WVI dan YAO Dampingi Pengembangan BUMDes 3 Kabupaten Lewat Program Envision

  • Bagikan

KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Wahana Visi Indonesia (WVI) dan Yayasan Alfa Omega (YAO), dua organisasi atau lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang kemanusiaan kembali menggelar kegiatan pendampingan kepada masyarakat dalam mengembangan potensi desa melalui proyek Enabling Civil Sociery for Inclusive Village Economic Development atau Envision.

Pendampingan kali ini dilakukan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di tiga kabupaten di NTT, yakni Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), dan Kabupaten Sumba Tengah.

Pendampingan tersebut dikemas dalam Pertemuan Forum dan Pelatihan BUMDes Tingkat Provinsi NTT, dilaksanakan selama dua hari, yakni Selasa (22/2) dan Rabu (23/2) bertempat di Sahid T-More Hotel, dan berlangsung secara online dan offline.

Program Envision yang didanai oleh Uni Eropa tersebut bertujuan membantu pemerintah dan masyarakat desa dalam memperkuat pengelolaan BUMDes, melibatkan kelompok perempuan dan pemuda.

Protect Maneger Envision, Fernando Da Gomez menjelaskan, desa sebagai garda terdepan dalam pembangunan merupakan unit pemerintahan yang sangat penting dalam menentukan kemajuan suatu daerah.

Menurutnya, dengan berbagai potensi yang dimiliki desa dan dukungan pemerintah pusat melalui anggaran pembangunan dana desa yang besar, pengelolaan keuangan di tingkat desa, baik untuk pembangunan maupun kemandirian desa melalui pembentukan BUMDes, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Tahun 2014 merupakan faktor kunci dalam mewujudkan desa mandiri. Sumber daya manusia dalam pengelolaan pembangunan desa perlu didukung dan ditingkatkan kapasitasnya, baik dari seluruh pengelolaan maupun pertanggungjawabannya.

“Karena itu, pada kesempatan ini kita akan bersama-sama dalam kegiatan Pertemuan Forum BUMDes tingkat Provinsi NTT dengan menghadirkan Forum BUMDes dari Kabupaten Sumba Timur, TTS, dan Kabupaten Kupang untuk bersama-sama melihat progres perkembangan BUMDes dan menemukan rencana aksi dalam mendorong pertumbuhan BUMDes di Provinsi NTT,” kata Fernando Da Gomez ketika membuka kegiatan Pertemuan Forum dan Pelatihan BUMDes Tingkat Provinsi NTT di Sahid T-More Hotel, Selasa (22/2).

Pria yang akrab disapa Nando itu menjelaskan, target dari proyek Envision ini adalah mendorong keterlibatan semua pihak dalam pengelolaan BUMDes. Juga penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan dan pengawasan BUMDes dan Dana Desa.

“Kami mendorong agar hal itu dituangkan dalam peraturan desa, yang menjadi salah satu indikator pencapaian penting untuk menjamin keberlanjutan jangka panjang. Lebih dari itu, dengan meningkatkan partisipasi warga dalam pengelolaan maupun pengawasan BUMDes dapat membawa manfaat kesejahteraan bagi semua,” ujarnya.

Nando meyakini, program Envision dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola dana desa yang jumlahnya terus bertambah. Selain mendorong pertumbuhan manajemen dan akuntabilitas BUMDes.

Nando menyebutkan, WVI bersama YAO melakukan pendampingan di 50 desa, yaitu 15 desa di Kabupaten Sumba Timur, 15 desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan, dan 20 desa di Kabupaten Kupang. Pendampingan berjalan selama 42 bulan sampai tahun 2023, dengan berbagai program pelatihan yang diberikan kepada 50 organisasi masyarakat sipil, 50 BUMDes, 250 fasilitator desa, serta pemerintah provinsi, kabupaten, dan desa.

“Kita sudah berjalan namun kita menemui sejumlah kendala terutama masalah pandemi. Persoalan ini kemudiaan disiasati dan terus berjalan hingga hari ini,” sebutnya.

Marlin Manafe, Kabid Kelembagaan Dinas PMD Kabupaten Kupang pada Talk Show yang dimoderatori Ana Djukana, mengatakan, pimpinan atau meneger harus memiliki jiwa wirausaha. Jika tidak maka BUMDes tidak akan berkembang. Setiap pengurus BUMDes harus berpikir keras mengembangkan potensi desanya. Jangan hanya pada pengelolaan sewa barang. “Harus kreatif dengan simberdaya yang ada karena sumberdaya alam sangat banyak,” sebutnya.

Marlin menyebutkan, hasil bumi menjadi tanggung jawab pengurus BUMDes untuk dijual ke pasar. Di desa bisa dikembangkan unit usaha pada bidang pariwisata, pertanian, peternakan, dan unit usaha lainnya. “Kami sedang melakukan pelatihan-pelatihan pengembangan jiwa kewirausahaan. Kami juga memberikan bantuan yang diberikan dari kementerian,” bebernya. “Kami selalu mempromosikan dan selalu bekerjasama pemerintah pengurus BUMDes agar mengetahui potensi yang ada dan bisa menghasilkan uang,” tambahnya.

Marlin menuturkan, BUMDes ini merupakan lapangan kerja baru jika dikembangkan secara baik. Banyak orang yang terserap dan tidak perlu harus bekerja keluar.

Ia mengakui, pemerintah saat ini keterbatadan anggaran dalam pengembangannya namun pihaknya dengan segala keterbatasan terus mendukung pengembangan bumdes. “Kami sampaikan kepada Pemdes untuk komitmen kembangkan kekayaan alam ini dengan baik karena NTT sangat kaya,” tandasnya.

Darius Holbala, P3MD Kabupaten Kupang dalam kesempatan tersebut juga mengatakan BUMDes bisa hadir di desa jika masyarakat menginginkan dan membentuknya sesuai ketentuan UU No 6 tentang Desa, PP 11 Tahun 2021 tentang Cipta Kerja, Permendes 4 tahun dasar hukum 2015 tentang Badan Usaha Milik Desa dan Permendes 3 tahun 2021 tentang pendaftaran, pendataan, dan pemeringkatan dan pembinaan BUMDes.

Sesuai dasar hukum tersebut, Pemkab Kupang melalui masyarakat desa telah membentuk sebanyak 159 BUMDes dari 160 desa yang ada di Kabupaten Kupang.

Dikatakan dari 159 BUMDes yang ada telah mengalokasikan dana penyertaan modal dan sementara dikembangkan namun hanya terdapat 83 BUMDes yang aktif hingga saat ini.

Darius menyebutkan, dari BUMDes yang tidak aktif tersebut masuk pada sejumlah kategori karena penguatan kapasitas dan inovasi pengembangan BUMDes berjalan di tempat. “Sebanyak 76 BUMDes yang jalan di tempat karena kurang inovatif dan kreatif membaca peluang secara baik,” katanya.

Dijelaskan, BUMDes dengan kategori mandiri hanga 4 BUMDes yakni BUMDes Noelbaki, Muanheum, Nekbaun, dan Sillu. BUMDes dengan kategori berkembang sebanyak 32 BUMDes, kategori bertumbuh 48 BUMDes.

Dikatakan, Pemdes menjalankan unit usahanya seperti bisnis penyewaan sebanyak 77 BUMDes, bisnis sosial 53 BUMDes, bisnis perantara atau brokering sebanyak 34 BUMDes, bisnis produksi 10 BUMDes, bisnis holding 25 BUMDes dan bisnis keuangan 36 BUMDes.

Dari hasil pemantauan, diketahui adanya kendala yang dialami selama ini yakni kekompakan di level desa antara Pemdes, BUMDes, dan BPD. Ditemukan pula bahwa usaha atau bisnis yang dijalankan tidak berjalan karena pemetaan bisnis tidak dilakukan secara baik. Sebenarnya harus ada inventarisir secara baik dari desa masing-masing.

“Banyak usaha hortikultura namun bisnis yang diajankan hanya sewa tenda saja. Ini yang pemetaan bisnisnnya tidak dilakukan secara baik,” ungkapnya.

Masalah berikut yakni soal pendapatan pengurus BUMDes. Karena kendala selama ini pendapatan pengurus bisa diperoleh setahun sekali sedangkan pengurus juga memiliki kebutuhan lain.

“Honor ini memang sangat riskan karena baru bisa dibayar selama satu tahun. Jadi sebenarnya jika ada AD/ART-nya bisa diatur menjadi dasar hukum agar pengurus bisa menerima honor per bulan,” katanya.

Hal lain yang ditentukan selama ini pengurus BUMDes maupun calon BUMDes belum memiliki jiwa wirausaha yang baik. “Untuk atministrasi keuangan dan lain-lain gampang karena akan ada pendampingan dan lain-lain, sementara kalau tidak ada jiwa wirausaha maka akan repot. Ini usaha tidak bisa jalan,” bebernya.

Terkait BUMDes berbadan hukum, menurut Ddarius, mesti mengajukan nama ke Pemkab, terdaftar lalu dilakukan verifikasi serta penyesuaian AD/ART serta unit usahanya.

Ia juga menawarkan strategi yang mesti diterapkan kedepannya yang akan dilakukan dan terbentuk badan hukum mulai dari tahapan-tahapan yang mesti dilewati karena akan ada penguatan kapasitasi disetiap tahapan atau pendampingan.

“Ketika berbadan hukum, BUMDes tersebut bisa berkembang lebih baik dan siap mengembangkan unit usaha di desa dan berpeluang bekerjasama dengan perusahan lainnya dalam mengembangkan bisnis,” tandasnya. (r3)

  • Bagikan