KUPANG, TIMEXKUPANG.FAJAR.CO.ID-Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT sudah 8 bulan tak kunjung menerima Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
Padahal TPP itu diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai dengan tujuan meningkatkan kinerja PNS, meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan PNS. Pertimbangan kriteria pemberian TPP berupa prestasi kerja, kondisi kerja, beban kerja, tempat bertugas, dan pertimbangan obyektif lainnya.
Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT, Ana Waha Kolin meminta Pemprov NTT agar memberikan alasan yang jelas, mengapa TPP PNS belum dibayarkan selama 8 bulan. Tunjangan tersebut diharapkan menjadi penghasilan tambahan untuk menunjang kebutuhan PNS.
"Kita tau bersama bahwa sebagai besar PNS menggadaikan SK mereka di bank sehingga tunjangan ini sangat diharapkan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Kalau tidak ada, sampaikan agar mereka jangan menunggu sesuatu dalam ketidakpastian seperti ini," tandasnya.
Politikus PKB itu menyatakan, uang yang menjadi hak seorang abdi negara tidak boleh dibiarkan hingga sekian lama, sebab hal ini tentu akan berpengaruh terhadap kinerjanya. "Kita tunda satu bulan saja mereka sudah kesulitan, apalagi sudah ditunda delapan bulan. Kenapa bisa seperti ini? Jangan membuat PNS resah seperti ini," pinta Ana Kolin.
Ana Kolin menegaskan, pemerintah harus secara gentle menyampaikan jika tidak disediakan anggaran tersebut. Menurutnya, anggaran tersebut telah disediakan, jadi seharusnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak membayar.
Bahwa alasan anggaran telah digunakan untuk penanganan pandemi Covid-19, bagi Ana Kolin, hal tersebut tidak bisa dijadikan alasan karena saat ini pandemi sudah beranjak menuju endemi atau sudah dianggap seperti penyakit biasanya, dan tidak membutuhkan penanganan khusus lagi tetapi harus tetap patuh pada penerapan protokol kesehatan (Prokes).
"Kami sangat berharap pemerintah segera eksekusi karena sudah terlalu lama. Dan sudah sangat berdampak kepada kinerja PNS," pinta Ana Kolin.
Menanggapi permintaan wakil rakyat tersebut, Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Provinsi NTT, Zakarias Moruk mengatakan, TPP saat ini berpatokan kepada TPP BPK atau maksimal sehingga Pemprov memilih pembayaran 60 persen karena mengingat kemampuan keuangan daerah.
Untuk pembayaran, jelas Zaka, terdapat beberpa item penilaian yakni, beban kerja, analisa kerja, tempat kerja, prestasi kerja, dan risiko kerja.
Menurutnya semua itu harus mendapat persetujuan dari Kementerian Dalam Negari (Kemendagri). Dan persetujuan Kemendagri sudah diterima pada awal Juni 2022, dimana Pemprov mengalokasikan sebanyak Rp 235 miliar untuk pembayaran TPP.
"Setelah kami menerima persetujuan tersebut kami melakukan penjabaran bersama Kepegawaian lagi berdasarkan kinerja SKPD, lalu kinerja masing-masing staf sehingga molor sampai bulan Juli," jelasnya.
Zaka menyebutkan, sampai saat ini pihaknya baru mengalokasikan untuk pembayaran TPP bulan Januari, tetapi masih untuk guru. "Kami akan bayar hingga bulan Juni dan selanjutnya dievaluasi lagi dari Kemendagri. Kalau semua OPD sudah ajukan, kami langsung eksekusi. Intinya kita sudah siapkan anggarannya dan siap dibayarkan," tuturnya.
Salah satu ASN yang bertugas di Sekretariat DPRD yang tidak ingin namanya disebutkan membenarkan kalau pembayaran TPP belum direalisasikan Pemprov selama delapan bulan.
Menurut sang ASN, tunjangan tersebut biasanya dibayarkan kepada PNS sesuai golongan. Dan golongan III biasanya mendapat Rp 3 juta. Namun menurut informasi yang diperolehnya, untuk TPP tahun 2022 ini hanya berkisar Rp 1,5 juta saja.
Meski demikian, lanjut sang ASN, harusnya pemerintah membayar karena delapan bulan ini merupakan waktu yang cukup lama dalam penantian. "Ini memang masih sebatas informasi tapi sebenarnya bukan soal besar kecilnya tetapi soal kepastian kapan dialokasikan anggaran ini. Kami memang ada gaji pokok tapi tentu ini juga merupakan hak kami jadi kalau tidak dibayarkan hingga 8 bulan tanpa kejelasan, maka ini patut dipertanyakan," katanya.
Ia berharap pemerintah segera mengalokasikan anggaran tersebut karena kesulitan uang saat ini tidak saja dialami pemerintah tetapi PNS yang mengabdi sangat sulit membiayai hidup. "Kalau hak kami tidak diberikan lalu menuntut untuk berkinerja baik memang agak sulit juga," imbuhnya. (r3)
Editor: Marthen Bana