaan Negeri (Kejari) Atambua. Berkas perkara yang dikirim oleh jaksa dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi.

Usai dilengkapi, lanjut Sujud, Penyidik Satreskrim Polres Belu kembali melakukan pelimpahan berkas perkara namun dikembalikan lagi oleh jaksa penuntut. Alasan jaksa, berkas perkara belum lengkap untuk dinyatakan P21.

Meski berkas perkara terus bolak-balik antara Penyidik Satreskrim Polres Belu dan Jaksa Penuntut Umum, di awal 2022, penyidik Satreskrim Polres Belu kembali melakukan pelimpahan berkas Perkara atas kasus tersebut. Berkas perkara yang dipenuhi oleh Tim Penyidik Satreskrim Polres Belu ketiga kalinya itu masih sementara berada di tangan jaksa penuntut.

AKP Sujud Alif Yulamlam mengatakan bahwa Penyidik Satreskrim Polres Belu sudah sebanyak dua kali memenuhi petunjuk jaksa penuntut umum. Berkas perkara yang dikirim ke Jaksa Penuntut Kejaksaan Negeri Atambua tersebut selalu dikembalikan dengan alasan berkas perkara belum lengkap dan harus dilengkapi. Meski demikian, Petunjuk Jaksa Penuntut tersebut selalu dipenuhi Tim Penyidik namun hingga kini belum dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut.

“Beberapa minggu lalu kita sudah kirim lagi berkas ke jaksa. Jadi sampai sekarang ini berkas ada di Jaksa dalam masa penelitian Jaksa peneliti, Kita tidak tau hingga kapan, tapi kalau belum lengkap dikembalikan dan kita lengkapi untuk dikembalikan lagi,” ungkapnya.

Sujud menambahkan, Penyidik Satreskrim Polres Belu memiliki tekad kuat untuk mengusut tuntas kasus dugaan korupsi yang terjadi di Kabupaten Belu. Untuk itu, Sujud meminya kasus yang sementara berproses di tangan Jaksa Penuntut tersebut secepatnya dinyatakan lengkap sehingga pihaknya bisa melakukan penyidikan tersebut kasus dugaan korupsi lainnya di Belu.

“Kalau kasus sanitasi lingkungan ini sudah P21 maka kita akan ungkap lagi kasus korupsi lainnya di Kabupaten Belu,” jelasnya.

Sementara, Kasi Pidsus Kejari Atambua, Mikael Tambunan ketika dikonfirmasi Timor Express melalui Pesan WhatsApp, Senin (7/2) belum memberikan komentar karena sementara berada di luar daerah. “Nanti di kantor aja ya bang, saya masih urus istri saya dirawat inap di Kupang,” balas Mikael. (mg26)

  • Bagikan